Humaniora

Banyak Penolakan, Komisi I DPR Tunda Pembahasan RUU Penyiaran

Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan masukan yang mengkhawatirkan bahwa pembahasan RUU ini dapat menekan demokrasi, khususnya dalam perkembangan media.

Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono. (Ist/DPR RI)

DALAM upaya menjaga iklim demokrasi, Komisi I DPR RI memutuskan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.

 

Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan masukan yang mengkhawatirkan bahwa pembahasan RUU ini dapat menekan demokrasi, khususnya dalam perkembangan media.

 

"Pembahasan belum dimulai. Ketika nanti dimulai, kita akan melibatkan semua pemangku kepentingan dari media, termasuk aliansi jurnalistik independen dan Dewan Pers," ujar Dave di Jakarta, Rabu (19/6).

 

Baca juga: Penolakan RUU Penyiaran dan Ancaman Pembungkaman Kebebasan Pers 

 

Dave berharap, dengan melibatkan banyak pihak, RUU ini dapat mencakup semua aspek kinerja media, khususnya di sektor penyiaran.

 

"Kami ingin memastikan perkembangan dunia penyiaran dan industri kreatif dapat berkembang dengan baik dan menyokong kemajuan bangsa dan negara," jelas politikus Fraksi Partai Golkar ini.

 

Sejarah UU Penyiaran dan Revisi yang Tertunda

 

Dave juga mengulas sejarah lahirnya UU Penyiaran, yang diterbitkan pada tahun 2002.

 

Pada tahun 2012, proses revisi dimulai untuk mengakomodir perkembangan dunia penyiaran. Namun, tarik-menarik kepentingan yang sangat banyak membuat proses revisi hingga kini belum rampung.

 

"Beberapa substansi mengenai UU Penyiaran sudah diatur dalam RUU Cipta Kerja. Namun, ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan," ungkapnya sebagaimana dikutip situs resmi DPR RI, Rabu (20/6).

 

Baca juga: Anggota DPR RI Apresiasi Aksi Massa Jurnalis Tolak RUU Penyiaran

 

Era Digitalisasi dan Tantangan Baru

 

Dave menyoroti bahwa di era digitalisasi, perkembangan media sosial dan layanan OTT (Over The Top) seperti terestrial tidak terduga saat UU Penyiaran pertama kali dibuat.

 

"Perkembangan ini tidak dipertimbangkan saat UU pertama kali dibuat pada 2002," tambahnya.

 

Karena itulah, revisi UU Penyiaran menjadi penting. "Namun, ketika mau pembahasan, banyak hal yang menjadi perdebatan. Oleh sebab itu, kami memutuskan untuk menunda dulu pembahasannya," tutup Dave.

 

Kritik dan Harapan

 

Keputusan penundaan ini menuai berbagai tanggapan. Beberapa pihak mengapresiasi langkah DPR untuk mendengar masukan dan mempertimbangkan dampaknya terhadap demokrasi.

 

Namun, kritik juga muncul terkait lambatnya proses revisi yang dianggap vital untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan industri media saat ini.

 

Baca juga: RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers dan Perluas Kewenangan KPI

 

Pengamat media, Siti Nur Aisyah, menyatakan bahwa keterlambatan revisi ini bisa menghambat perkembangan industri penyiaran di Indonesia.

 

"Kita berada di era digital yang sangat dinamis. Regulasi yang ketinggalan zaman bisa menjadi penghalang utama inovasi dan pertumbuhan industri kreatif," ujarnya.

 

Dalam konteks ini, penting bagi DPR untuk memastikan bahwa revisi UU Penyiaran tidak hanya merespons perkembangan teknologi, tetapi juga memperkuat demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.

 

Semua mata tertuju pada langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Komisi I DPR dalam menyelesaikan pembahasan RUU ini. (SG-2)