SOKOGURU, BANDUNG- Timbulan sampah harian Kota Bandung mencapai 1.492 ton per hari. Sementara kapasitas TPA Sarimukti hanya bisa menampung 938 ton per hari.
Sehingga terdapat gap 554 ton per hari yang tidak dapat sepenuhnya dikirim ke fasilitas akhir dan harus dikelola di dalam kota.
Untuk menekan gap tersebut, sebanyak 1.597 RW kini diaktifkan sebagai simpul pengolahan organik. Setiap RW didukung oleh satu petugas pemilah dan pengolah dengan kapasitas olah 100 kg per RW setiap harinya.
Baca juga: Bentuk Pengelola Sampah Tingkat Kelurahan, Pemkot Bandung-IATL ITB Uji Coba di dua Kelurahan
Demikian keterangan yang disampaikan Diskominfo Kota Bandung, Selasa, 2 Desember 2025 sore.
"Kami juga transparan. Masalah sampah tidak akan selesai hanya di fasilitas akhir. Itu sebabnya kami gerakkan 1.597 RW sebagai barisan terdepan gerakan pilah dan olah dari rumah, dari gang, dari lingkungan terdekat,” ujar Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan.
“Ketika sampah organik diolah jadi kompos, kebun pangan tumbuh di pekarangan, dan gizi keluarga meningkat. Di situlah sistem sirkular kita benar-benar bekerja," imbuhnya.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bertekad membereskan penanganan sampah di tengah keterbatasan kuota pengiriman ke TPA Sarimukti.
Baca juga: Cegah TPS Liar, Bandung Genjot Insinerator dan Program Bebas Sampah di 700 RW
Di sisi lain, hingga akhir kuartal 2025, Pemkot bersama kolaborator sektor swasta telah mengoperasikan infrastruktur pengolahan kota berprinsip 3R (Reduce – Reuse – Recycle) dengan capaian 207,58 ton per hari.
Mulai dari kebersihan jalan dan gang sejak pagi, berkurangnya bau di TPS, ritme pengangkutan dan pengolahan yang lebih baik, hingga manfaat yang kembali lagi ke keluarga melalui pangan sehat dan peningkatan kualitas kesehatan.
“Bandung butuh solusi yang sistemik, tegas, terukur, dan dirasakan manfaatnya langsung oleh warga. Kami perkuat layanan pengangkutan dan pengolahan di hilir, termasuk pengelolaan residu lewat insinerator dengan standar emisi yang terkendali," ujarnya.
Baca juga: Bandung Dorong Wirausaha dari Sampah! Wali Kota Farhan: Lewat Maggot, Kita Bisa Cuan dari Limbah!
Walau sebagian sampah sudah bisa diolah di dalam kota, volumenya masih belum cukup untuk menyelesaikan seluruh sisa sampah yang tak bisa dikirim ke TPA, sehingga pemerintah kota memperluas wilayah penyelesaian ke level RW, kawasan komersial dan rumah tangga.
Skema itu membuka potensi pengolahan mandiri hingga 159,7 ton per hari yang menjadikan RW bukan lagi unit administratif, melainkan garda terdepan pengurangan sampah dari sumbernya.
Petugas RW fokus pada pemilahan dan pengolahan sampah organik agar tidak tertahan lama di TPS, memotong potensi bau, sekaligus menghasilkan kompos yang dapat dimanfaatkan kebun warga di program Buruan SAE (Sehat, Alami, Ekonomis).
Selanjutnya, Pemkot juga mendorong 86,72 ton per hari dapat diolah langsung kawasan usaha seperti hotel, perkantoran, restoran, ritel serta rumah tangga melalui pengelolaan internal.
Dengan begitu, rantai olah kota dibangun melalui empat komponen kunci, yaitu infrastruktur kota, RW, kawasan usaha, dan rumah tangga, yang menjadikannya sebagai sistem kebersihan berlapis yang tidak lagi bertumpu pada satu poros penyelesaian.
Pada pos pengolahan residu besar yang tidak dapat ditangani oleh 3R hulu, kinerja insinerator diperkuat sebagai komponen hilir pengurangan volume besar namun tetap menjaga taat baku mutu emisi dan disiplin operasi.
Pemkot Bandung memastikan, penguatan insinerator dilakukan dengan orientasi tata kelola operasi, bukan substitusi dari edukasi 3R di sumber.
