SOKOGURU - Dalam sepak bola, kepercayaan sering kali bekerja lebih senyap daripada teriakan. Publik boleh menuntut gol demi gol, tetapi di ruang ganti, proses justru berjalan lewat kesabaran, dialog, dan keyakinan yang tidak selalu terlihat kamera. Itulah yang kini tercermin dari kisah kebangkitan Ramon “Tanque” de Andrade Souza bersama Persib Bandung.
Awal musim bukanlah fase ramah bagi striker asal Brasil tersebut. Datang dengan reputasi tajam sebagai top skor Liga Primer Kamboja, Tanque justru membuka petualangannya di Bandung dengan catatan yang jauh dari ekspektasi. Peluang datang, kerja keras terlihat, tetapi papan skor tak kunjung berubah. Sorotan publik pun mengeras, mempertanyakan kapasitas, adaptasi, bahkan kelayakannya mengenakan seragam biru.
Namun, Persib memilih jalur berbeda. Alih-alih reaktif terhadap tekanan luar, tim ini bertahan pada pendekatan internal yang tenang. Di balik bangku cadangan, Bojan Hodak tidak membangun narasi ancaman atau ultimatum. Ia menjaga satu hal yang paling rapuh bagi seorang striker: kepercayaan diri.
Perlahan, grafik itu berbalik. Hingga pekan ke-15 BRI Liga 1 2025/2026, Ramon Tanque telah mencatatkan empat gol. Tiga di kompetisi domestik, satu lainnya di panggung Asia. Angka itu mungkin belum spektakuler, tetapi konteksnya jauh lebih penting: Tanque kembali hidup.
Momen paling terasa datang di Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Menghadapi Bhayangkara FC, Tanque mencetak dua gol dalam satu laga. Bukan hanya brace, tetapi juga pernyataan. Persib menang 2-0, posisi klasemen terdongkrak ke peringkat kedua, dan satu nama yang sempat diragukan kini dielu-elukan.
Di balik layar, Bojan Hodak tetap konsisten dengan pendekatannya. Ia tidak membingkai kebangkitan ini sebagai keajaiban taktik semata, melainkan hasil proses psikologis yang dijaga sejak awal.
“Saat ia belum juga bisa mencetak gol, saya dan kami semua terus memberikan motivasi terhadapnya. Dia bekerja keras, berusaha sekuat tenaga untuk menunjukkannya,” ujar Hodak dilansir dari laman resmi klub, Senin (22/12/2025).
Pernyataan itu menggambarkan satu hal penting: Tanque tidak pernah kehilangan dukungan internal, meski tekanan eksternal semakin keras. Dalam sepak bola profesional, terutama bagi striker asing, kegagalan mencetak gol sering kali berujung pada jarak emosional dengan tim. Di Persib, jarak itu justru dipersempit.
Hodak menyadari, masalah utama Tanque bukan pada etos kerja atau pemahaman taktik. Yang hilang hanyalah satu gol pertama. Dan ketika itu akhirnya datang, efeknya berantai.
“Setelah Tanque berhasil mencetak gol pertama, hal tersebut telah mendongkrak kepercayaan dirinya. Karenanya, gol-gol selanjutnya seperti tinggal menunggu waktu,” tutup Hodak.
Dari sudut pandang lapangan, perubahan Tanque terasa kasat mata. Gerakannya lebih tenang, penyelesaian akhirnya tidak lagi terburu-buru. Ia mulai berani mengambil keputusan cepat, sebuah tanda bahwa beban mental perlahan luruh. Rekan setim pun lebih percaya memberi bola, menciptakan siklus positif yang selama ini tertahan.
Kisah ini juga menjadi cermin bagi cara Persib mengelola ekspektasi publik. Di tengah kultur sepak bola yang serba instan, klub ini menunjukkan bahwa produktivitas tidak selalu lahir dari tekanan. Kadang, ia tumbuh dari ruang aman yang memungkinkan pemain gagal tanpa langsung dihakimi.
Bagi Persib, kebangkitan Tanque bukan hanya soal tambahan gol. Ini tentang kedalaman skuad, stabilitas klasemen, dan pesan ke seluruh tim bahwa proses tetap dihargai. Sementara bagi Tanque sendiri, ini adalah pengingat bahwa karier sepak bola tidak selalu linear, tetapi selalu memberi ruang bagi mereka yang bertahan dan dipercaya.
Pada akhirnya, publik mungkin hanya melihat angka di papan skor. Namun di balik itu, ada kerja sunyi, keputusan tenang, dan satu keyakinan sederhana: striker yang terus bekerja, cepat atau lambat, akan menemukan jalannya kembali ke gawang lawan.