DI bawah cahaya lampu yang temaram, Andi Andriana, mahasiswa semester lima dari Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Bale Bandung (Unibba), berbaring tak berdaya di ruang operasi Rumah Sakit Mata Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat.
Matanya yang tertutup perban, terutama mata kirinya, kini sedang berjuang mempertahankan sisa penglihatannya setelah malam penuh kericuhan yang ia lalui.
Peristiwa ini terjadi pada Kamis malam, 22 Agustus 2024. Andi berada di halaman Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, bersama ribuan mahasiswa lainnya, menggelar aksi damai dengan harapan menyuarakan penolakan terhadap Revisi UU Pilkada.
Baca juga: Sufmi Dasco Klaim Pembahasan UU di DPR Tak Pernah Diam-Diam
Namun, malam yang seharusnya menjadi simbol perjuangan demokrasi, berujung pada tragedi yang merenggut ketenangan Andi.
Malam Kelam di Halaman Gedung DPRD
Ketika matahari mulai terbenam, suasana di sekitar Gedung DPRD masih terkendali meski tensi meningkat. Namun, satu jam kemudian, ketenangan itu hancur berantakan.
Kericuhan pecah, memaksa massa aksi untuk segera dievakuasi ke tempat aman.
Di tengah kekacauan itu, Andi dan seorang temannya, Jawir, tetap bertahan, berusaha membantu rekan-rekan lainnya yang terjebak di garis depan.
Namun, nasib tak berpihak pada Andi malam itu. Di tengah upayanya untuk tetap bersama massa, Andi terpisah dari Jawir.
Baca juga: Masa Hanya Dua Bulan, DPR Nilai Pergantian Menteri ESDM Tidak Efektif
Saat itulah, ketika ia berjongkok untuk memperbaiki sepatunya yang terlepas, batu besar dari arah Gedung DPRD menghantam matanya.
Lemparan batu itu, menurut kesaksian Andi yang disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unibba, Fauzi Septian, datang dari seorang oknum aparat kepolisian yang berada di lokasi.
Rasa sakit yang tak terperi membuat Andi jatuh tersungkur, dan situasi darurat pun mengharuskan ia segera dilarikan ke RS Hasan Sadikin untuk mendapatkan perawatan intensif.
Namun, kerusakan pada matanya terlalu parah sehingga ia harus dirujuk ke RS Mata Cicendo, tempat di mana ia kini berjuang untuk menyelamatkan penglihatannya.
Duka dan Kecaman
Mata Andi yang kini rusak menjadi saksi bisu atas kekerasan yang sering kali mewarnai penanganan demonstrasi di Indonesia.
Peristiwa ini memicu kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk dari Ketua BEM Unibba, Fauzi Septian.
Dengan nada penuh emosi, ia mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian.
"Kami tidak akan tinggal diam. Keadilan harus ditegakkan, dan kami akan terus memperjuangkan hak Andi," ujar Fauzi dengan tegas.
Baca juga: Reshuffle Kabinet, Bahlil Jabat Menteri ESDM dan Yasonna Dicopot
Fauzi tidak sendirian. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, turut mengutuk tindakan brutal yang dilakukan aparat.
"Mereka bukan kriminal, tapi warga yang ingin mengkritik pejabat dan lembaga negara. Bahkan jika melanggar hukum pun, tidak boleh diperlakukan dengan tindakan brutal," tegas Usman dalam pernyataannya.
Ia juga menekankan bahwa tindakan kekerasan oleh aparat, yang seharusnya melindungi rakyat, justru menjadi ancaman bagi hak asasi manusia di negeri ini.
Perjuangan Belum Usai
Sementara itu, simpang siur kabar mengenai kondisi Andi telah menyebar luas. Namun, Fauzi segera meluruskan bahwa Andi masih hidup, meski kondisinya sangat memprihatinkan.
"Andi adalah mahasiswa Unibba, bukan Unisba, dan saat ini dia sedang menjalani operasi lanjutan di RS Cicendo," jelasnya.
Kini, Andi menghadapi kenyataan pahit bahwa mata kirinya mungkin harus diangkat, tergantung hasil operasinya.
Namun, semangat untuk memperjuangkan keadilan bagi Andi tidak surut.
Pihak kampus Unibba, termasuk wakil rektor, dekan, dan kaprodi, telah datang menjenguk Andi di rumah sakit, memberikan dukungan penuh atas apa yang telah Andi lakukan.
Fauzi menegaskan bahwa BEM Unibba akan terus mendampingi Andi hingga masa pemulihannya selesai.
"Kami tidak akan berhenti di sini. Setelah operasi Andi selesai, kami berencana untuk kembali melaksanakan aksi di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat,” jelas Fauzi.
“Kami bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi pada Andi, dan kami akan terus memperjuangkan keadilan untuknya," pungkasnya.
Andi mungkin kehilangan mata kirinya, namun perjuangannya tidak akan sia-sia. Kisahnya menjadi pengingat akan harga mahal yang harus dibayar dalam memperjuangkan kebenaran di negeri ini.
Dalam keheningan ruang operasi, Andi, seorang mahasiswa yang pernah melihat dunia dengan kedua matanya, kini menghadapi masa depan dengan satu mata yang penuh luka, namun dengan tekad yang tetap menyala. (Fajar Ramadan/SG-2)