SEBAGAI warisan budaya adiluhung di Indonesia, wayang memuat nilai-nilai filosofis yang relevan dengan nilai-nilai kehidupan. Namun, tantangan di era digital membuat para pelaku seni tradisi itu mulai dari pembuat wayang hingga seni pertunjukannya kian surut.
Wayang yang kini lebih dicintai oleh warga negara asing sebetulnya, merupakan tamparan keras bagi Indonesia.
Hal itu disampaikan, Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam sambutannya pada peringatan Hari Wayang Nasional (HWN) Ke-6 & Living Intangible Cultural Heritage (ICH) Forum Ke-4, di Gedung Pewayangan Kautaman TMII Jakarta Timur, Selasa (5/11).
Baca juga: Wayang Jogja Night Carnival (WJNC) 2024, Parade Spektakuler Sambut HUT ke-268 Yogyakarta
Acara yang mengusung tema Exploring The Essentials Of Bridge Building Of Humanity Through Culture (Eksplorasi Esensi Bangunan Jembatan Kemanusiaan Melalui Kebudayaan) itu ditayangkan langsung lewat YouTube Kementerian Kebudayaan (Kemendikbud) dan diselenggarakan oleh Sekretariat Nasional Wayang Indonesia. (Senawangi) bersama Kemendikbud.
“Di era digital para seni pewayangan menghadapi tantangan berat dari media-media baru. Terutama dikalangan generasi muda, bagaimana wayang bisa hadir di tengah-tengah mereka. Itu tantangan mereka,” ungkap Fadli Zon. pria yang memiliki koleksi 7500 wayang itu.
Dok. Istimewa
Lebih lanjut, pria yang memiliki koleksi 7.500 wayang itu mengatakan, banyak ekspresi-ekspresi lain yang akhirnya menggeser seni tradisi yang membuat wayang semakin ditinggalkan.
Baca juga: AOC ke-9 De Heros, Potret Wayang dalam Busana Karya Mahasiswa ISBI
“Saya menekankan ada inovasi dengan sentuhan teknologi digital, cerita juga apakah gaya dulu dari jam 21.00 WIB sampai 04.00 apakah masih relevan. Banyak juga cerita yang perlu adaptasi pada perkembangan zaman,” jelasnya lagi.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) itu menyayangkan keadaan tersebut mempengaruhi ekosistem pewayangan di Indonesia.
“Saya mendengar pembuat gamelan semakin sedikit, pengukir wayang juga semakin sedikit, sunggingan wayang juga semakin sedikit,” imbuh Menteri Kebudayaan itu lagi.
Baca juga: Sajikan Budaya Bali, Samsara Living Museum Diharap Makin Dongkrak Pariwisata Bali
Dalam kesempatan itu, dilakukan pula peluncuran buku Pesona Wayang Indonesia setebal 600 halaman karya Fadli Zon.
Ia menambahkan edukasi dan literasi tentang pewayangan juga penting untuk dibenahi. Konteks tersebutlah yang menjadi dasar penulisan buku tentang wayang tersebut.
“Konteks tersebut yang saya coba gali melalui buku 600 halaman yang akan dibahas para ahli. Ini tidak sempurna mungkin setidaknya ini bisa menambah literasi tentang pewayangan di Indonesia,” imbuh Menteri Fadli Zon.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan bahwa kini bersama Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha tengah aktif menyambangi komunitas-komunitas baik yang bergerak dalam seni tradisi, populer, dan kontemporer.
“Pelaku budaya kontemporer seluruhnya kita harus rangkum untuk menjadikan gerakan bersama untuk memajukan kebudayaan di Indonesia. Saya bersaksi tidak ada negara yang kekayaan budayanya sehebat Indonesia,” jelasnya.
Menbud juga mengapresiasi inisiatif Senawangi yang telah konsisten menyelenggarakan helatan ini selama empat tahun berturut-turut dan menjadi pusat pelestarian pewayangan Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Senawangi, Bambang Sulistyo, menyampaikan, Indonesia berkepentingan menjaga dan melestarikan beragam seni budaya, khususnya wayang agar karya budaya ini tetap dapat dinikmati generasi berikutnya.
“Dengan konsep wirama, wirasa, wiraga, dan lakon-lakon yang kaya makna wayang menjadi cerminan dari kearifan lokal dan kehidupan spiritual bangsa Indonesia selama ratusan tahun,” ungkapnya.
Bambang menambahkan, program acara tahunan Senawangi tersebut bersifat transnasional yang merupakan wadah dialog kebudayaan maupun apresiasi seni dan budaya. Menjadi ruang di mana wayang digali dan didalami kandungan maknanya dan pesan etika moral cerita wayang yang dipergelarkan.
“Dengan demikian, wayang selain menjadi tontonan juga berfungsi sebagai suatu tuntunan dan tatanan inspiratif dalam kehidupan,” pungkasnya.
Setelah membuka resmi peringatan Hari Wayang Nasional (HWN) yang jatuh pada 7 November mendatang, acara dilanjutkan dengan bedah buku tersebut.
Tiga narasumber hadir sebagai pembahas yakni Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Basuki Teguh Yuwono, Rektor Universitas Multimedia Nusantara Ninok Leksono dan dalang Gaura Mancacaritadipura. Bedah buku tersebut dimoderatori oleh Sumari dari Senawangi. (Fajar Ramadan/SG-1)