PELAYANAN transportasi jemaah haji Indonesia di Tanah Suci mendapat sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Anggota Tim Pengawas Haji sekaligus Anggota Komisi VIII DPR RI, John Kenedy Azis, mengungkapkan kekhawatirannya terkait operasional Bus Shalawat yang digunakan untuk mengangkut jemaah haji Indonesia.
Menurut John, sejak enam hari sebelum 9 Dzulhijjah, Bus Shalawat sudah tidak lagi terlihat beroperasi, meskipun pemerintah Indonesia telah mengontrak lebih dari 530 unit bus untuk keperluan tersebut.
Baca juga: DPR Kembali Kritik Kebijakan Kemenag Terkait Pengalihan Kuota Haji Tambahan
"Enam hari sebelum 9 Dzulhijjah, kami sudah tidak menemukan lagi Bus Shalawat yang seharusnya mengangkut jemaah haji Indonesia dari pondokan ke Masjidil Haram.
Padahal, bus-bus ini telah dikontrak oleh pemerintah Indonesia," ungkapnya dalam Rapat Komisi VIII DPR RI, Senin (1/7).
Masalah ini diperparah dengan kurangnya sosialisasi mengenai Bus Shalawat kepada jemaah haji.
Akibatnya, banyak jemaah yang tidak memanfaatkan fasilitas tersebut.
"Bus Shalawat ini tidak tersosialisasi dengan baik. Jemaah Indonesia jarang menggunakan bus ini karena tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan bahwa bus tersebut disediakan oleh pemerintah Indonesia,” ujar John.
“Berbeda dengan bus dari negara lain yang jelas memiliki tanda pengenal seperti bendera negara mereka," jelas John sebagaimana dikutip situs DPR RI, Selasa (2/7).
Baca juga: DPR Sepakat Bentuk Pansus untuk Evaluasi Pelaksanaan Ibadah Haji 2024
Akibat dari kurangnya sosialisasi dan identifikasi yang jelas, banyak jemaah haji Indonesia memilih menggunakan taksi atau angkutan lain, yang tentunya menambah beban biaya bagi mereka.
"Kebanyakan jamaah haji kita lebih sering naik taksi atau angkutan lain karena Bus Shalawat tidak mudah dikenali,” papar John.
“Bahkan, banyak yang terpaksa berjalan kaki dari pondokan ke Masjidil Haram, yang jaraknya cukup jauh," tambahnya.
Jarak antara pondokan jemaah haji dan Masjidil Haram yang cukup jauh membuat banyak jemaah harus tinggal lebih lama di masjid sambil menunggu waktu shalat berikutnya.
Baca juga: DPR Komisi VIII Ungkap Pelanggaran Kemenag dalam Pembagian Kuota Haji 2024
Hal ini menambah ketidaknyamanan bagi para jemaah, terutama yang sudah lanjut usia atau memiliki keterbatasan fisik.
Politikus Fraksi Partai Golkar ini menekankan pentingnya penyelesaian masalah ini mengingat besarnya investasi yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk menyewa Bus Shalawat.
"Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan biaya besar untuk menyewa bus-bus ini,” ujar John.
“Sehingga sangat penting untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak ada dana yang terbuang sia-sia dan jamaah haji dapat menikmati fasilitas yang sudah disediakan," tegasnya.
John menegaskan perlunya upaya yang lebih baik dalam hal sosialisasi dan pengenalan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, serta memastikan bus-bus tersebut beroperasi sesuai dengan kontrak.
Hal ini penting agar jemaah haji dapat beribadah dengan tenang dan nyaman, tanpa harus khawatir tentang transportasi.
Dengan besarnya anggaran yang telah dikeluarkan, pemerintah harus lebih serius menangani masalah ini.
Penanganan yang tepat dan cepat sangat diperlukan agar jemaah haji dapat menjalankan ibadah dengan lancar dan nyaman. (SG-2)