Editorial

Ungkap Rp 567 Miliar Dana TaperaTertahan: Kegagalan Sistemik atau Kesalahan Manajemen?

Sebanyak Rp 567 miliar dana yang seharusnya dikembalikan kepada 124.960 peserta Tapera yang telah pensiun atau meninggal dunia, hingga kini masih tertahan.

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
05 Juni 2024
Ilustrasi. Sebanyak Rp 567 miliar dana yang seharusnya dikembalikan kepada 124.960 peserta Tapera yang telah pensiun atau meninggal dunia, hingga kini masih tertahan. (Ist/iStocK)

 

BARU-baru ini, temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan masalah serius dalam pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

 

Sebanyak Rp 567 miliar dana yang seharusnya dikembalikan kepada 124.960 peserta Tapera yang telah pensiun atau meninggal dunia, hingga kini masih tertahan.

 

Ini bukan hanya soal angka, melainkan soal hak pekerja yang terabaikan dan kegagalan sistemik yang memerlukan perhatian segera.

 

Baca juga: Banyaknya Potongan Gaji Pekerja Picu Besarnya Penolakan Program Tapera

 

Dana Tapera adalah tabungan wajib bagi pekerja yang dijanjikan akan dikembalikan setelah masa kepesertaan berakhir.

 

Masa ini berakhir ketika peserta pensiun, mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri, meninggal dunia, atau tidak memenuhi kriteria sebagai peserta selama lima tahun berturut-turut. Namun, laporan BPK menunjukkan bahwa proses ini jauh dari ideal.

 

Laporan "Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Tapera dan Biaya Operasional Tahun 2020 dan 2021" menunjukkan bahwa 124.960 peserta yang seharusnya sudah menerima pengembalian dana hingga Triwulan III Tahun 2021 masih tercatat sebagai peserta aktif.

 

Merampas Hak Pensiun dan Ahli Waris 

 

Ketidakcermatan dalam pemutakhiran data menyebabkan dana sebesar Rp 567 miliar tetap tertahan, merampas hak pensiunan dan ahli waris mereka.

 

Masalah ini terungkap setelah BPK melakukan konfirmasi data dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan PT Taspen (Persero).

 

Konfirmasi lebih lanjut kepada lima pemberi kerja menunjukkan bahwa peserta yang telah meninggal atau pensiun masih tercatat sebagai peserta aktif di BP Tapera.

 

Baca juga: Pemotongan Gaji Tiap Bulan untuk Tapera Kian Bebani Pekerja

 

Ketidakcermatan pemberi kerja dalam memperbarui status kepesertaan mengakibatkan proses pengembalian dana terhambat.

 

Selain itu, proses pengembalian dana juga bergantung pada pemutakhiran nomor rekening peserta.

 

Menurut Direktur Operasi Pengerahan BP Tapera, sistem mereka sangat bergantung pada data yang diperbarui oleh pemberi kerja melalui portal.

 

Tanpa perubahan status dari aktif ke pensiun atau meninggal, dana tidak bisa dikembalikan.

 

Meski BP Tapera mengklaim telah melakukan sosialisasi mengenai pemutakhiran data, kenyataannya adalah bahwa banyaknya data yang harus diinput oleh pemberi kerja dan keterbatasan sumber daya menyebabkan ketidaktertiban dan ketidakcermatan.

 

Baca juga: 10 Juta Gen Z Menganggur, Tanpa intervensi Tepat, Bonus Demografi Bisa Jadi Bom Waktu

 

Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi saja tidak cukup. Diperlukan sistem yang lebih efisien dan terintegrasi untuk memastikan data diperbarui secara tepat waktu.

 

Temuan ini menyoroti perlunya perbaikan sistemik dalam pengelolaan dana Tapera. BP Tapera, pemberi kerja, dan instansi terkait harus meningkatkan koordinasi untuk memastikan hak-hak peserta Tapera dipenuhi tepat waktu.

 

Pemutakhiran data harus dilakukan secara cepat dan akurat agar dana peserta dapat dikembalikan sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Sebagai penutup, kasus ini adalah pengingat bahwa manajemen yang buruk dan kegagalan sistemik dapat berdampak signifikan pada kehidupan banyak orang.

 

Pengelolaan dana pekerja harus dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi untuk memastikan setiap peserta mendapatkan haknya.

 

Sudah saatnya pemerintah dan BP Tapera mengambil langkah tegas untuk memperbaiki sistem ini demi kesejahteraan para pekerja yang telah menabung dengan harapan mendapatkan hak mereka di masa depan. (SG-2)