SOKOGURU, JAKARTA– Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat penting dalam membangun ekosistem pangan lokal yang tangguh dan berkelanjutan.
Diversifikasi pangan lokal sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional juga sekaligus dapat menjadi penggerak ekonomi pedesaan.
Untuk itu Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) mendukung pelaku UMKM yang mengembangkan produk pangan berbahan baku non-beras, seperti singkong atau mocaf (modified cassava flour).
Baca juga: Unpas Bandung-Bapanas/NFA Berkolaborasi Dorong Diversifikasi Pangan dan Kembangkan Sorgum
Kepala Bapans/NFA, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan hal itu dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 11 Mei 2025.
“Pemberdayaan UMKM merupakan peluang emas untuk membangun ekonomi pedesaan yang mandiri. Meningkatkan konsumsi pangan lokal non-beras bukan hanya memperkuat ketahanan pangan nasional, tapi juga menciptakan lapangan kerja dan menambah nilai ekonomi di desa,” ujarnya dalam keterangan resmi Bapanas.
Berdasarkan Direktori Konsumsi Pangan Nasional 2024, lanjut Arief, terlihat dominasi konsumsi beras masih tinggi, yakni 92 kg per kapita per tahun. Sementara pangan lokal lainnya seperti singkong baru mencapai 8,5 kg, kentang 2,5 kg, ubi jalar 3,1 kg, dan sagu hanya 0,6 kg per kapita per tahun.
Baca juga: Lindungi Konsumen, Bapanas Perketat Penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada Buah dan Sayur Segar
“Ini menunjukkan betapa besarnya ruang tumbuh pangan lokal, dan UMKM adalah ujung tombaknya,” tegasnya.
Sebagai bentuk komitmen Bapanas mendukung UMKM, Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Andriko Noto Susanto, melakukan kunjungan kerja ke UMKM KWT Putri 21 di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, pada Kamis, 8 Mei lalu.
Sebelumnya, ia juga mengunjungi UMKM Mocafetela di Kabupaten Cilacap.
Baca juga: Bapanas Kawal Penyusunan Draft Standar Kayu Manis Dunia, Usul Karakteristik Indonesia Tercermin
“KWT Putri 21 dan Mocafetela adalah contoh sukses kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam mendorong pangan lokal,” ujarnya.
Kedua UMKM itu, sambung Andriko, memanfaatkan singkong dari petani lokal sebagai bahan baku utama, sehingga bukan hanya menekan biaya produksi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Produk mereka bahkan sudah dipasarkan ke luar daerah melalui platform digital.
KWT Putri 21 merupakan UMKM binaan Bapanas/NFA yang mengolah singkong menjadi produk turunan berbasis mocaf. Dukungan dari NFA mencakup penyediaan peralatan pengolahan seperti mesin packing otomatis, mesin pengayak tepung, mesin pengemas vakum, oven listrik, oven gas dua deck, dan mesin penepung.
Wiwit, Sekretaris KWT Putri 21, mengungkapkan dampak positif dari bantuan tersebut.
“Alhamdulillah, kapasitas produksi kami meningkat pesat. Dari hanya 600 pcs per produksi, kini bisa mencapai 1.500 pcs. Produk kami juga lebih bervariasi dan berkualitas, termasuk mie mocaf dan beras analog yang kini bisa tahan hingga dua tahun berkat mesin vakum,” jelasnya.
Dukungan juga datang dari Pemerintah Daerah, melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi DI Yogyakarta.
“Kami terus mendampingi KWT Putri 21, tidak hanya dengan alat, tapi juga pelatihan, pendampingan, dan business matching. Harapannya, produk lokal punya daya saing dan dapat mendorong perekonomian lokal secara berkelanjutan,” ujar Bambang, Kepala Bidang Konsumsi DPKP Prov DI Yogyakarta.
Ia meyakini, lewat kolaborasi lintas sektor seperti itu, pola konsumsi masyarakat dapat perlahan bergeser ke pangan lokal yang lebih beragam, sehat, dan berkelanjutan. Inisiatif seperti ini diharapkan dapat menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. (SG-1)