SokoKreatif

Pameran JabArt Competition 2024: Buka Jalan Pelaku Ekraf Manfaatkan Intelektual Property

Untuk para pelaku ekraf, penting memahami dan melindungi karya-karya kreatif mereka dengan HaKI. Proses pendaftaran HAKI dimulai dengan mengajukan permohonan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
20 Juli 2024
Sebanyak  40 karya terbaik dari peserta JabArt Competition 2024  dipajang  Para pengunjung yang hadir diberi kesempatan untuk memvoting 40 karya terbaik dengan menempelkan stiker penanda pada karya tersebut. (Dok: Sokoguru/Fajar Ramadan)

JAWA Barat (Jabar) terdepan di sektor ekonomi kreatif Indonesia dengan menorehkan kontribusi pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 20,73% pada ekraf Nasional.

 

Ruang-ruang aktivasi pelaku ekraf menjadi langkah yang terus diupayakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat (Jabar) demi membangun simpul-simpul kreatif yang dapat menjadi kawah candradimuka bagi para pelaku ekonomi kreatif.

 

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Benny Bachtiar yang diwakilkan oleh Kepala Bidang Industri Pariwisata, Rispiaga, dalam sambutannya saat membuka gelaran Talkshow dan Pameran JabArt Competition 2024 di kantor Disparbud Jabar, Kota Bandung, Jumat (19/7).

 

Baca juga: Coaching JabArt Competition: Mentor Tekankan Riset Dulu Baru Desain


“Dengan kontribusi tersebut, kita masih punya pekerjaan rumah yakni mengembangkan ekraf khususnya regulasi dan ekosistem untuk menghadapi revolusi digital 5.0,” imbuhnya.

 

JabArt Competition, lanjutnya,  telah memasuki tahun penyelenggaraan ke-3 untuk mendorong partisipasi dari berbagai kalangan, masyarakat umum yang tertarik dalam desain karakter dan lainnya,” imbuhnya.

 

Acara hari ini, tambahnya lagi, khususnya membuka jalan untuk mengetahui cara memanfaatkan intellectual property agar para pelaku ekraf dapat melakukan valuasi hak kekayaan intelektualnya.

 

Baca juga: Coaching Clinic JabArt Drawing Competition Beri Peserta Wawasan dan Pengalaman

 

“Kita lihat Tahi Lalat itu sudah bisa bersanding dengan Shincan dan One Piece, ini harapan kita. Nantinya bisa muncul pelaku ekraf yang bisa mengikuti jejak tersebut,” harapnya.

 

Dalam acara tersebut digelar talkshow bertajuk “Pemanfaatan Intellectual Property Ekonomi Kreatif” itu hadir sebagai narasumber Motulz Anto, digital communication manager Indonesiana TV, Dida Ibrahim, staf pengajar Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung (DKV FRSD ISBI)  dan Ketua Jurusan Program Studi FRSD ISBI Bandung, serta Raka Saputra, praktisi desain dan ilustrator dari digital agency Rumput Liar.

 

Dalam sesi pematerian, Motulz Anto  menyoroti Intelektual Property dan pemanfaatan media sosial.

 

 “Media sosial ini sebetulnya bisa memanfaatkan maskot yang dilombakan dalam acara ini. Maskot ini punya potensi, sangat style, dan dirancang spesifik untuk personifikasi seperti manusia agar lebih mudah berinteraksi dengan audiens,” jelasnya.

 

Maskot yang ekspresif, sambungnya,  bisa lebih dekat dengan masyarakat dan bisa menjadi karakter komik, karena karakter komik untuk menjadi maskot itu gampang-gampang susah, sementara maskot bisa menjadi komik. 

 

“Media sosial yang fleksibel memungkinkan maskot ini muncul dengan ekspresi-ekspresi yang menarik seperti 'duh', 'euy', dan lain-lain,” ungkapnya.


 

HaKI

Sementara itu, Dida Ibrahim membahas terkait hak kekayaan intelektual (HAKI). “Untuk para pelaku ekraf, penting memahami dan melindungi karya-karya kreatif mereka dengan HAKI. Proses pendaftaran HAKI dimulai dengan mengajukan permohonan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” ujarnya.

Setelah itu, lanjut Dida, karya akan melalui proses pemeriksaan substantif untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak cipta lain. Ini penting untuk memberikan perlindungan hukum dan memungkinkan pelaku ekraf mendapatkan manfaat ekonomi dari karya mereka. 

 

Di sisi lain, Raka Saputra yang membahas bagaimana IP dari karya grafis dapat dijual dengan memanfaatkan NFT, mengatakan, teknologi NFT (Non-Fungible Token) memungkinkan karya grafis untuk dijual dan diperdagangkan secara digital dengan aman. 

 

“NFT memberikan bukti kepemilikan yang unik untuk setiap karya, memungkinkan seniman mendapatkan royalti setiap kali karya mereka dijual kembali. Ini membuka peluang besar bagi pelaku ekraf untuk memonetisasi karya mereka secara global,” terangnya.

 

Pada acara itu  40 karya terbaik dari peserta JabArt Competition 2024  dipajang di sana. Para pengunjung yang hadir diberikan kesempatan untuk memvoting 40 karya terbaik dengan menempelkan stiker penanda pada karya tersebut.

 

Acara Talkshow dan Pameran JabArt Competition 2024 ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi bagi para pelaku ekonomi kreatif, tetapi juga memberikan edukasi penting mengenai pemanfaatan intellectual property dan teknologi digital dalam mengembangkan karya mereka. (Fajar Ramadan/SG-1)