MATAHARI baru naik. Embun masih basah di pucuk-pucuk daun teh. Suara burung bersahutan, dan rombongan semut tampak sibuk menyusuri jalan setapak.
Di tengah pemandangan kebun teh yang segar itu, saya jadi mikir: sebenarnya dari mana sih teh yang kita minum tiap hari itu berasal?
Ternyata, perjalanan si daun teh ini nggak sesimpel “petik-seduh-nyeruput”. Yuk, kita ulik!
Pagi itu, suasana di kebun teh Celak Datar Puspa terasa nyaris sempurna. Langit cerah, angin gunung lembut menyapa, dan suara burung membentuk orkestra alami yang bikin hati adem.
Saya berdiri di tengah kebun milik H Cucu, dikelilingi oleh hamparan hijau daun teh, sambil menyeruput segelas teh hangat yang baru diseduh.
Tapi di balik rasa teh yang menenangkan itu, saya mulai penasaran, dari mana sebenarnya tanaman teh ini berasal?
Buat kita, generasi yang hidup di era scroll TikTok sambil ngopi atau ngeteh, mungkin nggak semua sadar kalau teh itu punya sejarah panjang yang lintas negara, lintas benua, dan bahkan lintas klasifikasi ilmiah!
Kalau balik ke zaman dulu, tanaman teh ternyata berasal dari daerah pegunungan Himalaya, yang ada di perbatasan India, Tibet, Tiongkok, dan Myanmar.
Jadi, bisa dibilang teh itu “anak gunung” yang suka suhu sejuk dan curah hujan tinggi—makanya dia betah banget tumbuh di dataran tinggi Indonesia kayak di sini, di kebun teh Celak Datar Puspa.
Uniknya lagi, secara ilmiah, teh dulu diberi nama Thea sinensis sama Carl Linnaeus (si bapak taksonomi itu loh) tahun 1753.
Tapi, di tahun 1887, nama itu direvisi jadi Camellia sinensis oleh Carl Ernst Otto Kuntze.
Baca Juga:
Yup, bahkan urusan nama tanaman pun bisa dramatis kayak kisah cinta di drakor.
Yang lebih menarik, ternyata jenis teh itu nggak cuma satu. Ada varietas sinensis yang daunnya kecil dan ujungnya tumpul (biasanya diolah jadi teh hijau), ada juga varietas assamica dari daerah Assam, India, yang daunnya lebih gede dan runcing.
Di Indonesia, dua-duanya tumbuh subur. Jadi teh yang kamu minum hari ini bisa jadi campuran dari keduanya!
Oh, dan jangan kira tanaman teh itu cuman semak-semak pendek ya. Aslinya, teh itu bisa tumbuh jadi pohon tinggi belasan meter.
Tapi di kebun, tanaman teh sengaja dipangkas biar gampang dipetik—makanya tingginya dijaga di kisaran 90-120 cm.
Bahkan, sistem akarnya tuh keren banget: kalau akar utamanya putus, akar cabangnya bisa tumbuh ke bawah dan ambil alih peran utamanya.
Mirip tim yang solid, saling back-up kalau ada yang tumbang. Cool, kan?
Teh juga punya siklus pertumbuhan yang konsisten. Dia akan terus memunculkan tunas baru dan daun-daun segar, seperti semangat kita yang terus tumbuh meski hidup kadang naik-turun (ehem... relatable ya?).
Saya pribadi merasa, mengenal sejarah dan sains di balik secangkir teh bikin kita lebih menghargai setiap tegukan.
Teh bukan cuma soal minuman hangat yang bisa nemenin galau, kerjaan, atau baca buku.
Ia adalah warisan budaya, ilmu, dan alam yang tumbuh bersama tangan-tangan petani di lereng pegunungan.
Maka, saat kita nyeruput teh—entah di kafe kekinian atau di beranda rumah nenek—cobalah beri satu detik untuk menghargai perjalanan panjang si daun teh ini.
Karena dari Himalaya sampai Cianjur, dari Carl Linnaeus sampai petani lokal, semuanya berperan dalam cerita yang kamu minum hari ini.
Jadi, gimana? Masih mau nyeduh teh instan sambil scroll medsos tanpa tahu kisah di baliknya?
Yuk, mulai lebih peka. Karena tahu sejarah itu nggak harus kaku—asal dibalut dengan rasa (dan rasa teh, tentunya).
Kamu Harus Tahu!
Asal Usul Tanaman Teh:
Tanaman teh berasal dari pegunungan Himalaya, di daerah dengan garis lintang Utara 30° dan bujur 100°, yang meliputi negara-negara seperti India, Tibet, Tiongkok, dan Burma.
Tanaman teh pertama kali diberi nama Thea sinensis oleh Carl Linnaeus pada tahun 1753.
Perkembangan Taksonomi Tanaman Teh:
Tanaman teh semula dikenal sebagai Thea sinensis, namun pada tahun 1887, Carl Ernst Otto Kuntze memindahkan spesies ini ke genus Camellia, menjadikannya Camellia sinensis yang sekarang diterima secara luas.
Varietas Teh:
Ada dua jenis teh utama yang dikenal di Indonesia, yaitu varietas assamica dan sinensis.
Perbedaan utamanya terletak pada ukuran daun dan bentuk ujung daun antara keduanya.
Karakteristik Tanaman Teh:
Tanaman teh dapat tumbuh hingga beberapa belas meter, namun di perkebunan teh, tanaman tersebut dipangkas agar tingginya hanya sekitar 90-120 cm untuk mempermudah pemetikan daun.
Akar teh juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi jika akar utama terputus.
Kebutuhan Lingkungan Tumbuh:
Tanaman teh tumbuh dengan baik di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan lebih dari 1500 mm.
Tanaman ini memerlukan kelembapan yang tinggi dan suhu udara antara 13°C hingga 29,5°C, sehingga tumbuh optimal di daerah pegunungan yang sejuk. (*)