UPAYA Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk meningkatkan kelas usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia patut diapresiasi.
Kerja sama dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jaya dalam Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Daerah (Diklatda) 2024 menjadi langkah awal dalam mendorong perkembangan ekonomi Indonesia yang lebih mandiri.
Namun, di tengah upaya ini, ada beberapa tantangan mendasar yang harus segera diatasi agar visi peningkatan kelas UMKM benar-benar tercapai.
Baca juga: Kementerian UMKM dan HIPMI Jaya Bersinergi Dorong Pelaku UMKM Naik Kelas
Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 65 juta pelaku UMKM, yang 99% di antaranya masih berada di level usaha mikro.
Fakta ini menunjukkan bahwa banyak UMKM yang terjebak dalam skala mikro tanpa mampu berkembang menjadi usaha kecil atau bahkan menengah.
Meskipun pemerintah menyediakan berbagai fasilitas, seperti layanan inkubasi di Gedung Smesco Indonesia, pelaku UMKM membutuhkan lebih dari sekadar pelatihan.
Diperlukan kebijakan yang tidak hanya menyasar pengembangan keterampilan, tetapi juga solusi yang mampu menjawab kendala struktural yang selama ini menghambat pertumbuhan mereka.
Baca juga: Menggugah Paradigma Baru untuk UMKM
Pendampingan berkelanjutan dan fasilitas pelatihan saja tidak cukup jika tidak didukung oleh akses pendanaan yang memadai dan sistem pembinaan yang terintegrasi.
Di sini, HIPMI Jaya memiliki peran penting untuk membangun jaringan yang kuat dan memungkinkan UMKM berkembang melalui kerja sama bisnis yang strategis.
Namun, tanpa dukungan pendanaan yang fleksibel dan skema pembiayaan yang benar-benar pro-rakyat, pelaku UMKM akan tetap sulit untuk mengembangkan aset dan meningkatkan level usaha mereka.
Baca juga: Kebijakan Hapus Kredit Macet UMKM: Langkah Tepat atau Solusi Jangka Pendek?
Di sisi lain, Kementerian UMKM dan HIPMI harus berhati-hati agar upaya peningkatan ini tidak berhenti sebagai sekadar formalitas program.
Seringkali pelatihan hanya menjadi seremonial tanpa adanya tindak lanjut yang konkret.
Pelaku UMKM perlu didorong untuk terus fokus pada pengembangan aset mereka, tanpa terlalu dibebani oleh kegiatan administratif atau aktivitas organisasi yang justru bisa mengalihkan perhatian mereka dari pengembangan bisnis.
Diklatda yang digelar diharapkan mampu mencetak generasi pengusaha baru yang siap mengembangkan usahanya ke level lebih tinggi dalam kurun waktu lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Namun, tanpa strategi jangka panjang yang realistis dan evaluasi berkala, harapan ini berisiko menjadi ambisi yang tak tercapai.
Baca juga: Menghapus Utang UMKM, Langkah Nyata atau Strategi Populisme?
Pemerintah dan HIPMI harus bekerja sama dalam menciptakan kebijakan yang memungkinkan pelaku UMKM bergerak lebih leluasa, bebas dari hambatan administratif, dan mampu beradaptasi dengan cepat di tengah perubahan pasar.
Pada akhirnya, cita-cita untuk mencetak generasi pengusaha muda yang sukses dan mampu naik kelas adalah target yang mulia, tetapi juga memerlukan strategi yang matang.
Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar program pelatihan; negara ini perlu menciptakan ekosistem yang benar-benar kondusif bagi UMKM agar mereka bisa berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh.
Jika tidak, upaya ini hanya akan menjadi agenda simbolis tanpa dampak nyata bagi perekonomian rakyat. (SG-2)