Humaniora

Anggota DPR RI Apresiasi Aksi Massa Jurnalis Tolak RUU Penyiaran

Revisi UU Penyiaran bisa menjadi pintu masuk bagi aturan-aturan yang tidak sejalan dengan prinsip kebebasan pers.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
28 Mei 2024
Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, (Dok.DPR RI)

AKSI unjuk rasa yang digelar sejumlah jurnalis dan serikat pekerja media di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Senin (27/5/2024) siang, mendapat apresiasi dari anggota legislatif.

 

Mereka menolak revisi Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, yang dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers.

 

Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, langsung menghampiri para demonstran dan menyampaikan dukungannya.

 

Baca juga: RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers dan Perluas Kewenangan KPI

 

"Terima kasih atas unjuk rasa yang disampaikan aliansi jurnalis, pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi," kata Farhan sebagaimana dilansir situs DPR RI.

 

"Ini salah satu upaya kita untuk tetap menjaga semangat demokrasi, yang salah satu pilar utamanya adalah kebebasan berpendapat," ujar Farhan di depan Gedung DPR/MPR RI.

 

Farhan menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran bisa menjadi pintu masuk bagi aturan-aturan yang tidak sejalan dengan prinsip kebebasan pers.

 

Ia berkomitmen untuk mengawal proses pembahasan revisi ini agar tidak mengancam kebebasan berpendapat.

 

Baca juga: RUU Penyiaran Harus Tampung Aspirasi Masyarakat dan Insan Media

 

"Kita sedang memperjuangkan bagaimana caranya pasal-pasal yang mengganggu kebebasan berpendapat tidak masuk," tegasnya.

 

Saat ini, revisi UU Penyiaran sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

 

Farhan menjelaskan bahwa keputusan apakah revisi ini akan dibahas dalam periode legislatif sekarang yang berakhir Agustus, atau dilanjutkan ke periode mendatang, masih dalam proses.

 

"Saat ini prosesnya masih di Badan Legislasi, yang akan menentukan apakah boleh dibahas di periode sekarang atau dilanjutkan di DPR periode mendatang," kata politikus Fraksi Partai NasDem ini.

 

Dalam aksi ini, jurnalis mengajukan tiga tuntutan utama. Pertama, mereka meminta pembatalan seluruh pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran.

 

Kedua, mereka menuntut partisipasi aktif dan bermakna dari Dewan Pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi dalam pembahasan revisi.

 

Baca juga: Larangan Tayangan Eksklusif Jurnalisme Investigasi, Upaya Tutup Mata Terhadap Kebenaran

 

Ketiga, mereka menginginkan jaminan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan.

 

Aksi ini mencerminkan kekhawatiran mendalam dari komunitas jurnalis terhadap potensi pengekangan kebebasan pers.

 

Kritikus berpendapat bahwa jika revisi UU Penyiaran diloloskan tanpa pengawasan ketat, hal ini bisa menjadi preseden berbahaya bagi regulasi media di masa depan.

 

Pentingnya menjaga kebebasan pers sebagai pilar demokrasi ditegaskan oleh berbagai organisasi jurnalis.

 

Mereka menekankan bahwa segala bentuk regulasi yang berpotensi menghambat kebebasan berekspresi harus dihindari.

 

Dalam konteks ini, aksi protes ini tidak hanya menjadi bentuk penolakan terhadap revisi UU Penyiaran, tetapi juga sebagai seruan untuk perlindungan hak-hak demokratis yang lebih luas.

 

Dalam pandangan kritis, langkah DPR untuk mendengarkan aspirasi jurnalis merupakan sinyal positif.

 

Namun, tindakan nyata dalam mengakomodasi tuntutan mereka dan memastikan bahwa kebebasan pers tetap terlindungi akan menjadi ujian sebenarnya bagi komitmen pemerintah terhadap demokrasi.

 

Dengan demikian, perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers masih panjang dan membutuhkan perhatian serta dukungan dari semua pihak. (SG-2)