KEPUTUSAN Presiden Prabowo Subianto untuk menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet UMKM tentu menjadi angin segar bagi segmen usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdampak.
Langkah ini bertujuan untuk memberi kesempatan baru bagi pelaku UMKM yang selama ini terjebak dalam kredit macet, terutama mereka yang terkena musibah atau berada dalam sektor strategis seperti pertanian, perikanan, dan industri kreatif.
Namun, di balik gebrakan yang menjanjikan ini, ada sejumlah pertanyaan besar yang perlu ditinjau lebih dalam.
Baca juga: DPR RI Sambut Baik Kebijakan Penghapusan Utang bagi UMKM, Nelayan, dan Petani
Kebijakan ini membatasi penghapusan kredit macet pada beberapa sektor tertentu dan pada kreditur yang sudah tak bisa menyelamatkan usahanya—akibat bencana alam, krisis akibat pandemi Covid-19, dan faktor lainnya.
Kebijakan selektif ini tentu bertujuan untuk memberikan bantuan yang tepat sasaran.
Namun, ada kekhawatiran bahwa penerapan kebijakan ini hanya menjadi solusi sementara dan bukan akar dari permasalahan yang sebenarnya dihadapi UMKM.
Langkah Simpatik tapi Belum Sentuh Akar Masalah
Sementara penghapusan kredit macet akan mengembalikan hak bagi pelaku UMKM untuk mengajukan pinjaman baru di kemudian hari, tindakan ini tak serta-merta memperbaiki ekosistem keuangan yang mendukung keberlangsungan UMKM.
Salah satu akar masalah terbesar yang sering dilupakan adalah minimnya akses pelatihan finansial, manajemen bisnis, dan perlindungan yang memadai bagi UMKM dalam menghadapi fluktuasi ekonomi dan bencana.
Baca juga: DPR RI Minta Penghapusan Utang UMKM Dikawal Ketat agar Tepat Sasaran
Kebijakan ini seolah berfokus pada dampak jangka pendek tanpa mengatasi faktor-faktor struktural yang bisa membuat UMKM lebih tangguh dalam menghadapi tantangan ke depan.
Jika tidak ada langkah yang lebih berkelanjutan, seperti pendidikan finansial yang komprehensif dan akses pada asuransi usaha yang terjangkau, maka kebijakan ini mungkin hanya akan menjadi siklus utang yang berulang, di mana kreditur kembali macet di masa depan.
Ketimpangan dalam Penerima Manfaat: Selektif, Tapi Apakah Adil?
Meskipun bantuan ini diarahkan pada mereka yang paling membutuhkan, seperti UMKM terdampak bencana dan krisis, kebijakan ini bisa memunculkan ketidakadilan di lapangan.
Pelaku UMKM yang usahanya dinilai "masih kuat" oleh bank tidak akan mendapatkan keringanan ini.
Artinya, pelaku usaha yang tetap berjuang keras dan berkomitmen untuk membayar kredit dalam kondisi sulit justru tidak mendapatkan perhatian yang sama.
Sebagai pelaku ekonomi akar rumput, UMKM berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional.
Baca juga: Pemerintah Hapus Utang UMKM, Menteri UMKM: Bukti Keberpihakan pada Rakyat
Namun, ketidakmerataan kebijakan ini dapat memicu rasa ketidakpuasan di kalangan UMKM lainnya yang tidak mendapat perlakuan serupa.
Selain itu, tanpa kriteria penilaian yang transparan dan jelas, keputusan siapa yang layak dan tidak layak mendapatkan bantuan dapat menjadi potensi masalah baru dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Hadapi Tantangan Masa Depan: Perlu Langkah Jangka Panjang
Jika tujuan utama dari PP Nomor 47 Tahun 2024 ini adalah untuk mendorong ketahanan pangan dan memperkuat ekonomi akar rumput, maka sudah saatnya pemerintah melihat kebijakan ini sebagai langkah awal untuk membangun ekosistem UMKM yang lebih stabil.
Penghapusan kredit macet hanya dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan ketahanan usaha yang sesungguhnya bagi UMKM jika didampingi dengan kebijakan berkelanjutan yang lebih holistik.
Pemerintah perlu mempertimbangkan program-program yang tidak hanya fokus pada bantuan kredit, tetapi juga pada dukungan jangka panjang bagi para pelaku UMKM.
Misalnya, subsidi asuransi bencana untuk UMKM di daerah rawan atau pendampingan keuangan yang memungkinkan pelaku usaha memahami risiko finansial secara lebih baik.
Harapan pada Kebijakan Berkelanjutan
Peraturan penghapusan kredit ini diharapkan tidak berhenti sebagai kebijakan sesaat yang hanya mengobati gejala.
Baca juga: Hapus Utang UMKM, Pengamat: Fokus ke Super Mikro dan Risiko Moral Hazard
Apresiasi tinggi pantas diberikan kepada Presiden Prabowo yang memahami pentingnya UMKM bagi ketahanan pangan dan perekonomian nasional.
Namun, tanpa langkah jangka panjang, penghapusan kredit macet ini bisa jadi hanya memperpanjang ketergantungan UMKM pada bantuan pemerintah.
Jika benar ingin menciptakan perubahan nyata, pemerintah perlu mengiringi kebijakan ini dengan ekosistem yang sehat bagi UMKM, di mana pelatihan finansial, asuransi usaha, dan dukungan teknologi menjadi prioritas yang tak kalah pentingnya.
Dengan demikian, kebijakan penghapusan kredit macet ini bisa menjadi awal dari perjalanan panjang menuju kemandirian dan ketahanan ekonomi UMKM yang sesungguhnya. (SG-2)