ANGGOTA Komisi VIII DPR RI, Wisnu Wijaya, mengungkapkan indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terkait penambahan kuota haji khusus oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Dalam pertemuan di Makkah, Arab Saudi, pada Selasa (18/6), Wisnu menyatakan keprihatinannya mengenai perubahan kuota haji yang dinilai tidak sesuai dengan hasil rapat Panja terkait penetapan BPIH 1445H/2024M.
Keputusan Sepihak Kementerian Agama
Menurut hasil rapat Panja pada 27 November 2023, Komisi VIII DPR dan Menteri Agama menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah, dengan kuota haji reguler sebanyak 221.720.
Baca juga: Kemenag Alihkan 10 Ribu Kuota Haji Tambahan Tanpa Kesepakatan, DPR RI Kritik Keras
Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat pada 20 Mei 2024, terungkap bahwa Kemenag secara sepihak mengubah kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680.
Artinya, ada pengurangan 8.400 kuota haji reguler yang dialihkan untuk jemaah haji khusus.
Wisnu menyoroti bahwa meskipun kebijakan ini didasarkan pada sistem E-Hajj oleh otoritas Arab Saudi, Kemenag tetap menandatangani MoU dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada Januari 2024, yang memuat ketentuan tidak sesuai dengan kesepakatan Panja BPIH.
"Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) menetapkan bahwa kuota haji khusus sebesar 8% dari total kuota haji Indonesia. Dengan total kuota 241.000, seharusnya kuota haji khusus hanya 19.280," jelas Wisnu.
Kurangnya Konsultasi dengan DPR
Wisnu juga menyoroti bahwa Kementerian Agama tidak melibatkan Komisi VIII DPR terkait perubahan alokasi kuota haji.
Baca juga: Setengah Kuota Haji Dialihkan ke ONH Plus, DPR RI Minta Transparansi
"Tidak pernah ada konsultasi apalagi kesepakatan dengan kami terkait perubahan itu, sehingga wajar jika kebijakan tersebut dianggap ilegal," tegasnya.
Keputusan sepihak ini menyebabkan 8.400 jemaah haji reguler kehilangan haknya untuk menunaikan haji pada tahun 1445H/2024M.
Peran Pemerintah yang Harus Dominan
Gus Muhaimin, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Timwas Haji DPR RI, menegaskan pentingnya peran dominan pemerintah dalam menentukan fasilitas jemaah haji.
"Pemerintah harus mendikte, bukan didikte oleh perusahaan. Kita harus memilih tempat yang layak karena jumlah kita besar dan posisi kita kuat," ujarnya.
Muhaimin menyerukan revolusi dalam penyelenggaraan haji.
"Harus ada perbaikan total sehingga kondisi yang memprihatinkan ini tidak terulang lagi. Revolusi penanganan haji dimulai dari sini, kita akan benahi total," tegasnya.
Fokus pada Prioritas Lansia
Wisnu juga menekankan pentingnya prioritas bagi jemaah haji reguler lansia.
Baca juga: Gus Muhaimin Soroti Tagline "Haji Ramah Lansia" yang Belum Sesuai
"Masalah masa tunggu ini menjadi keprihatinan banyak calon jemaah. Ada yang harus menunggu hingga 40 tahun lebih, sementara usia mereka sudah mencapai 65 tahun," jelasnya.
"Kami meminta agar lansia ini menjadi prioritas untuk kuota tambahan haji, bukan yang punya uang lebih banyak," jelasnya sebagaimana dilansir situs DPR RI, Selasa (18/6).
Pembentukan Panitia Khusus
Polemik kuota haji khusus ini mendorong Timwas DPR RI untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna mengevaluasi penyelenggaraan haji tahun 1445H/2024M.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan solusi konkret dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang. (SG-2)