Transformasi tersebut diperkuat melalui orkestrasi tiga program sirkuler kota yang berjalan berkesinambungan yakni, pertama, Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) berfokus pada pengurangan dan pemilahan di sumber, serta pemanfaatan sampah organik menjadi kompos dan eco-enzyme.
Kedua, uruan SAE yaitu ruang pemberdayaan kebun kolektif dan keluarga berbasis pemakaian kompos dari hulu. Ketiga, Dapur Dahsat merupakan program penguatan gizi keluarga dan pencegahan stunting dengan memanfaatkan hasil panen kebun warga dan pangan lokal.
Ketiganya membentuk mata rantai sirkular baru. Sampah organik yang dipilah warga kini diolah di RW menjadi kompos serta eco-enzyme.
Hasil olahan itu kemudian kembali masuk ke kebun keluarga atau komunitas sebagai pupuk alami untuk menyuburkan tanaman pangan.
Dari kebun-kebun tersebut, warga memanen pangan sehat yang bisa langsung dikonsumsi di rumah, dibagikan di lingkungan atau dimanfaatkan sebagai bahan pada program gizi keluarga.
Siklus ini pada akhirnya memperkuat asupan bergizi, menurunkan risiko stunting dan secara bertahap meningkatkan kualitas kesehatan keluarga di Kota Bandung.
Agar mata rantai sirkular ini berjalan optimal, ritme layanan kebersihan kota pun disesuaikan lebih awal.
Sementara itu, jam operasional penyapuan dimajukan ke pukul 04.00 WIB, memastikan jalan dan gang bersih sebelum aktivitas warga dimulai.
Perubahan waktu ini bukan sekadar penyesuaian jam kerja, tetapi didesain untuk menekan dampak layanan yang sebelumnya beririsan dengan jam keberangkatan sekolah dan jam produktif warga.
Dengan ruang publik yang sudah bersih sejak pagi maka mobilitas warga menjadi lebih nyaman.
Lebih lanjut, Wali Kota Farhan menyebut, keberlanjutan sistem kebersihan tidak hanya diukur dari tonase, tetapi dari pengalaman langsung yang dirasakan warga.
Mulai dari kebersihan jalan dan gang sejak pagi, berkurangnya bau di TPS, ritme pengangkutan dan pengolahan yang lebih baik, hingga manfaat yang kembali lagi ke keluarga melalui pangan sehat dan peningkatan kualitas kesehatan.
“Bandung butuh solusi yang sistemik, tegas, terukur, dan dirasakan manfaatnya langsung oleh warga. Kami perkuat layanan pengangkutan dan pengolahan di hilir, termasuk pengelolaan residu lewat insinerator dengan standar emisi yang terkendali," tambah Farhan.
Ia menyebut, penanganan masalah sampah di Kota Bandung bukan sekadar target tonase, melainkan soal kualitas hidup keluarga Bandung
"Dengan komitmen pemerintah yang kuat dan kolaborasi warga yang konsisten, insyaallah Bandung akan semakin bersih, sehat, dan lebih kuat,” ujar Farhan.
Pemerintah Kota Bandung optimistis pendekatan multi-simpul ini akan secara bertahap menutup selisih kapasitas pengelolaan sampah di dalam kota, sekaligus memastikan sistemnya lebih berfokus pada kebutuhan warga.
Bukan hanya memindahkan sampah, tetapi juga mengelolanya dari sumber, mengurangi bau di TPS, menjaga ritme pengangkutan dan pengolahan agar tetap stabil, serta menghadirkan manfaat yang kembali langsung ke keluarga dan lingkungan.
Pola ini diharapkan memperkuat ketahanan kebersihan kota dalam jangka panjang.
Selain itu, Pemkot Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidip menegaskan komitmennya menjaga kelestarian sungai dengan memastikan bahwa pengelolaan sampah tidak dilakukan melalui pembuangan ke sungai dalam bentuk apa pun.
Semua hal yang dilakukan Pemkot Bandung berkaitan dengan pengelolaan dan penanganan sampah melibatkan aparat kewilayahan. Camat dan lurah merupakan wali kota di wilayahnya yg mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam pengolahan sesuai aturan yg telah ditentukan. (SG-1)