Soko Berita

Editorial: Hari Kartini: Saatnya Negara Berdiri Bersama 37 Juta Pelaku UMKM Perempuan

Pelaku UMKM perempuan memainkan peran vital yang layak disebut sebagai Kartini masa kini yang menjadi pejuang ekonomi keluarga dan penggerak ekonomi bangsa.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
21 April 2025

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perempuan memainkan peran vital yang layak disebut sebagai Kartini masa kini—pejuang ekonomi keluarga dan penggerak ekonomi bangsa. (Sokoguru/AI)

SOKOGURU: Hari Kartini yang hari ini diperingati bukan sekadar seremoni memakai kebaya atau hanya mengenang perjuangan emansipasi perempuan. 

Lebih dari itu, peringatan Hari Kartini adalah momen refleksi atas sejauh mana perempuan Indonesia hari ini mampu berdiri sejajar dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi. 

Dalam konteks ini, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perempuan memainkan peran vital yang layak disebut sebagai Kartini masa kini—pejuang ekonomi keluarga dan penggerak ekonomi bangsa.

Baca juga: Editorial: Mewujudkan Mudik Idul Fitri Aman dan Terjangkau, Momen UMKM Raup Cuan

Data Kementerian UMKM mencatat bahwa lebih dari 64% dari total pelaku UMKM di Indonesia adalah perempuan, atau setara dengan sekitar 37 juta pelaku usaha. 

Mereka tersebar mulai dari penjaja makanan rumahan, pengrajin, pemilik toko daring, hingga wirausaha sosial di desa-desa. 

Mereka bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga pencipta lapangan kerja, penjaga budaya lokal, dan pelaku utama dalam mendorong kemandirian ekonomi.

Perempuan pelaku UMKM juga terbukti tangguh. Di tengah badai pandemi beberapa tahun lalu, banyak dari mereka justru mampu bertahan, berinovasi, dan menjadi penopang ekonomi rumah tangga. 

Namun, ketangguhan ini belum sepenuhnya dibarengi dengan ekosistem pendukung yang optimal. 

Masalah klasik seperti keterbatasan akses permodalan, rendahnya literasi digital dan keuangan, hingga tanggung jawab ganda sebagai ibu rumah tangga masih menjadi batu sandungan.

Di sinilah negara harus hadir, bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai penggerak transformasi. 

Pemerintah pusat hingga daerah harus lebih progresif dalam merancang program dukungan yang berpihak pada pelaku UMKM perempuan. 

Baca juga: Kilau Mutiara Lombok Mendunia: Mahayusi Bawa UMKM Perempuan Tembus Pasar Global

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan, pelatihan literasi digital, perluasan akses pasar daring, hingga pendampingan legalitas usaha harus menyasar langsung para Kartini ekonomi ini.

UMKM yang digerakkan oleh perempuan perlu mendapat perhatian lebih, khususnya dalam bentuk pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. 

Salah satu kunci untuk mendorong mereka naik kelas adalah penguasaan teknologi digital. 

Mulai dari pemanfaatan keuangan digital, strategi pemasaran berbasis media sosial, hingga kemampuan menciptakan kemasan produk yang menarik—semua itu menjadi elemen penting dalam meningkatkan daya saing UMKM perempuan.

Dengan bekal pengetahuan yang tepat, para pelaku UMKM perempuan tak hanya mampu memperkuat usahanya di level lokal, tetapi juga membuka peluang menembus pasar global. 

Transformasi ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga pemberdayaan—karena ketika perempuan berdaya, keluarga dan komunitas pun ikut maju.

Momen Hari Kartini adalah momentum tepat untuk menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan bukan jargon kosong. 

Baca juga: Hari Ibu Nasional: Saatnya Perkuat Peran UMKM Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi

Sudah saatnya cerita Kartini tak lagi berhenti di ruang sejarah, tetapi hidup dalam jutaan tangan-tangan terampil yang mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai, yang membangun ekonomi dari rumah sederhana hingga menembus pasar dunia.

Jika Kartini dahulu memperjuangkan akses pendidikan bagi perempuan, maka Kartini masa kini memperjuangkan kemandirian ekonomi. 

Dan jika negara dahulu hadir untuk mencatat sejarah emansipasi, maka kini negara harus hadir untuk mendukung langkah-langkah kecil yang berdampak besar. 

Kartini bukan masa lalu. Ia adalah wajah masa depan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.(Editorial/SG-2)