Ekonomi

Apindo DKI dan Serikat Buruh Bersatu Tolak Potongan Gaji untuk Iuran Tapera

Apindo DKI Jakarta bersama serikat pekerja dan buruh menyatakan penolakan tegas terhadap kebijakan potongan gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
10 Juni 2024
Konferensi pers penolakan program Tapera yang membebani pengusaha dan pekerja di Kantor DPP Apindo DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (10/6). (Ist/Tangkapan Layar Youtube Kompas)

DALAM sebuah langkah yang menunjukkan ketidakpuasan kolektif, Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta bersama serikat pekerja dan buruh menyatakan penolakan tegas terhadap kebijakan potongan gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

 

Penandatanganan pernyataan bersama ini dilakukan di Kantor DPP Apindo DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (10/6).

 

"Saat ini ada delapan serikat bersama saya sebagai Ketua Umum DPP Apindo yang telah menandatangani," ungkap Ketua DPP Apindo DKI Jakarta Solihin dalam konferensi pers di Kantor DPP Apindo DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (10/6).

 

Baca juga: Menteri PUPR Jadi Ketua Komite BP Tapera, DPR Soroti Dua Poin Kebijakan Kontroversial

 

Penolakan Massal dari Berbagai Serikat Pekerja

 

Penandatanganan dilakukan oleh perwakilan dari DPP Apindo DKI Jakarta, Federasi Serikat Pekerja (FSP) Logam Elektronik dan Mesin (LEM/SPSI), FSP Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI KSBSI), FSP Serikat Pekerja Nasional (SPN/KSPI), serta beberapa serikat pekerja lainnya.

 

Kebijakan iuran Tapera ini, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, mengharuskan potongan gaji pekerja sebesar 2,5 persen, dengan tambahan 0,5 persen ditanggung perusahaan, dan mulai berlaku pada tahun 2027.

 

Beban Tambahan bagi Pengusaha dan Pekerja

 

Menurut Solihin, kebijakan ini menjadi beban tambahan bagi pemberi kerja dan pekerja, serta mengejutkan dunia usaha dan pekerja di DKI Jakarta.

 

"Walau sudah diberikan beberapa narasi yang sama sebelumnya, bahkan beberapa draf sebelum ini, kita sudah sampaikan penolakan, tapi 20 Mei ditandatangan atas hal itu," ujar Solihin.

 

Baca juga: Tapera Bebani Pekerja Mandiri, DPR Minta Pemerintah Batalkan Kebijakan

 

Solihin mengungkapkan bahwa pengusaha dan pekerja di DKI Jakarta sudah dibebankan dengan berbagai potongan seperti BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kesehatan yang totalnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen.

 

"Beban wajib pengusaha dan pekerja berpotensi membuat potongan meningkat hingga 20 persen ke atas," tambahnya.

 

Seruan untuk Pembatalan

 

Dalam pernyataan tegasnya, Solihin menekankan bahwa iuran Tapera ini seharusnya bersifat sukarela karena berperan sebagai tabungan pribadi.

 

Ia juga menyoroti kesamaan iuran Tapera dengan program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT).

 

Baca juga: Ungkap Rp 567 Miliar Dana TaperaTertahan: Kegagalan Sistemik atau Kesalahan Manajemen?

 

"Sebagai asosiasi yang menaungi dunia usaha dan pekerja yang terdampak, kami hendak sampaikan untuk membatalkan. Kita menuntut untuk membatalkan implementasi Tapera sebagai kewajiban," tegasnya.

 

Alternatif Pendanaan dari BPJS Ketenagakerjaan

 

Sebelumnya, Apindo dan KSBSI menyarankan pemerintah untuk lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, yang mencapai maksimal 30 persen dari total aset sebesar Rp460 triliun, untuk program MLT perumahan bagi pekerja.

 

Dana ini dianggap cukup besar dan belum dimanfaatkan secara maksimal.

 

Menolak Penundaan, Meminta Pembatalan

 

Solihin menegaskan bahwa pengusaha dan pekerja sepakat untuk menolak implementasi iuran Tapera secara keseluruhan, bukan hanya menunda.

 

"Kami tidak mengharapkan aturan ini ditunda seperti narasi-narasi yang diumumkan. Kami sepakat untuk menolak implementasinya secara keseluruhan," tutupnya.

 

Dengan adanya penolakan ini, pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan iuran Tapera dan mencari solusi yang tidak membebani lebih lanjut pengusaha dan pekerja di Indonesia. (SG-2)