DEMOKRASI yang seharusnya menjadi simbol pengabdian tanpa batas pada rakyat kini tampak semakin luntur dan kehilangan arah. Praktik politik yang berkembang akhir-akhir ini semakin jauh dari nilai-nilai integritas dan etika.
Demokrasi saat ini lebih banyak dijalankan sebagai formalitas belaka, tanpa mengindahkan amanat UUD 1945 yang menekankan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama.
Demikian disampaikan Guru Besar Teknologi Pengolahan Biomassa dan Pangan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Yazid Bindar, dalam pidato pembukaannya, pada Deklarasi Ganesha untuk Selamatkan Bangsa di Lapangan Merah, Gedung CAD-FSRD ITB, Sabtu (24/8).
Baca juga: Perjuangan Tolak Ketidakadilan Telan Korban, Mata Kiri Andi Terancam Buta
Di tempat tersebut komunitas Guru Besar, Dosen, dan Mahasiswa ITB menyatakan sikap menolak politik dinasti dan berbagai bentuk manipulasi demokrasi yang dinilai semakin merusak tatanan politik nasional.
Deklarasi berisi sembilan tuntutan tersebut merupakan respons atas kekhawatiran Civitas Akademika ITB terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang dianggap telah mengalami dekadensi moral dan etika.
Deklarasi Ganesha dibacakan oleh Guru Besar Literasi Budaya Visual ITB, Prof. Yasraf Amir Piliang dan Presiden Keluarga Mahasiswa ITB, Fidela Marwah.
Baca juga: Sufmi Dasco Klaim Pembahasan UU di DPR Tak Pernah Diam-Diam
Komunitas akademis ITB secara tegas menolak upaya manipulasi kekuasaan yang dilakukan melalui rekayasa aturan hukum serta penyalahgunaan kekuasaan.
Manipulasi itu, menurut mereka, terlihat jelas dalam proses Pilpres dan Pilkada 2024, yang dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap prinsip demokrasi sejati.
“Ini adalah cara-cara manipulatif yang inkonstitusional. Pengorbanan rakyat demi ambisi sekelompok elit politik telah merusak cita-cita luhur bangsa ini,” kata Fidela Marwah di hadapan ratusan mahasiswa dan dosen yang hadir.
Baca juga: Para Demonstran Pembela Demokrasi yang Ditahan Kepolisian Minta Segera Dibebaskan
Lebih lanjut, deklarasi tersebut juga menolak dengan tegas segala bentuk politik dinasti dan kekerabatan yang dinilai merusak prinsip dasar demokrasi dan negara hukum.
“Kami melihat bahwa individualisme, egoisme kelompok, dan politik dinasti telah menyetir cara pengelolaan negara,” tambah Prof. Yasraf.
Komunitas ITB, sambungnya, juga mengutuk keras segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara dalam menghadapi aspirasi masyarakat sipil.
Dalam deklarasi itu, mereka mendesak seluruh rakyat Indonesia untuk terus mengawal proses demokrasi dan memastikan bahwa pemerintah tidak melakukan manipulasi hukum yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Sembilan tuntutan
Deklarasi Ganesha yang dibacakan tersebut berisi sembilan tuntutan yakni, pertama, mengingatkan semua penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar melaksanakan amanah jabatan yang diemban secara beretika dan berintegritas dengan sebaik-baiknya serta meyakini bahwa sumpah jabatan akan dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada bangsa dan negara Indonesia, namun juga kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kedua, menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI agar memegang amanah sebagai wakil rakyat dengan menjalankan fungsinya, yakni memperjuangkan kepentingan rakyat sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan sekelompok elit politik atau oligarki.
Tiga, menuntut Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak melanjutkan upaya-upaya inkonstitusional dan manipulatif dalam mengubah peraturan Pilkada menjelang dan sampai penyelenggaraan Pilkada serentak 2024.
Empat, menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan negara sesuai dengan konstitusi sebagai mandat dari seluruh rakyat Indonesia.
Lima, menuntut Presiden Republik Indonesia untuk selalu bersikap netral dalam semua tingkatan pemilu demi terjaganya prinsip pemilu demokratis yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta konsekuensi jangka panjangnya pada penyelenggaraan negara.
Enam, menuntut partai-partai politik untuk senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok, memegang amanah dengan luhur sebagai wakil rakyat, dan bertindak sebaik-baiknya demi kebaikan dan kesejahteraan rakyat banyak.
Tujuh, menolak segala bentuk politik dinasti dan kekerabatan dalam pendistribusian kekuasaan yang merusak prinsip dasar demokrasi dan negara hukum serta konsekuensi jangka panjangnya pada penyelenggaraan negara.
Delapan, mengutuk segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat yang seharusnya melindungi warga dalam hadapan berbagai penyampaian aspirasi oleh berbagai elemen masyarakat sipil yang merupakan hak yang dilindungi oleh konstitusi.
Sembilan, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk ikut menegakkan kedaulatan rakyat dengan terus-menerus mengawal proses demokrasi, mengawasi setiap kebijakan pemerintah agar terhindar dari manipulasi hukum yang hanya menguntungkan segelintir orang tetapi merugikan bangsa dan juga negara.
Deklarasi Ganesha ini diharapkan dapat menjadi pengingat dan pemicu kesadaran bagi para pemangku kepentingan negara untuk kembali kepada prinsip-prinsip demokrasi yang berintegritas, beretika, dan bermartabat, demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Acara diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh perwakilan dosen dan mahasiswa, memohon agar bangsa Indonesia senantiasa diberi kekuatan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada, serta agar pemimpin-pemimpin bangsa dapat kembali pada jalan yang benar dalam menjalankan amanah rakyat. (Fajar Ramadan/SG-1)