Ekonomi

Hapus Utang UMKM, Pengamat: Fokus ke Super Mikro dan Risiko Moral Hazard

PP Nomor 47 Tahun 2024 mengamanatkan penghapusan piutang kepada UMKM dengan kriteria nasabah yang telah gagal bayar selama 10 tahun atau lebih. 

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
08 November 2024
Pelaku UMKM mengikuti kegiatan pameran. PP Nomor 47 Tahun 2024 mengamanatkan penghapusan piutang kepada UMKM dengan kriteria nasabah yang telah gagal bayar selama 10 tahun atau lebih. (Dok.BRI)

PRESIDEN Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

 

Kebijakan ini ditujukan untuk meringankan beban UMKM yang terdampak oleh penurunan daya beli dan menghadapi kendala pembayaran piutang selama lebih dari satu dekade. 

 

Beberapa sektor yang menjadi sasaran adalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, serta sektor UMKM seperti fesyen, kuliner, dan industri kreatif.

 

Baca juga: DPR RI Minta Penghapusan Utang UMKM Dikawal Ketat agar Tepat Sasaran

 

PP ini mengamanatkan penghapusan piutang kepada UMKM dengan kriteria nasabah yang telah gagal bayar selama 10 tahun atau lebih. 

 

Sasaran kebijakan ini mencakup sekitar 1 juta pelaku UMKM dengan nilai utang maksimal Rp 500 juta untuk badan usaha dan Rp 300 juta untuk individu. 

 

Bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) diberi tanggung jawab untuk menjalankan kebijakan ini dengan total nilai penghapusan piutang yang diperkirakan mencapai Rp 10 triliun.

 

Ketua Asosiasi Industri UMKM Akumandiri, Hermawati Setyorini, mengapresiasi kebijakan ini sebagai bentuk dukungan yang dibutuhkan oleh UMKM yang kesulitan. 

 

Namun, ia mengingatkan potensi penyalahgunaan kebijakan, terutama jika tidak ada kriteria ketat bagi pelaku UMKM yang berhak menerima penghapusan piutang. 

 

Baca juga: DPR RI Sambut Baik Kebijakan Penghapusan Utang bagi UMKM, Nelayan, dan Petani

 

"Saya banyak dihubungi oleh pelaku UMKM yang khawatir bahwa kebijakan ini malah dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang sudah masuk segmen kecil dan menengah," ujar Setyorini pada Kamis (7/11).

 

Sementara itu, Nenden, pemilik Toko Abon Ibu Achmad, menyatakan bahwa kebijakan ini terasa tidak adil bagi pelaku UMKM yang disiplin membayar utang. 

 

“Pemerintah juga seharusnya memberikan dukungan bagi usaha yang tidak berutang,” ujar Nenden saat ditemui di Bandung, Jumat (8/11). 

 

Surya, pemilik rumah makan Cirebon di Pasar Kosambi, berharap kebijakan tersebut dapat membantunya memulihkan usahanya yang terdampak pandemi.

 

Bisa Memicu Moral Hazard

 

Manajer Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Terpadu (Pesat) di bank bjb, Apsoro, menilai kebijakan penghapusan piutang kepada UMKM ini dapat memunculkan risiko moral hazard.

 

Beberapa pihak merasa tidak perlu bertanggung jawab atas kewajiban keuangan mereka di masa depan. 

 

Baca juga: Menghapus Utang UMKM, Langkah Nyata atau Strategi Populisme?

 

Apsoro menyoroti pentingnya kriteria yang berfokus pada pelaku usaha super mikro agar dukungan lebih tepat sasaran.

 

OJK Catat Kredit Macet UMKM Capai Rp33,13 Triliun Hingga Agustus 2024

 

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit macet UMKM di bank BUMN tercatat mencapai Rp 33,13 triliun hingga akhir Agustus 2024. 

 

 

Di masa pemerintahan sebelumnya, kebijakan serupa pernah diterapkan, namun diiringi kekhawatiran mengenai dampak moral hazard yang dapat menghambat praktik manajemen keuangan yang sehat.

 

Apsoro juga menyampaikan bahwa kebijakan ini bisa berdampak pada kepercayaan lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit kepada pelaku UMKM di masa depan. 

 

Baca juga: Menghapus Utang UMKM: Solusi atau Kebijakan Setengah Hati?

 

Ia merekomendasikan adanya program pendampingan bagi pelaku UMKM agar dapat memahami manajemen utang dan keuangan dengan baik, sehingga kebijakan penghapusan piutang ini tidak merugikan stabilitas finansial jangka panjang.

 

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara mendukung UMKM dan mempertahankan literasi keuangan yang sehat di kalangan pelaku usaha. (SG-2/Fajar Ramadan)