NAMA Tauhid Aminulloh sagat tidak asing di komuitas pecinta teh dan kopi. Saat sokoguru.id bertemu Tauhid Aminulloh, "aroma" tehnya sangat kuat.
Tauhid Aminulloh sangat terampil berbicara teh dari sudut ilmu pegetahuan. Kalau soal menyajikan teh yah jangan tanya, Tauhid Aminulloh sangat jago.
Diskusi panjang lebar di kebun teh H Cucu di Ciwidey, terasa cepat. Banyak pegetahun tentang teh disajikannya secara paripura.
Kata Tauhid Aminulloh, Kebun teh bukan sekadar lahan hijau yang indah dilihat dari ketinggian.
Di balik pucuk-pucuk segar yang biasanya kamu temuin di dalam cangkir, ada ilmu serius nan detail yang mengatur segalanya.
Mulai dari pemilihan klon, cara tanam yang eco-friendly, sampai teknik pemetikan yang ternyata punya banyak aturan.
Seriusan, sokoguru.id melihat ini bukan cuma soal petik lalu keringkan. Ini soal sains, budaya, dan sedikit keahlian tingkat dewa!
Let’s start with the basics dulu, guys. Tanaman teh punya dua jenis utama.
"Camellia sinensis dan Camellia assamica. Keduanya punya karakter unik," kata Tauhid Aminulloh.
Baca Juga:
Kayak Sijichun dan Formosa 27 dari sinensis yang cocok buat rasa floral dan aroma manja, sampai Dewata 27 dan Kaligua dari assamica yang lebih strong dan earthy.
Jadi kalau kamu pernah mikir teh itu ya... yaudah gitu aja, well, think again.
Tapi punya varietas oke doang gak cukup. Di sinilah prinsip agroekologi berperan.
Mencotohkan lahan dan cara H Cucu merawat teh, tanaman harus ditanam menyesuaikan kontur lahan, supaya air gak numpuk dan akar nggak soak.
Ini bukan cuma buat good looks di Instagram, tapi juga biar pertumbuhan tanaman stabil dan sustainable.
Lanjut ke urusan petik-memetik, jangan kira ini job gampang. Ada istilah-istilah kayak tinggi bidang petik, diameter tajuk, gilir petik, sampe hanca petik.
Contohnya, tinggi ideal bidang petik itu di angka 80-110 cm. Kalau lebih dari 120 cm, bisa bikin pemetik ngos-ngosan dan hasilnya nggak optimal.
Bahkan cara menentukan tinggi “jendangan” – petikan pertama pasca pangkas – itu diukur sampai ke sentimeter. Segitunya!
Dan jangan lupakan pentingnya daun pemeliharaan. Yang satu ini beneran underrated. Tebalnya harus 15-20 cm alias 4-5 lembar daun.
Kalau terlalu tebal, aliran nutrisi bisa ngadat, dan tunas baru bakal lelet tumbuh.
Sama kayak hidup kita yang butuh asupan nutrisi (dan healing sesekali), tanaman teh juga gitu.
Lalu gilir petik dan hanca petik pun harus dikalkulasi sedemikian rupa.
Di dataran tinggi, pucuk tumbuh lambat – kayak slow motion – jadi gilir petiknya lebih lama.
Tapi justru di situ kualitasnya bisa lebih kece. Nah, luas area yang harus dipetik per hari alias hanca petik harus disesuaikan sama kapasitas dan topografi. Gak bisa asal suruh metik doang!
Bicara soal teh gak cuma soal rasa, tapi soal ketelitian. Di balik satu pucuk teh, ada kalkulasi presisi dan kecintaan terhadap alam.
Kebun teh bukan sekadar tempat wisata yang Instagramable, tapi juga laboratorium hidup tempat manusia dan alam berkolaborasi.
Jadi, next time kamu minum teh sambil scrolling TikTok, ingat ya—pucuk yang kamu nikmati itu hasil dari kerja keras, teknik canggih, dan cinta yang mendalam dari para pelaku agro. Respect! (*)