HARI Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day yang jatuh pada setiap 3 Mei baru saja diperingati di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Terkait Hari Kebebasan Pers Sedunia 2024, kita diingatkan kembali tentang pers yang berperan penting dalam memajukan akses dan penyebaran informasi kepada masyarakat.
Saat berbicara tentang wacana demokrasi yang sehat, kebebasan pers menjadi pilar utama yang tidak bisa ditawar-tawar.
Baca juga: Hari Kebebasan Pers Sedunia, DPR RI: Jurnalis Garda Depan Sampaikan Kebenaran
Sebaliknya, Indonesia menghadapi hal yang ironis terkait dengan kebebasan pers.
Pemerintah yang kerap mengklaim bahwa Indonesia sebagai negara demokratis sebaliknya justru pers mulai merasakan 'kekangan' dan tak berlebihan jika menuju langkah pembungkaman.
Baru-baru ini semangat anti-demokrasi justru mencuat dengan adanya wacana larangan tayangan eksklusif jurnalisme investigasi dalam draf RUU Penyiaran.
Jelas larangan tayangan eksklusif jurnalisme investigasi bisa dikatakan sebagai upaya menghancurkan demokrasi.
Padahal kita tahu dan paham bahwa pentingnya kebebasan pers dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Jurnalisme investigasi memiliki peran yang sangat krusial.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Sejarah Hari Pers Nasional
Pasalnya jurnalisme investigasi juga bertindak sebagai watchdog yang mengungkap berbagai penyelewengan dan korupsi yang mungkin tersembunyi dari pandangan publik.
Melarang tayangan eksklusif jurnalisme investigasi sama artinya dengan menutup mata terhadap kebenaran yang perlu disampaikan kepada masyarakat.
Namun demikian, kita juga perlu mengakui bahwa kebebasan pers harus disertai tanggung jawab.
Kalangan jurnalis juga memahami dan menyadari bahwa kebebasan pers tidak boleh digunakan secara serampangan, tetapi harus disertai kehati-hatian untuk kepentingan masyarakat.
Baca juga: Terbitnya Perpres Publisher Right Jadi Angin Segar bagi Kalangan Pers
Ini adalah pandangan yang tepat, tetapi jangan sampai prinsip kehati-hatian ini digunakan sebagai tameng untuk mengekang kebebasan pers itu sendiri.
Draf RUU Penyiaran Tumpah Tindih
Salah satu poin kontroversial dalam draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran adalah mengenai tumpang tindihnya aturan penyelesaian sengketa jurnalistik antara Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
KPI seharusnya hanya menangani sengketa penyiaran, sementara produk jurnalistik tertulis yang bermasalah harus diselesaikan oleh Dewan Pers.
Koordinasi yang jelas antara kedua lembaga ini sangat diperlukan agar tidak ada kebingungan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Bentuk Pembungkaman Pers
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia secara tegas mengkritik draf RUU tersebut.
Bayu Wardhana, Sekjen AJI, pun menyatakan bahwa larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi merupakan bentuk pembungkaman pers yang dapat mengancam kebebasan pers.
“Klausul ini membingungkan dan mengapa ada larangan semacam ini?” tanyanya dengan penuh keprihatinan.
Kita harus bertanya kepada para pembuat kebijakan: Apa yang sebenarnya ingin dicapai dengan larangan ini?
Bukankah demokrasi yang sejati membutuhkan transparansi dan akses informasi yang bebas dan tidak dibatasi?
Jika kita menghalangi jurnalisme investigasi, kita sama saja menutup peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat tentang apa yang terjadi di balik layar kekuasaan.
Pada akhirnya, kebebasan pers bukanlah sekadar slogan. Kebebasan pers adalah kebutuhan esensial untuk menjaga demokrasi tetap hidup dan sehat.
Melarang tayangan eksklusif jurnalisme investigasi adalah langkah mundur yang tidak boleh dibiarkan terjadi.
Mari kita terus berjuang demi kebebasan pers yang bertanggung jawab dan demi demokrasi yang sejati. (SG-2)