ANCAMAN gempa megathrust yang diprediksi akan terjadi di Selat Sunda terus menjadi perhatian, terutama bagi industri pariwisata di Banten.
Dalam acara "The Weekly Brief with Sandi Uno" yang diadakan secara hybrid pada Senin, (26/8), sejumlah narasumber dari berbagai sektor berkumpul untuk membahas dampak potensi gempa besar tersebut terhadap destinasi wisata di Banten, serta langkah-langkah mitigasi yang harus segera diambil.
Acara itu menghadirkan beberapa tokoh penting, termasuk Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten Ashok Kumar, Koordinator Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pasifik BMKG Suci Dewi Anugerah, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Dr. Weniza, serta Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang Rahmat Zultika.
Baca juga: Kecamatan Mandalajati Jadi Percontohan Penanganan Bencana di Kota Bandung
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf/Baparekraf, Nia Niscaya, sebagai moderator, membuka diskusi dengan menyinggung kehebohan yang muncul di media terkait prediksi megathrust dan tsunami yang mungkin melanda Selat Sunda.
“Saya kira semua tahu ya, sempat viral isu yang disampaikan oleh BMKG mengenai megathrust dan tsunami yang mungkin terjadi di Selat Sunda. Ini cukup hangat dibahas di media. Salah satu yang terdampak oleh prediksi ini tentunya wisata pantai, termasuk Carita yang merupakan daya tarik bagi wisatawan,” ujarnya.
Menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, distribusi perjalanan wisatawan Nusantara pada November menunjukkan, DKI Jakarta memegang pangsa pasar sebesar 9,32%, sedangkan Provinsi Banten menyusul dengan 7,65%.
Baca juga: Tujuh Daerah Terkena Bencana di Sulsel Peroleh Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar
Hal itu menempatkan kedua daerah itu dalam posisi lima besar asal perjalanan wisatawan Nusantara. Data dari tahun sebelumnya juga menunjukkan, DKI Jakarta dan Banten terus menjadi tujuan utama perjalanan wisata domestik, dengan DKI Jakarta mencapai 9,49% dan Banten 6,53% dari total perjalanan.
Namun, ancaman megathrust telah menyebabkan penurunan drastis dalam kunjungan wisatawan ke Banten, terutama di daerah pantai.
“Kami melihat fluktuasi atau kedatangan wisatawan di Pandeglang pada Agustus, dari minggu pertama, kedua, dan ketiga, sejak minggu ketiga kunjungan wisata pantai mulai menurun,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang Rahmat Zultika.
Baca juga: Pentingnya Literasi dan Mitigasi Hadapi Risiko Bencana Sesar Lembang
Upaya Mitigasi
Menyikapi ancaman itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan BMKG telah mengambil berbagai langkah mitigasi.
Rahmat mengatakan pihaknya telah memasang 22 titik deteksi dini, termasuk seismograf dan sistem peringatan dini tsunami di beberapa lokasi strategis seperti Tanjung Lesung dan Pantai Labuan.
“Kami berharap isu-isu terkait megathrust ini tidak digembungkan, apalagi menjelang puncak liburan. Masyarakat kita belum seperti Jepang yang memiliki pengetahuan cukup sehingga tidak terpengaruh oleh isu bencana,” tambahnya.
Di sisi lain, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan di sektor pariwisata. Koordinator Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugerah, menjelaskan, langkah pertama yang harus diambil adalah melakukan penilaian risiko di kawasan wisata dan memastikan bahwa jalur evakuasi serta rambu-rambu keselamatan sudah disiapkan dengan baik.
Ia juga berpandangan sangat penting kawasan wisata melakukan simulasi secara rutin untuk meningkatkan kesiapan para pengelola wisata dan hotel dalam menghadapi kemungkinan bencana yang kelak terjadi..
“Potensi gempa bumi megathrust dan tsunami di Indonesia adalah fakta yang tidak bisa kita pungkiri. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada dan menyiapkan upaya mitigasi. Promosi wisata yang aman berbasis mitigasi gempa bumi dan tsunami perlu digencarkan dengan kolaborasi dan sinergi berbagai pihak,” jelas Suci.
Di acara yang sama, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG, Weniza, menambahkan, Indonesia telah mengusung standar internasional ISO 22328-3 yang memberikan panduan praktis bagi sektor pariwisata dalam mengimplementasikan sistem peringatan dini tsunami.
Standar itu diharapkan dapat membantu memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dan menjaga kelangsungan bisnis pariwisata di daerah rawan bencana.
“Keberhasilan Indonesia dalam mengusung ISO itu menunjukkan bahwa kita mampu mengembangkan konsep internasional yang lahir dari pembelajaran nasional kita. Ini akan memberikan dampak di tingkat global dan internasional,” ujarnya.
Setelah berbagai langkah mitigasi dan kesiapsiagaan dijelaskan, penting untuk diingat bahwa persepsi publik terhadap isu-isu seperti gempa megathrust juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas industri pariwisata.
“Kami berharap isu ini tidak digaungkan kencang-kencang, apalagi menjelang akhir tahun, saat liburan,” pungkas Rahmat. (Fajar Ramadan/SG-1)