SOKOGURU - Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu program pembiayaan unggulan dari pemerintah Indonesia untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan bunga rendah dan persyaratan yang relatif mudah, KUR menjadi pilihan menarik bagi banyak pengusaha.
Namun, masih banyak pengguna KUR yang melakukan kesalahan dalam proses pengajuan maupun penggunaan dana yang didapatkan.
Kesalahan-kesalahan ini bisa berdampak serius terhadap kelangsungan usaha dan reputasi keuangan pelaku UMKM di masa depan.
Berikut adalah beberapa kesalahan umum pengguna KUR yang perlu dihindari:
Menggunakan Dana KUR untuk Keperluan Konsumtif
Salah satu kesalahan paling fatal adalah menggunakan dana KUR untuk kebutuhan pribadi seperti membeli barang elektronik, membayar utang pribadi, atau liburan.
Padahal, KUR adalah pinjaman produktif yang ditujukan untuk menunjang kegiatan usaha.
Jika dana KUR tidak digunakan sesuai peruntukannya, bukan hanya usaha tidak berkembang, tapi juga berisiko menimbulkan masalah pembayaran di kemudian hari.
Bahkan, pihak bank dapat menilai debitur tidak layak mendapatkan pinjaman di masa depan.
Tidak Memahami Syarat dan Ketentuan KUR
Banyak pelaku UMKM langsung mengajukan KUR tanpa membaca dan memahami persyaratan dasarnya. Beberapa ketentuan penting KUR di antaranya adalah:
-Memiliki usaha aktif minimal 6 bulan
-Tidak sedang menerima kredit produktif dari bank lain
-Usaha memiliki potensi dan prospek layak
Sumber resmi seperti kur.ekon.go.id dan bri.co.id/kur telah menyediakan panduan lengkap terkait skema dan ketentuan KUR.
Memahami ini sejak awal bisa memperbesar peluang disetujui dan menghindari penolakan yang tidak perlu.
Tidak Menyiapkan Dokumen Usaha dengan Benar
Kesalahan umum lainnya adalah dokumen yang tidak lengkap atau tidak sesuai format. Dokumen penting yang biasanya diminta antara lain:
-KTP dan Kartu Keluarga
-Surat Keterangan Usaha (SKU) atau NIB
-Laporan keuangan sederhana
-Foto kegiatan usaha
Banyak UMKM gagal karena asal-asalan dalam menyiapkan dokumen. Padahal, bank atau lembaga penyalur akan mengecek kredibilitas usaha dari dokumen tersebut.
Mengandalkan Calo atau Perantara Tidak Resmi
Dalam praktiknya, masih banyak pelaku usaha yang tergoda menggunakan jasa calo dengan iming-iming proses cepat atau pasti cair.
Padahal, pengajuan KUR tidak dipungut biaya dan bisa dilakukan langsung ke bank penyalur resmi seperti BRI, BNI, Mandiri, dan lainnya.
Penggunaan calo sangat berisiko karena berpotensi terjadi penipuan, manipulasi data, atau pungutan liar yang merugikan debitur.
Tidak Memperhitungkan Kemampuan Bayar
Meskipun bunga KUR tergolong rendah (6% per tahun), bukan berarti cicilan dapat diabaikan begitu saja.
Banyak pengguna KUR lalai memperhitungkan arus kas usaha sebelum mengajukan pinjaman. Akibatnya, ketika jatuh tempo cicilan tiba, usaha belum menghasilkan cukup keuntungan.
Sebelum mengajukan KUR, sangat disarankan membuat simulasi cicilan dan mempertimbangkan skenario terburuk agar pembayaran tetap lancar.
Tidak Mengembangkan Usaha Setelah Menerima KUR
KUR seharusnya menjadi pendorong pertumbuhan usaha. Namun, banyak pelaku UMKM justru stagnan setelah menerima dana.
Bahkan ada yang menyimpan uangnya tanpa strategi pengembangan.
Kesalahan ini mengindikasikan kurangnya perencanaan usaha. Idealnya, sebelum menerima dana.
Sudah ada rencana kerja seperti pembelian bahan baku, pengembangan produk, atau peningkatan kapasitas produksi.
Tidak Membangun Riwayat Kredit yang Sehat
Satu hal yang sering diabaikan adalah pentingnya menjaga riwayat kredit. Telat membayar cicilan, apalagi menunggak, dapat tercatat di sistem informasi kredit (SLIK OJK).
Disiplin membayar cicilan bukan hanya kewajiban, tapi juga strategi membangun reputasi finansial yang baik sebagai pelaku usaha.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah peluang besar bagi pelaku UMKM untuk naik kelas. Namun, peluang ini hanya bisa dimaksimalkan jika digunakan dengan bijak.
Hindari kesalahan-kesalahan umum di atas agar usaha bisa berkembang dan keuangan usaha tetap sehat.
Selalu pastikan untuk mendapatkan informasi KUR dari sumber resmi pemerintah atau bank penyalur.
Jika masih ragu, jangan sungkan untuk berkonsultasi langsung ke kantor bank atau Dinas Koperasi setempat. (*)