TRAGEDI yang menimpa Aulia Risma Lestari, seorang dokter muda yang tewas dalam kondisi yang mencurigakan, telah membuka kembali luka lama dalam dunia pendidikan kedokteran di Indonesia.
Kasus ini tidak hanya mencerminkan kesedihan individu, tetapi juga menjadi cermin dari masalah sistemik yang telah lama menggerogoti lingkungan pendidikan para calon dokter di Tanah Air.
Dalam rapat kerja antara Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, kasus Aulia Risma Lestari mendapat sorotan serius.
Baca juga: UU Kesehatan Siap Atur Kebutuhan Dokter Spesialis yang Langka di Daerah
Anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP, Edy Wuryanto, dengan tajam menggambarkan dunia pendidikan klinik sebagai “rimba hutan” yang penuh dengan kekejaman bagi mahasiswa kedokteran.
“Kasus Aulia adalah alarm keras yang menandakan betapa buruknya perilaku dalam pendidikan klinik, khususnya di kalangan pendidikan dokter,” ungkap Edy sebagaimana dilansir situs DPR RI, baru-baru ini.
Ucapannya ini tidak berlebihan. Dunia pendidikan kedokteran, yang seharusnya menjadi tempat para calon dokter belajar dan berkembang, sering kali berubah menjadi medan yang penuh tekanan, intimidasi, dan perundungan.
Menkes: Sudah Saatnya Praktik Perundungan Dihentikan
Menanggapi kekhawatiran ini, Menkes Budi Gunadi menegaskan bahwa praktik perundungan harus segera dihentikan.
Baca juga: Buntut Kritik Impor Dokter Asing, Pemberhentian Dekan FK Unair Sulut Kontroversi
Menkes mengakui bahwa bentuk-bentuk perundungan seperti eksploitasi finansial, intimidasi, dan kekerasan verbal telah menjadi rahasia umum di kalangan dokter residen.
“Dokter junior sering dipaksa menanggung biaya pribadi dokter senior, dijadikan asisten pribadi yang mengerjakan tugas-tugas akademik hingga pekerjaan rumah tangga, dan sering kali menjadi sasaran intimidasi serta kekerasan verbal,” ujar Budi.
Sebagai langkah nyata, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 1512 Tahun 2023 tentang perundungan.
Selain itu, sebuah platform pengaduan online juga telah disediakan untuk memudahkan para korban melaporkan kasus perundungan yang mereka alami.
Menkes menegaskan bahwa pemerintah akan menyediakan pendampingan psikologis dan jaminan keamanan bagi korban, sementara pelaku akan diberi sanksi tegas sesuai peraturan yang berlaku.
Hapuskan Budaya Buruk yang Mengakar
Namun, langkah-langkah ini tidak mudah dijalankan. Kultur perundungan yang telah mengakar dalam dunia pendidikan kedokteran, ditambah dengan kurangnya kesadaran akan dampak buruknya, serta ketakutan korban untuk melapor, menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.
Baca juga: Baleg DPR Sebut Revisi UU Pendidikan Kedokteran Mendesak Disahkan
Banyak yang masih menganggap perundungan sebagai bagian dari "proses pendidikan" yang tak terelakkan.
Untuk menghancurkan budaya ini, diperlukan upaya kolektif dari semua pihak. Pemerintah, institusi pendidikan, tenaga kesehatan, dan masyarakat harus bersatu untuk menciptakan perubahan.
Peningkatan pengawasan, pendidikan dan pelatihan tentang pencegahan perundungan, serta perubahan budaya yang lebih menghargai nilai-nilai kemanusiaan adalah beberapa langkah konkret yang dapat diambil.
Selain itu, perlindungan hukum yang lebih kuat juga diperlukan untuk memastikan bahwa pelaku perundungan mendapat sanksi yang setimpal.
Hanya dengan langkah-langkah ini, kita bisa berharap bahwa dunia pendidikan kedokteran di Indonesia akan berubah menjadi lingkungan yang lebih aman dan mendukung.
Tragedi Aulia Risma Lestari: Sebuah Pengingat
Tragedi yang menimpa dokter muda Aulia Risma Lestari bukan sekadar cerita pilu yang menghentak publik, tetapi juga menjadi pengingat betapa pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif.
Kasus ini menyoroti perlunya komitmen yang kuat dari semua pihak untuk memberantas perundungan dalam dunia kedokteran, sehingga generasi dokter masa depan dapat belajar dan berkembang dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat.
Dengan komitmen bersama, kita dapat mengubah tragedi ini menjadi titik balik menuju reformasi yang lebih besar dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.
Sebab, para calon dokter ini bukan hanya harapan masa depan bangsa, tetapi juga penjaga kehidupan yang layak mendapatkan pendidikan yang manusiawi dan penuh rasa hormat. (SG-2)