SokoBerita

Opini: Ribuan Pelamar Rebut 50 Kursi: Alarm Darurat Pengangguran di Tanah Air

Ribuan pelamar berebut 50 lowongan di Cianjur menjadi cermin krisis pengangguran muda dan dampak PHK massal. Pemerintah perlu solusi jangka panjang yang nyata.

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
16 Juli 2025
<p>Pemandangan ribuan pencari kerja memadati sebuah toko perlengkapan bayi di Cianjur, Jawa Barat, demi memperebutkan hanya 50 posisi lowongan. (Dok.Ist)</p>

Pemandangan ribuan pencari kerja memadati sebuah toko perlengkapan bayi di Cianjur, Jawa Barat, demi memperebutkan hanya 50 posisi lowongan. (Dok.Ist)

SOKOGURU: Pemandangan ribuan pencari kerja memadati sebuah toko perlengkapan bayi di Cianjur, Jawa Barat, demi memperebutkan hanya 50 posisi lowongan adalah gambaran telanjang betapa krisis lapangan kerja di Indonesia semakin nyata dan mendesak. 

Mereka rela datang dari subuh, bahkan dari luar kota seperti Bogor hingga Pangandaran, hanya demi peluang yang nyaris mustahil. Ini bukan sekadar soal semangat, melainkan potret keterdesakan ekonomi.

Fenomena ini bukan peristiwa tunggal. Di banyak daerah lain, antrean serupa terjadi setiap kali lowongan kerja diumumkan. 

Baca juga: Opini: Job Fair Diserbu Ribuan Pencari Kerja, Tanda Bahaya di Tengah Narasi Pertumbuhan Ekonomi?

Di balik hiruk-pikuk statistik ekonomi yang tampak membaik, tersembunyi realitas getir: lapangan kerja formal semakin sempit, sementara angkatan kerja baru terus bertambah setiap tahun. 

Di saat yang sama, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menghantui sejumlah sektor industri yang terdampak tekanan global dan perubahan teknologi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran per Februari 2025 masih berada di atas 7 juta orang, dengan mayoritas di antaranya merupakan lulusan SMA/SMK. 

Banyak Fresh Graduate Tak Terserap Pasar Kerja 

Tak sedikit dari mereka termasuk fresh graduate yang tidak terserap oleh pasar kerja karena mismatch antara pendidikan dan kebutuhan industri. 

Kondisi ini semakin diperparah oleh tren PHK massal di sektor teknologi, manufaktur, bahkan ritel yang beralih ke digitalisasi.

Kita menyaksikan ironi besar: di saat ekonomi nasional tumbuh di atas 5%, para lulusan muda justru berdesakan mencari pekerjaan di toko kecil, bukan di sektor industri berskala besar. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi belum inklusif, belum menjangkau rakyat di lapisan bawah, dan belum menciptakan lapangan kerja berkualitas secara masif.

Baca juga: Pengangguran Meningkat! DPR Desak Pemerintah Ciptakan Tenaga Kerja Mandiri

Pemerintah memang telah menjalankan berbagai program seperti Kartu Prakerja, pelatihan vokasional, hingga insentif UMKM. Namun, efek riilnya belum terasa merata di daerah-daerah. 

Sebagian besar pelatihan masih berbasis daring, yang tak selalu efektif bagi mereka yang membutuhkan pengalaman langsung. Penciptaan lapangan kerja baru justru berjalan lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan angkatan kerja baru.

World Economic Forum pernah mengingatkan:

"A job is more than a paycheck. It is a cornerstone of development, a source of dignity, and a building block for families and communities."  ("Pekerjaan bukan sekadar soal gaji. Ia adalah fondasi pembangunan, sumber martabat, serta pondasi bagi keluarga dan komunitas.")

Pekerjaan bukan sekadar alat bertahan hidup, tetapi pondasi stabilitas sosial. Ketika masyarakat kesulitan mengakses pekerjaan, maka dampaknya bukan hanya ekonomi, tetapi juga kepercayaan terhadap sistem sosial dan politik yang berlaku.

Baca juga: Ribuan Pekerja di Bandung Di-PHK! Wali Kota Farhan Gerak Cepat Siapkan Program Padat Karya

Ke depan, pemerintah harus lebih agresif dan strategis. Bukan sekadar membuat program bantuan, tetapi mendorong hilirisasi industri padat karya, memperkuat sektor pertanian modern, mempercepat pemerataan investasi ke daerah, dan membangun ekosistem wirausaha yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil.

Apa yang Terjadi di Kota Cianjur Bukan Sebuah Kebetulan

Infrastruktur digital dan pelatihan berbasis kebutuhan lokal juga harus disediakan hingga ke pelosok, bukan hanya di kota besar.

Apa yang terjadi di Cianjur hari ini bukan kebetulan. Ini adalah refleksi sistemik dari minimnya solusi jangka panjang terhadap pengangguran. 

Jika tak segera dibenahi, kita bisa menyaksikan krisis ini berulang dengan skala yang lebih besar dan dampak sosial yang lebih dalam. Dan saat itu tiba, antrean panjang bukan lagi sekadar di depan toko, tetapi di depan ketidakpastian masa depan. (Opini/Deri Dahuri)