SOKOGURU, JAKARTA- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong penguatan fasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) milik perempuan agar makin berdaya dan berperan aktif dalam rantai nilai regional dan global.
Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan perlu merumuskan rekomendasi kebijakan fasilitasi perdagangan yang inklusif.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan hal itu dalam pembukaan lokakarya internasional bertajuk Workshop on Best Practices on Trade Facilitation for MSMEs, Including Women-Owned MSMEs: Shaping Better Opportunity in the Regional and Global Value Chains di Jakarta, Kamis, 6 November 2025.
Kegiatan tersebut digelar selama dua hari dan merupakan hasil pemanfaatan kerja sama pada forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC).
Lokakarya internasional itu merupakan forum strategis antarEkonomi APEC untuk berbagi praktik terbaik dan merumuskan rekomendasi kebijakan fasilitasi perdagangan inklusif bagi UMKM.
“Termasuk UMKM milik perempuan. Hal ini bertujuan agar UMKM makin berdaya dan berperan aktif dalam rantai nilai regional dan global,” jelasnya.
Baca juga: Wamendag Roro Sambut Baik Buyer Hong Kong dan Makau, Optimalkan Business Matching TEI 2025
Selanjutnya, Wamendag Roro menjelaskan, lebih dari 97% pelaku usaha di kawasan Asia Pasifik merupakan pelaku UMKM.
“Kontribusi mereka mencapai 40%–60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan 60%–80% lapangan kerja. Hal ini menjadikan pelaku UMKM sebagai tulang punggung perekonomian di kawasan Asia-Pasifik,” imbuhnya..
Melalui kerja sama dalam forum APEC, para anggota Ekonomi duduk bersama untuk menghasilkan sejumlah rekomendasi kebijakan strategis guna menjawab tantangan perdagangan global bagi UMKM. Hal ini bertujuan agar UMKM makin produktif dan berdaya saing.
Baca juga: Di NHCCE Kuala Lumpur, Wamendag Roro Sebut Kemendag Siapkan Mitigasi Hadapi Tren Perdagangan Dunia
Menurut Roro, tantangan utama yang dihadapi UMKM, termasuk UMKM milik perempuan, menc
akup keterbatasan akses pembiayaan, fasilitasi perdagangan, keterampilan digital, serta hambatan teknis perdagangan yang dapat memperlambat pertumbuhan dan kinerja UMKM secara keseluruhan.
Sebab itu, lokakarya ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah, pelaku usaha, organisasi internasional, akademisi, dan masyarakat guna merumuskan rekomendasi nyata di sektor fasilitasi perdagangan bagi para pelaku UMKM.
“Salah satu contoh program unggulan yang dimiliki Kementerian Perdagangan untuk fasilitasi perdagangan UMKM yaitu melalui Program UMKM BISA (Berani Inovasi, Siap Adaptasi) Ekspor,” tuturnya.
Program itu, sambung Wamendag, memberikan fasilitasi di berbagai tahapan bisnis bagi para pelaku UMKM, mulai dari pendaftaran usaha melalui situs InaExport, kurasi produk, presentasi bisnis (pitching), hingga penjajakan bisnis (business matching) dengan calon buyer dari berbagai negara.
Kerja sama dengan mitra dagang
Wamendag Roro juga mengungkapkan pentingnya peran kerja sama dengan mitra dagang dan organisasi internasional, seperti APEC dalam mendorong kapasitas pelaku usaha UMKM, termasuk milik perempuan.
Menurutnya, terkait pengembangan UMKM milik perempuan, Kementerian Perdagangan juga telah bekerja sama dengan International Trade Centre (ITC) melalui program SheTrades Hub Indonesia dan SheTrades Outlook, serta program Women in Trade for Inclusive and Sustainable Growth (WITSG) dengan Trade Facilitation Office (TFO) Kanada.
“Program tersebut berfokus pada peningkatan kapasitas ekspor, akses pasar, perumusan kebijakan berbasis data bagi pelaku usaha perempuan, serta pendampingan pelaku usaha perempuan di sektor- sektor potensial,” kata Wamendag Roro.
Salah satu peserta yang merupakan perwakilan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bekti Setyorani, menyampaikan, di era kesetaraan gender saat ini, lokakarya yang diselenggarakan sangat bermanfaat untuk mendorong para pelaku usaha perempuan dalam mendapatkan wawasan baru yang dapat langsung diimplementasikan di kehidupan sehari-hari, utamanya di berbagai bidang usaha.
"Melalui kegiatan lokakarya tingkat internasional, para pemangku kepentingan seperti pemerintah mendapat ide-ide segar untuk peningkatan kualitas kebijakan, sementara para pelaku usaha mendapat masukan bagi penguatan daya saing di tengah kompetisi pasar yang makin ketat," imbuhnya.
Pelaksanaan lokakarya internasional yang diinisiasi Kementerian Perdagangan sejak 2024 ini merupakan wujud nyata dalam memanfaatkan kerja sama internasional untuk mendukung iklim kebijakan perdagangan yang inklusif dengan melibatkan UMKM, termasuk milik perempuan.
Lokakarya itu turut membahas sejumlah rekomendasi kebijakan fasilitasi perdagangan yang perlu ditingkatkan untuk mendukung UMKM terintegrasi dalam rantai nilai dan pasar internasional, yaitu melalui penyederhanaan prosedur perdagangan, peningkatan akses pembiayaan, pemanfaatan teknologi digital untuk pemasaran dan produksi, serta penguatan kerja sama ekonomi di tingkat regional dan global.
Kegiatan dihadiri lebih dari 100 peserta dari 13 Ekonomi APEC dan satu non-Ekonomi (Kolombia).
Beberapa rekomendasi kebijakan strategis yang juga turut dibahas, antara lain pengembangan kebijakan berbasis gender dan data untuk fasilitasi perdagangan UMKM, peningkatan kapasitas sumber daya manusia bagi UMKM milik perempuan, serta pemanfaatan teknologi digital untuk fasilitasi perdagangan yang saling terhubung. (SG-1)