KEPUTUSAN pemerintah untuk membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun ini, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat.
Pembatalan ini diumumkan oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim setelah berdialog dengan rektor universitas dan mendengar aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa.
Keputusan ini diambil di tengah sorotan publik terhadap rencana kenaikan UKT yang dinilai tidak adil, terutama dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Baca juga: Permendikbud No 2 Tahun 2024 Picu Komersialisasi Perguruan Tinggi
Beberapa waktu terakhir, berbagai kampus merencanakan kenaikan biaya UKT yang signifikan, berkisar antara 5% hingga 10%, memicu gelombang demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah.
Bahkan untuk mahasiswa baru, kenaikan UKT bisa mencapai dua lipat hingga tiga lipat dari UKT tahun sebelumnya.
Namun, pertanyaannya adalah apakah keputusan ini cukup untuk meredam gejolak yang ada?
Pembatalan ini memang menguntungkan mahasiswa dalam jangka pendek, tetapi tidak mengatasi masalah mendasar terkait pembiayaan pendidikan tinggi di Indonesia.
Pemerintah menyatakan bahwa setiap kenaikan UKT harus berdasarkan asas keadilan dan kewajaran, tetapi bagaimana keadilan dan kewajaran ini didefinisikan dan diterapkan masih menjadi tanda tanya besar.
Pembatalan kenaikan UKT mungkin hanya langkah sementara untuk menghindari protes lebih lanjut. Tanpa strategi jangka panjang yang jelas dan transparan, masalah ini bisa muncul kembali tahun depan.
Pemerintah perlu menjelaskan lebih rinci bagaimana evaluasi permintaan peningkatan UKT akan dilakukan dan memastikan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa dan orang tua.
Baca juga: Kenaikan UKT Bisa Bebani Mahasiswa dan Tidak Mampu Lagi Kuliah
Selain itu, perguruan tinggi juga harus diaudit secara transparan terkait penggunaan dana UKT yang ada.
Transparansi anggaran dan pengelolaan dana pendidikan menjadi kunci untuk mendapatkan kepercayaan dari mahasiswa dan masyarakat luas.
Tanpa transparansi, janji keadilan dan kewajaran dalam penentuan UKT hanya akan menjadi retorika kosong.
Meskipun pemerintah mengucapkan terima kasih kepada seluruh unsur masyarakat yang telah memberikan masukan hingga keputusan pembatalan kenaikan UKT ini diambil, apresiasi saja tidak cukup.
Pemerintah harus menunjukkan komitmen nyata dalam menyelesaikan masalah pembiayaan pendidikan tinggi dengan adil dan transparan.
Keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT tahun ini harus diikuti dengan langkah-langkah konkret yang memastikan pendidikan tinggi tetap terjangkau tanpa mengorbankan kualitas.
Baca juga: Picu Kenaikan Biaya Kuliah di PTN, Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 Harus Ditinjau Ulang
Apakah pembatalan kenaikan UKT tahun ini merupakan langkah menuju solusi yang lebih baik atau sekadar meredam sementara gejolak yang ada?
Hanya waktu yang akan menjawab, namun yang jelas, mahasiswa dan masyarakat akan terus mengawasi setiap langkah pemerintah dan perguruan tinggi dalam isu penting ini.
Pemerintah tidak bisa hanya bersandar pada keputusan ini sebagai solusi jangka panjang.
Mereka harus mengembangkan strategi komprehensif untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia tidak hanya terjangkau, tetapi juga berkualitas dan berkelanjutan. (SG-2)