Editorial

Harbolnas 2024: Momentum Besar, Tapi Apakah UMKM Siap?

Proyeksi transaksi Harbolnas mencapai Rp40 triliun, meningkat dari Rp25,7 triliun pada 2023, menjadi bukti bahwa e-commerce terus menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia. 

Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2024 kembali hadir dengan optimisme tinggi. (Ist)

HARI Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2024 kembali hadir dengan optimisme tinggi. 

 

Proyeksi transaksi Harbolnas mencapai Rp40 triliun, meningkat dari Rp25,7 triliun pada 2023, menjadi bukti bahwa e-commerce terus menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia. 

 

Namun, di balik angka-angka fantastis ini, ada pertanyaan mendasar: apakah Harbolnas benar-benar memberikan dampak signifikan bagi UMKM dan produk lokal?

 

Baca juga: Harbolnas 2024: Mendag Sebut Nilai Transaksi Niaga Elektronik Bisa Capai Rp487 Triliun

 

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan bahwa Harbolnas tahun ini dikhususkan untuk mendorong penjualan produk UMKM dan dalam negeri. 

 

Target ambisius pun dipasang: kontribusi produk lokal di atas 50% dari total transaksi. 

 

Sebuah tujuan yang mulia, tetapi tidak cukup hanya dengan sekadar penegasan. 

 

Pemerintah perlu lebih dari sekadar mengarahkan perhatian—dukungan nyata harus hadir, mulai dari logistik hingga pemasaran digital.

 

Realita UMKM di Tengah Euforia

 

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa hanya 37,79% UMKM yang terlibat dalam perdagangan daring. Angka ini memang naik, tetapi jauh dari memadai. 

 

Sebagian besar pelaku UMKM masih terkendala dalam mengakses platform digital, entah karena minimnya literasi teknologi, biaya yang tidak terjangkau, atau kurangnya infrastruktur pendukung.

 

Harbolnas seharusnya menjadi momentum bagi UMKM untuk bersinar. 

 

Namun, bagaimana mereka dapat bersaing dengan merek besar yang memiliki anggaran pemasaran besar dan diskon masif? 

 

Baca juga: Jalin Lokal 2024: Momentum Strategis UMKM dan Tantangan Kolaborasi

 

Alih-alih menjadi ajang promosi produk lokal, Harbolnas bisa saja didominasi oleh impor murah yang justru merugikan pelaku usaha kecil di dalam negeri.

 

Efek Domino yang Perlu Ditata

 

Pemerintah juga menyoroti dampak ekonomi lain dari Harbolnas, seperti meningkatnya aktivitas transportasi dan logistik. 

 

Namun, di balik narasi positif ini, terselip tantangan besar. 

 

Sistem logistik nasional masih menghadapi masalah klasik: biaya tinggi, distribusi yang tidak merata, dan ketergantungan pada wilayah tertentu. 

 

Jika ini tidak dibenahi, multiplier effect yang diharapkan hanya akan menjadi wacana.

 

Selain itu, pertumbuhan ekonomi digital yang mencapai Rp487 triliun pada 2024 tidak boleh dilihat sebagai pencapaian semata. 

 

Angka ini harus ditelaah secara kritis: siapa yang sebenarnya menikmati keuntungan? 

 

Jika hanya segelintir platform besar yang mendominasi, maka ada ketimpangan struktural yang perlu segera diatasi.

 

Jalan Menuju Harbolnas yang Berkeadilan

 

Keberhasilan Harbolnas 2024 tidak bisa diukur hanya dari nilai transaksinya. Kunci utamanya adalah bagaimana UMKM benar-benar menjadi aktor utama. 

 

Pemerintah harus memastikan aksesibilitas platform digital bagi pelaku usaha kecil. 

 

Baca juga: ITS Gelar Pelatihan Branding untuk Tingkatkan Nilai Jual UMKM Pesisir

 

Subsidi pemasaran, pelatihan digital, dan kebijakan tarif logistik yang adil adalah langkah nyata yang harus segera diwujudkan.

 

Di sisi lain, masyarakat juga memegang peran penting. 

 

Konsumen perlu diberi edukasi tentang pentingnya memilih produk lokal, bukan hanya karena harga, tetapi juga untuk mendukung keberlanjutan ekonomi nasional.

 

Harbolnas 2024 adalah cerminan dari potensi besar e-commerce di Indonesia. 

 

Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, momentum ini bisa berakhir menjadi sekadar pesta angka, sementara UMKM hanya menjadi penonton di tengah gemerlap konsumsi digital.

 

Kini saatnya membuktikan bahwa Harbolnas bukan hanya tentang belanja, tapi tentang keadilan ekonomi. (SG-2)