SOKOGURU, JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, menyampaikan dukungan tegas terhadap langkah Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa,
Baru-baru ini, Gubernur Jatim memerintahkan penerbitan ulang ijazah milik 31 eks karyawan UD Sentosa Seal yang sebelumnya diduga ditahan pihak perusahaan.
Arzeti menyebut langkah tersebut sebagai wujud nyata hadirnya negara dalam menjamin hak-hak dasar pekerja.
Baca juga: Pailitnya Sritex, DPR Soroti PHK Massal dan Tuntut Kebijakan Pemerintah yang Melindungi Pekerja
“Kita apresiasi sikap Ibu Khofifah. Ini bukan hanya soal ijazah, tapi soal keadilan dan keberpihakan pada pekerja,” ujar Arzeti dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis, 24 April 2025.
Kasus Penahanan Ijazah Mencuat Setelah Sidak Wakil Wali Kota Surabaya
Kasus penahanan ijazah mencuat setelah Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, melakukan sidak ke UD Sentosa Seal usai menerima laporan dari eks karyawan.
Inspeksi tersebut justru berujung pada pelaporan pencemaran nama baik oleh pemilik perusahaan, Jan Hwa Diana, meski kemudian laporan itu dicabut.
Arzeti menegaskan bahwa kasus semacam ini masih kerap terjadi di berbagai perusahaan, bahkan yang bonafide sekalipun.
Baca juga: Soroti Nasib Pekerja Sritex, DPR: Jangan Biarkan Perusahaan Tutup dan Pindah ke Luar Negeri
Ia menyerukan agar pemerintah segera membenahi sistem pengawasan ketenagakerjaan dan mempertegas larangan penahanan dokumen pribadi pekerja.
Penahanan Ijazah, Pelanggaran Hak Sipil
“Penahanan ijazah adalah pelanggaran hak sipil yang harus dihentikan. Pemerintah wajib hadir sejak awal dengan regulasi dan pengawasan yang konsisten,” tegasnya.
Ia mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk lebih aktif memonitor perusahaan, khususnya yang mempekerjakan lulusan muda dan buruh pabrik.
Baca juga: DPR Prihatin Maraknya Penutupan Pabrik dan Belasan Ribu Pekerja Kena PHK
Bila terbukti melanggar, perusahaan harus dijatuhi sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha sementara.
Potong Gaji karena Salat Jumat, Arzeti: Ini Pelanggaran HAM
Lebih mengejutkan, Arzeti juga menyoroti dugaan pelanggaran lain di UD Sentosa Seal, yakni pemotongan gaji bagi karyawan muslim yang menjalankan salat Jumat.
Para pekerja disebut mengalami pemotongan gaji hingga empat kali sebulan karena kewajiban ibadah.
“Menjalankan ibadah adalah hak konstitusional yang dilindungi undang-undang. Tidak ada alasan perusahaan memotong gaji hanya karena pekerja melaksanakan salat Jumat,” tegas Arzeti.
Ia merujuk pada Pasal 80 UU No 13 Tahun 2003 yang telah diperbarui menjadi UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, di mana hak beribadah tetap dijamin secara penuh.
Selain potongan salat, laporan juga menyebut perusahaan memotong gaji dua kali lipat dari nilai harian jika pekerja absen, sekitar Rp150 ribu per hari.
“Praktik seperti ini adalah bentuk eksploitasi. Harus ada sanksi dan audit menyeluruh,” tandasnya.
Dorongan Aturan Tegas dan Posko Pengaduan Pekerja
Arzeti meminta Kemenaker segera menerbitkan surat edaran resmi yang secara tegas melarang penahanan ijazah, lengkap dengan sanksi administratif dan pidana yang terukur.
Ia juga mendesak pembentukan posko pengaduan tenaga kerja yang responsif dan aman.
Baca juga: Awas PHK Massal! DPR Ingatkan Efisiensi Anggaran Jangan Rugikan Pekerja
“Pekerja harus punya tempat aman untuk melapor tanpa rasa takut akan intimidasi,” katanya.
Menurut Arzeti, negara tidak boleh hanya reaktif saat kasus meledak di publik. Diperlukan pencegahan sejak dini melalui aturan jelas, pengawasan aktif, dan jaminan perlindungan hukum bagi setiap pekerja.
“Hak pekerja bukan cuma soal penghasilan, tapi tentang penghormatan terhadap martabat manusia secara utuh,” pungkas Legislator dari Dapil Jawa Timur I ini. (SG-2)