SOKOGURU, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2025 mencatat angka positif sebesar 5,12 persen.
Angka ini berhasil melampaui capaian kuartal I yang hanya 4,87 persen dan lebih tinggi dari kuartal II tahun sebelumnya yang sebesar 5,05 persen.
Pencapaian ini menjadi sinyal optimisme bagi perekonomian nasional, yang terus menguat meski tekanan global belum sepenuhnya mereda.
Baca Juga:
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan bahwa sektor lapangan usaha menjadi penopang utama pertumbuhan ini.
Pemerintah menyebutkan industri pengolahan sebagai sektor unggulan dengan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Nah industri pengolahan ini tumbuh kuat, ini ditopang oleh logam dasar tumbuh 14,91%, ini secara year-on-year, walaupun ada sektor alternatif, tapi ini mulai masih tumbuh, kemudian industri makanan minuman juga masih tumbuh 6,15%, CPO minyak sawit masih tumbuh, kimia, farmasi, obat-obatan ini juga relatif tumbuh untuk sekitar 43,17% untuk kimia dasar, dan yang organik 16,06%," ujar Airlangga dalam konferensi pers pada Selasa, 6 Agustus 2025.
Industri ini mencatatkan pertumbuhan 5,68% dan menyumbang 18,67% terhadap total PDB nasional sepanjang kuartal II-2025.
Airlangga memaparkan bahwa industri logam dasar mengalami lonjakan pertumbuhan hingga 14,91% secara tahunan.
Selain itu, sektor makanan dan minuman turut mencatatkan performa solid dengan pertumbuhan 6,15%.
Komoditas utama seperti Crude Palm Oil (CPO), industri kimia dasar, serta farmasi juga menunjukkan pertumbuhan positif, mencapai 43,17% untuk kimia dasar dan 16,06% untuk kimia organik.
Tak hanya industri pengolahan, sektor jasa dan konstruksi pun ikut menopang laju ekonomi nasional.
Data resmi menunjukkan sektor jasa tumbuh 4,65% dan konstruksi meningkat 4,98%.
Konstruksi bahkan menyumbang 9,48% terhadap total PDB, mencerminkan akselerasi pembangunan di berbagai wilayah Indonesia.
Dalam bidang ketenagakerjaan, Airlangga menyebutkan adanya peningkatan signifikan dalam jumlah angkatan kerja.
Pada Februari 2025, angkatan kerja tumbuh 3,59 juta jiwa menjadi 145,77 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga:
Pertumbuhan ini memperlihatkan geliat produktivitas yang sejalan dengan membaiknya iklim usaha di dalam negeri.
Namun di tengah optimisme tersebut, sektor manufaktur nasional masih menghadapi tantangan serius.
Data Purchasing Managers’ Index (PMI) dari S&P Global menunjukkan bahwa pada Juli 2025, PMI Indonesia berada di angka 49,2.
Angka ini menandakan adanya kontraksi karena masih di bawah batas ekspansi 50, meskipun menunjukkan sedikit perbaikan dibanding bulan-bulan sebelumnya.
PMI Indonesia telah mencatat kontraksi selama empat bulan berturut-turut, dimulai sejak April 2025.
Saat itu, PMI tercatat 46,7 dan memburuk di Mei dan Juni dengan angka 47,4 dan 46,9.
Meskipun Juli menunjukkan kenaikan ke 49,2, sektor manufaktur belum sepenuhnya pulih ke zona ekspansi.
PMI sendiri menjadi indikator penting untuk membaca kesehatan industri manufaktur.
Jika nilainya di atas 50, maka industri dinyatakan berkembang (ekspansi), sebaliknya bila di bawah 50 berarti mengalami penurunan (kontraksi).
Tren ini memberikan sinyal bahwa meski ekonomi tumbuh, perhatian khusus masih dibutuhkan di sektor produksi nasional.
10 Poin Penting Tambahan:
1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif meski dipengaruhi ketidakpastian global dan geopolitik.
2. Sektor industri pengolahan menjadi tulang punggung dalam mendongkrak PDB nasional.
3. Pertumbuhan industri makanan dan minuman didorong oleh peningkatan konsumsi domestik.
4. Kinerja ekspor CPO (minyak sawit mentah) turut menopang pertumbuhan industri agrikultur.
5. Sektor farmasi menunjukkan tren pertumbuhan berkat peningkatan permintaan produk kesehatan.
6. Pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh proyek infrastruktur dan pembangunan properti.
7. Peningkatan jumlah angkatan kerja mencerminkan pemulihan pasar tenaga kerja pascapandemi.
8. Kontraksi sektor manufaktur memberi sinyal untuk memperkuat kebijakan industri nasional.
9. Pemerintah perlu mencermati kesenjangan antara pertumbuhan ekonomi makro dan sektor riil.
10. Strategi digitalisasi industri dan peningkatan nilai tambah ekspor bisa menjadi solusi jangka panjang. (*)