KOMISI X DPR RI baru-baru ini menyuarakan keprihatinan mendalam terkait kenaikan signifikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang membebani mahasiswa dan orang tua mereka.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa pemerintah, khususnya Kemendikbudristek perlu segera mengevaluasi dan memperbaiki tata kelola kebijakan pembiayaan pendidikan tinggi.
Permasalahan ini mengemuka saat Fikri membuka rapat dengan perwakilan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang hadir dari berbagai universitas di seluruh negeri.
Baca juga: Kenaikan UKT Bisa Bebani Mahasiswa dan Tidak Mampu Lagi Kuliah
Dalam pertemuan tersebut, isu utama yang dibahas adalah implikasi dari Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang dianggap tidak mempertimbangkan kemampuan finansial orang tua mahasiswa.
Kenaikan UKT yang signifikan di bawah aturan ini telah menciptakan beban ekonomi yang tidak proporsional, mengancam akses mahasiswa terhadap pendidikan tinggi.
Pendidikan adalah hak fundamental setiap anak bangsa, tanpa memandang status ekonomi dan sosial.
Namun, realitas yang dihadapi saat ini menunjukkan bahwa akses tersebut semakin tergerus oleh kebijakan yang tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
Baca juga: Picu Kenaikan Biaya Kuliah di PTN, Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 Harus Ditinjau Ulang
Kenaikan UKT yang tidak diimbangi dengan penyesuaian terhadap kemampuan finansial orang tua mahasiswa, berpotensi besar menambah angka putus kuliah di Indonesia.
Hal ini jelas bertentangan dengan amanat UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Politikus Fraksi PKS, Abdul Fikri Faqih, menekankan pentingnya Kemendikbudristek untuk tidak hanya mengevaluasi, tetapi juga segera memperbaiki tata kelola pembiayaan pendidikan tinggi.
Solusi harus segera dirumuskan agar kenaikan UKT tidak lagi menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk melanjutkan studi mereka.
Selain itu, pengawasan terhadap kebijakan pendidikan tinggi perlu dipertajam guna memastikan mutu pendidikan yang berimbang dan berkualitas tetap terjaga.
Baca juga: Dede Yusuf Soroti Lonjakan Kenaikan UKT di Beberapa Perguruan Tinggi Negeri
Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah memperbesar kuota beasiswa, baik untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu maupun yang berprestasi.
Beasiswa ini diharapkan menjadi jaring pengaman yang efektif untuk menjaga kelangsungan pendidikan mahasiswa yang terdampak oleh kebijakan UKT yang memberatkan.
Pertemuan ini menandai momen penting dimana suara mahasiswa yang diwakili oleh BEM SI dari berbagai universitas di Indonesia—seperti Universitas Mataram, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Diponegoro, dan lainnya—disalurkan langsung kepada para pembuat kebijakan.
Para mahasiswa mengungkapkan bahwa Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 tidak hanya membebani finansial mereka, tetapi juga mendorong komersialisasi pendidikan tinggi.
Pendidikan, yang seharusnya menjadi alat pemerdekaan, kini dikhawatirkan berubah menjadi komoditas yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi.
Sudah saatnya pemerintah, khususnya Kemendikbudristek, mengambil langkah konkret untuk menyeimbangkan kebijakan pendidikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa hak atas pendidikan yang setara dan berkualitas dapat dinikmati oleh setiap anak bangsa, sesuai dengan cita-cita luhur negara ini.
Masa depan Indonesia bergantung pada generasi muda yang terdidik, dan pendidikan yang inklusif serta terjangkau adalah kunci utama untuk mencapainya. (SG-2)