Bukan Sekadar Transfer: 6 Pemain Ini Pernah Mengkhianati Rivalitas Persija–Persib

Rivalitas Persija dan Persib tak hanya panas di stadion, tapi juga di bursa transfer. Enam pemain ini pernah membuat publik sepak bola nasional terbelah.

Author Oleh: Ratu Putri Ayu
24 Desember 2025
<p>RIVALITAS PERSIJA PERSIB - Dari Imran hingga Marc Klok, inilah daftar pemain yang pernah memicu polemik besar saat hijrah dari Persija Jakarta ke Persib Bandung.</p>

RIVALITAS PERSIJA PERSIB - Dari Imran hingga Marc Klok, inilah daftar pemain yang pernah memicu polemik besar saat hijrah dari Persija Jakarta ke Persib Bandung.

SOKOGURU, PERSIB - Rivalitas Persija Jakarta dan Persib Bandung sejak lama hidup bukan hanya di tribun stadion, tetapi juga di ingatan kolektif publik sepak bola Indonesia. Ia tumbuh dari sejarah panjang, fanatisme suporter, dan identitas kota yang melekat kuat di setiap laga. Dalam konteks itulah, setiap keputusan pemain untuk berpindah kubu kerap dipandang bukan sekadar urusan profesional, melainkan soal perasaan dan harga diri.

Di tengah panasnya rivalitas tersebut, bursa transfer selalu menjadi fase paling sensitif. Ketika seorang pemain memutuskan meninggalkan Persija lalu berlabuh ke Persib, atau sebaliknya, reaksi publik hampir selalu keras. Sorakan, hujatan, hingga perdebatan soal loyalitas muncul silih berganti, seolah sepak bola tak lagi berhenti di dalam lapangan.

Fenomena ini bukan cerita baru. Sejak awal era Liga Indonesia, sejarah telah mencatat beberapa nama yang berani menyeberangi garis rivalitas. Jumlahnya memang tak banyak, tetapi setiap kasus selalu meninggalkan jejak emosional yang panjang, baik bagi Jakmania maupun Bobotoh.

Salah satu nama yang kerap disebut adalah Imran Nahumarury. Pada awal 2000-an, Imran dikenal sebagai sosok penting di lini tengah Persija. Ia turut menjadi bagian dari tim juara Liga Indonesia 2001. Ketika pada 2004 ia memilih menerima tawaran Persib Bandung, publik sepak bola nasional langsung gempar. Isu penjemputan jet pribadi dan proses transfer tertutup semakin menguatkan kesan bahwa kepindahan itu bukan perpindahan biasa.

Beberapa tahun kemudian, publik kembali dikejutkan oleh langkah Atep Rizal. Pemain yang mengawali karier profesionalnya di Persija ini memutuskan bergabung dengan Persib pada musim 2008/2009. Berbeda dari kebanyakan kasus, Atep justru menjelma simbol loyalitas baru di Bandung. Sepuluh tahun berseragam biru menjadikannya legenda hidup Persib, sekaligus contoh bagaimana seorang pemain bisa menulis ulang identitasnya di mata publik.

Nama Charis Yulianto juga masuk dalam daftar yang kerap dibicarakan. Meski hanya semusim di Persija, kontribusinya cukup signifikan, termasuk membawa tim melaju ke final kompetisi nasional. Ketika ia kemudian memilih Persib, keputusan itu menambah daftar panjang pemain yang berani mengambil risiko sosial demi kelanjutan karier.

Kontroversi memuncak pada musim 2011/2012, saat Aliyudin hengkang dari Persija ke Persib. Kepindahannya terasa lebih sensasional karena terjadi bersamaan dengan eksodus sejumlah pemain inti Persija lainnya. Publik kala itu menilai bukan hanya satu pemain yang pindah, tetapi satu fondasi tim yang runtuh. Julukan Trio ABG yang sebelumnya melekat di Persija pun perlahan tinggal kenangan.

Era modern menghadirkan cerita berbeda melalui Marc Klok. Datang ke Persija pada 2020 dengan kontrak panjang, Klok justru memilih hijrah ke Persib setahun kemudian. Keputusannya menuai kritik tajam, namun ia menjawabnya dengan performa. Gol debutnya bersama Persib menjadi penanda bahwa profesionalisme di level tertinggi kerap menuntut keteguhan mental, bukan sekadar popularitas.

Kasus terbaru datang dari Rezaldi Hehanussa. Produk asli Persija yang turut mempersembahkan gelar pada 2018 ini pindah ke Persib pada Januari 2023. Berbeda dari kasus sebelumnya, transfer Rezaldi dilakukan secara resmi dengan nilai transfer. Musim berikutnya, ia menjadi bagian dari skuad Persib yang menjuarai Liga 1 2023/2024, seolah menutup lingkaran panjang kontroversi dengan prestasi.

Deretan kisah ini menunjukkan satu hal penting: sepak bola Indonesia tidak pernah steril dari dilema antara idealisme dan realitas. Di balik seragam dan warna klub, ada pemain dengan karier yang harus terus berjalan. Pertanyaannya, sejauh mana publik siap menerima bahwa loyalitas dalam sepak bola modern tak selalu hitam dan putih?

Rivalitas mungkin abadi, tetapi sejarah selalu memberi ruang bagi cerita-cerita yang tak pernah sederhana.