ISU pemotongan gaji karyawan untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menimbulkan protes keras dari kalangan pengusaha.
Kebijakan ini, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, kebijakan ini justru menambah beban yang sudah berat bagi pekerja dan pengusaha.
Baca juga: DPR Usulkan Kenaikan Anggaran Pendidikan Vokasi untuk Dukung SDM Berketerampilan
Sejak awal, Apindo telah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap UU Tapera. Tambahan potongan gaji sebesar 2,5% untuk pekerja dan 0,5% untuk pemberi kerja dianggap memberatkan.
Apindo bahkan telah mengirim surat keberatan kepada Presiden, namun hingga kini, kebijakan tersebut tetap berjalan.
Potongan gaji karyawan saat ini sudah mencakup berbagai iuran BPJS Ketenagakerjaan, mulai dari Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pensiun, hingga Jaminan Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Total beban iuran ini mencapai 18,24% hingga 19,74% dari penghasilan pekerja. Dengan tambahan potongan untuk Tapera, beban ini semakin menumpuk.
Lebih jauh lagi, Shinta menyoroti adanya alternatif lain yang lebih efisien daripada Tapera.
Dana Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan, yang mencapai Rp 460 triliun, bisa dioptimalkan untuk program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan Pekerja.
Baca juga: 10 Juta Gen Z Menganggur, Tanpa intervensi Tepat, Bonus Demografi Bisa Jadi Bom Waktu
Dana ini dapat digunakan untuk berbagai pinjaman perumahan, seperti KPR, uang muka, renovasi rumah, dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja.
Dengan memaksimalkan dana yang sudah ada, kebutuhan perumahan pekerja dapat dipenuhi tanpa harus menambah beban potongan gaji.
Kebijakan Tapera seharusnya diperuntukkan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri, bukan pekerja swasta.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini, agar tidak merugikan pekerja dan pengusaha yang sudah terbebani berbagai iuran.
Dengan mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, kebutuhan perumahan bisa tetap terpenuhi tanpa menambah beban tambahan bagi pekerja dan pemberi kerja.
Baca juga: Pemerintah Batalkan Kenaikan UKT: Respons Tepat atau Sekadar Meredam Gejolak?
Dampak kebijakan Tapera ini harus ditinjau secara kritis. Pemerintah harus mencari solusi yang lebih adil dan tidak memberatkan.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak hanya sekadar menambah beban bagi mereka yang sudah berjuang keras dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan.
Hanya dengan demikian, kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan usaha dapat terjamin. (SG-2)