PROGRAM Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dirancang untuk mengatasi backlog perumahan di Indonesia terus menuai polemik.
Anggota Komisi V DPR RI, Irene Yusiana Roba Putri, menyoroti kebijakan yang dikepalai oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, dan mempertanyakan efektivitas serta keadilan dari program ini.
Dalam rapat kerja di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Irene menyampaikan sejumlah pertanyaan yang sering diajukan oleh masyarakat dan media.
Baca juga: Tapera Bebani Pekerja Mandiri, DPR Minta Pemerintah Batalkan Kebijakan
“Kementerian PUPR memimpin sektor perumahan, dan Pak Menteri juga menjadi Ketua Komite BP Tapera,” katanya.
“Kami di Komisi V banyak ditanya mengenai data kebutuhan perumahan bagi pekerja di Indonesia,” ujar Irene sebagaimana dilansir situs DPR RI, pekan ini.
Irene menekankan bahwa belum ada data detail mengenai proyeksi kontribusi Tapera terhadap kebutuhan perumahan, baik bagi ASN maupun pekerja swasta.
“Kami butuh perhitungan gap atau kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh Tapera. Bagaimana perhitungan detail untuk ASN? Bagaimana dengan pekerja swasta?” tegas Irene.
Pertanyaan Kunci dari Komisi V DPR
Ada dua poin kritis yang diangkat Irene dalam rapat tersebut:
1. Kebutuhan Perumahan yang Dapat Dipenuhi oleh Tapera:
Irene meminta klarifikasi tentang perhitungan detail dari Direktorat Jenderal Perumahan terkait proyeksi kebutuhan perumahan yang dapat dipenuhi oleh Tapera.
“Apakah sudah ada data konkret yang menunjukkan seberapa besar kebutuhan perumahan yang dapat dipenuhi oleh Tapera, khususnya bagi ASN dan pekerja swasta?” tanya Irene.
Baca juga: Ungkap Rp 567 Miliar Dana TaperaTertahan: Kegagalan Sistemik atau Kesalahan Manajemen?
2. Kewajiban Tapera bagi Pekerja yang Sudah Memiliki Rumah:
Irene juga mempertanyakan kebijakan Tapera bagi pekerja swasta yang sudah mencicil KPR atau memiliki rumah dari warisan.
“Apakah mereka masih diwajibkan mengikuti Tapera? Bagaimana kebijakan ini diberlakukan secara adil bagi mereka yang sudah memiliki rumah?” sorot Irene.
Kritik terhadap Konsep Subsidi
Irene mengkritik konsep Tapera yang dikatakan sebagai subsidi dari masyarakat yang mampu untuk membantu yang tidak mampu.
Baca juga: Banyaknya Potongan Gaji Pekerja Picu Besarnya Penolakan Program Tapera
“Subsidi itu kewajiban negara, bukan sesama warga negara. Jika itu terjadi, namanya gotong-royong, bukan subsidi dari negara,” ujar Irene.
Ia menekankan pentingnya peran negara dalam memastikan kebutuhan perumahan terpenuhi tanpa membebankan masyarakat secara tidak adil.
Menunggu Penjelasan Pemerintah
Sebagai penutup, Irene meminta penjelasan rinci dari pemerintah mengenai kebijakan Tapera, mengingat banyaknya masyarakat dan wartawan yang menantikan informasi jelas tentang program ini.
“Alangkah malunya negara jika tidak mampu menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat. Mohon penjelasan tentang Tapera karena banyak yang menunggu penjelasan tersebut,” pungkasnya.
Program Tapera yang seharusnya menjadi solusi untuk masalah perumahan kini berada di bawah sorotan tajam, menuntut transparansi dan keadilan dalam implementasinya.
Pemerintah diharapkan memberikan klarifikasi yang komprehensif untuk menjawab pertanyaan dan kekhawatiran publik. (SG-2)