Soko Lokal

Bapanas Ajak Siswa SMP Cirebon Jadi Agen Perubahan dalam Penyelamatan Pangan

Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah sampah makanan cukup tinggi. Sisa makanan yang terbuang itu bisa menjadi boomerang tersendiri bagi lingkungan.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
13 Juni 2025
<p>Direktur Kewaspadaan Pangan  Bapanas/NFA, Nita Yulianis, menjadi keynote speech (pembicara kunci) pada Pelatihan Pahlawan Pangan (Food Defender Kota Cirebon) di Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis, 12 Juni 2025. (Dok. Bapanas/NFA)</p>

<p> </p>

Direktur Kewaspadaan Pangan  Bapanas/NFA, Nita Yulianis, menjadi keynote speech (pembicara kunci) pada Pelatihan Pahlawan Pangan (Food Defender Kota Cirebon) di Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis, 12 Juni 2025. (Dok. Bapanas/NFA)

 

SOKOGURU, CIREBON- Sampah makanan saat ini menjadi tantangan yang nyata, Badan Pangan Dunia (FAO) menyebutkan secara global 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya dan itu setara dengan 1/3 makanan yang diproduksi untuk konsumsi dunia.

Untuk itu, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) terus menggaungkan Stop Boros Pangan sebagai upaya pencegahan sisa pangan (food waste). 

Langkah tersebut sekaligus ingin mengubah perilaku masyarakat khususnya generasi muda, untuk menumbuhkan perilaku menghargai makanan dengan tidak menyia-nyiakan pangan.

Baca juga: Kota Bandung Dorong Gaya Hidup Bijak Pangan Lewat Kampanye ‘Stop Boros Pangan’

Direktur Kewaspadaan Pangan  Bapanas/NFA, Nita Yulianis, mengatakan hal itu  saat menjadi keynote speech (pembicara kunci) pada Pelatihan Pahlawan Pangan (Food Defender Kota Cirebon) di Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis, 12 Juni 2025.

“Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah sampah makanan cukup tinggi, berdasarkan kajian Sisa dan Susut Pangan (SSP) Badan Perancanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) timbunan sampah makanan mencapai 23 hingga 48 juta ton per tahun.” jelasnya, seperti dikutip keterangan resmi Bapanas/NFA, Jumat, 13 Juni.

Lebih lanjut, Nita memaparkan, timbulan SSP berasal dari 5 tahap rantai pasok yaitu tahapan produksi, pascapanen dan penyimpanan, proses dan pengemasan, distribusi dan pemasaran, serta konsumsi. 

Baca juga: Bapanas Ajak Gen Z Jadi Agen Perubahaan Perilaku Pemborosan Pangan

“Tahapan konsumsi merupakan titik kritis nya karena sampah makanan terbesar ada pada tahap ini, sekitar 5-19 juta ton/tahun yang apabila bisa diselamatkan dapat memberi makan 62-125 juta orang,” imbuhnya.

Sampah makanan tidak hanya mengakibatkan kerugian pada sektor ekonomi namun juga berpengaruh terhadap lingkungan.

Perlu diketahui juga, ujarnya, ternyata sisa makanan yang terbuang itu bisa menjadi boomerang tersendiri bagi lingkungan, karena akan menghasilkan gas metana yang menyebabkan efek rumah kaca. Sehingga berkontribusi terjadinya perubahan iklim yang menyebabkan bumi akan semakin panas.

“Jadi mulai saat ini Stop Boros Pangan harus dijadikan budaya dan itu dimulai semenjak dini, peran adik-adik sangat penting dalam mendorong dan menumbuhkan kesadaran perilaku stop boros pangan untuk mencegah sisa pangan. Apalagi sebagai penerima Makan Bergizi Gratis, tolong dihabiskan ya makanannya jangan sampai ada yang terbuang,” imbuh Nita.

Baca juga: Bapanas Harap Generasi Muda Turut Dorong Kesadaran Pola Konsumsi yang Baik dan Benar

Ia pun mengajak para siswa yang hadir untuk bisa mengambil peran sebagai agen perubahan di dalam upaya penyelamatan pangan. 

“Kami berharap adik-adik semua mensosialisasikan Stop Boros Pangan ini ke lingkungannya dimulai dari diri sendiri. Mari mulai dari langkah kecil, ambil makanan secukupnya, habiskan tanpa sisa, karena makanan bukan untuk disia-siakan.” ungkapnya.

Menutup paparannya Direktur Kewaspadaan Pangan NFA itu  memberikan apresiasi kepada Kota Cirebon dalam menindaklanjuti upaya menggiatkan Stop Boros Pangan melalui terbitnya SE Walikota tentang Gerakan Selamatkan Pangan, salah satunya melalui inisiasi Pahlawan Pangan/Food Defender kepada siswa siswi SMP.

Sementara itu Kepala NFA Arief Prasetyo Adi di berbagai kesempatan sering mengajak para masyarakat untuk tidak membuang-buang makanan. “Mari kita membiasakan untuk tidak membuang-buang makanan yang ada di meja makan, kosongkan piring dan habiskan makanan yang ada,” ajaknya.

Makanan, menurut Arief,  bukan hanya soal nutrisi, namun merupakan kerja keras petani dan nelayan. Setiap butir nasi yang terbuang artinya kita menyia-nyiakan sumber daya alam, tenaga kerja, dan biaya produksi yang besar. 

“Kita perlu mengubahnya, khususnya di kalangan generasi muda sebagai agen perubahan masa depan,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Cirebon, Elmi Masruroh, saat membuka acara menyebutkan pelatihan itu untuk mendukung upaya penyelamatan pangan serta meningkatkan kesadaran dan peran generasi muda sebagai agen perubahan (agent of change) pada penguatan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat.

“Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, tetapi masih banyak perilaku pemborosan pangan yang dilakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan perilaku serta pemikiran sejak dini kepada anak usia sekolah bahwa makanan harus dihabiskan sehingga tidak mubazir.” Ucapnya.

Setelah acara pelatihan itu, ujarnya, diharapkan adik-adik semua diharapkan dapat menularkan ilmu dari pelatihan yang nanti diberikan kepada teman-temannya bahwa makanan itu harus dihabiskan.

Kegiatan yang dilaksanakan di Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Cirebon ini dihadiri oleh pejabat lingkup DKP3 Kota Cirebon, beberapa perwakilan sekolah lingkup Kota Cirebon yang telah menerima program MBG seperti SMP 1, SMP 4, SMP Veteran, SMP Telekomunikasi Sekar Kemuning, serta Kepala perwakilan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kota Cirebon. (SG-1)