SETIAP tanggal 9 Februari, bangsa Indonesia memperingati Hari Pers Nasional atau HPN. Pertanyaan kenapa HPN ditetapkan pada tanggal tersebut?
Hari Pers Nasional (HPN) tidak bisa dipisahkan dari lahirnya organisasi yang menjadi wadah para wartawan yang dulu disebut dengan julukan "kuli tinta' yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Sebelum lahir organisasi PWI, sejumlah organisasi yang mewadahi kalangan wartawan sudah terbentuk. Namun biasanya mereka berafiliasi dengan partai, komunitas, atau organasasi kemasyarakatan.
Namun lahirnya organisasi wartawan atau jurnalis PWI juga terikat dengan histori bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan dan perjuangan dalam meraih kemerdekaan Indonesia.
Tepat pada 9 Februari 1946 di Solo, Jawa Tengah, kalangan wartawan di Tanah Air membentuk organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Baca juga: Reformasi Pajak Harus Berdampak Positif untuk Visi Indonesia Emas 2045
Saat terbentuknya PWI atau bertepatan dengan 9 Februari 1946 di Solo, justru pasukan Inggris dan Belanda sedang meningkatkan operasi pendaratan militer mereka dan pendudukan di berbagai wilayah Republik Indonesia.
Pada waktu bersamaan, kalangan wartawan Republiken tengah mengadakan kongres pertamanya di Surakarta atau Solo untuk membentuk PWI.
Kongres yang melahirkan PWI itu dihadiri wartawan dari daerah sejumlah dari daerah. Untuk mencapai Surakarta, para wartawan tak mudah. Mereka harus berjuang untuk menghindari tentara Belanda di beberapa daerah.
Baca juga: Sejuta Sertifikat Halal Gratis akan Diberikan bagi pelaku UMK pada 2024
Akhirnya kongres pertama yang digagas para pejuang media massa ini terlaksana di Solo selama dua hari pada 9-10 Februari 1946 dan menjadi embrio ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN).
Kongres pertama yang digelar para wartawan berhasil membentuk kepengurusan yang diketuai Mr Sumanang, diperkuat Sudarjo Tjokrosisworo, Sjamsuddin Sutan Makmur, B M Diah, Sumantoro, Ronggo Danukusumo, Djawoto, dan Harsono Tjokroaminoto.
Setahun setelah kongres pertama, kembali dilaksanakan Kongres kedua di Kota Malang, 23-24 Februari 1947. Saat itu, kepengurus baru organisasi dibentuk yang terdiri Usmar Ismail sebagai ketua, dibantu Djamal Ali, Sudarjo Tjokrosisworo, Sumanang, dan lain-lain.
Selanjutnya, Kongres ketiga di Yogyakarta, pada 7-9 Desember 1949, Djawoto terpilih sebagai ketua, dibantu Djamal Ali, Darsjaf Rachman, Mashud dan lan-lain.
Pada kongres PWI pertama di Solo, dengan semangat juang dalam mendukung kemerdekaan Republik Indonesia, para wartawan pergerakan sudah memikirkan pentingnya upaya di bidang pengusahaan pers demi kelangsungan hidup pers sebagai alat perjuangan dan pembangunan bangsa.
Mengingat kepentingan inilah peserta kongres sepakat membentuk panitia berjumlah 10 orang. Akhirnya dibentuk panitia tersebut yang mendorong lahirnya Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS) di Yogyakarta pada 8 Juni 1946, yang namanya kemudian menjadi Serikat Penerbit Suratkabar.
Baca juga: Melalui bjbPreneur 2024, bank bjb Dorong UMKM Menuju Bisnis Berkelanjutan
Anggota pengurus SPS pada saat pembentukannya termasuk wartawan-wartawan pergerakan seperti Sjamsuddin Sutan Makmur, Djamal Ali, Ronggo Danukusumo dan Sumanang.
Dalam artikel 'Sekilas Sejarah Pers Indonesia' karya Tribuana Said di halaman website pwi.or.id dijelaskan bahwa perkembangan politik liberalisme saat itu tercermin pula dalam kehidupan pers nasional.
Pada tahun pertama, 1950, surat kabar-surat kabar menentukan pilihan mereka dalam menyikapi pertentangan politik seputar hasil-hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag, Belanda, pada tahun 1949.
Perluh diketahui bahwa Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah konferensi diplomatik yang diadakan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Konferensi ini diadakan sebagai upaya untuk menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dan Belanda yang telah berlangsung selama beberapa tahun
Setelah hasil KMB di Den Haag, Belanda, justru melahirkan silang pendapat dan perbedaaan pandangan di kalangan parlemen, partai-partai, dan kabinet pemerintahan saat itu.
Suasana dan keadaan politik yang liberalistik ini terpantul dalam pola pemberitaan, garis editorial atau tajuk rencana, bentuk karikatur, dan isi pojok penerbitan pers, terutama penerbitan pers masing-masing partai.
Menurut data tahun 1954, di seluruh Indonesia saat itu terdapat 105 surat kabar harian dengan total oplah 697.000 lembar.
Tujuan Dibentuknya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).
Hari Pers Nasional (HPN) selalu diperingati saban tanggal 9 Februari. Hari Pers Nasional merupakan peringatan yang dipersembahkan untuk seluruh insan pers yang ada di seluruh Indonesia.
Merangkum berbagai sumber, Hari Pers Nasional berawal dari terbentuknya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Peringatan ini kemudian ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 5 tahun 1985.
Keputusan tersebut ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985. PWI sendiri merupakan organisasi wartawan pertama di Indonesia.
PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta.Tujuan dibentuknya PWI untuk mengumpulkan seluruh insan pers di Indonesia pada kala itu, dalam satu wadah.
Sebab, profesi wartawan di zaman dulu kala merupakan profesi terhormat. Mengingat, mereka bekerja sambil membawa misi memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Saat itu, wartawan memiliki peran ganda, yakni sebagai wartawan dan sebagai aktivis. Salah satu tokoh pers nasional yang namanya masih dikenang yaitu Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo.
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo disebut sebagai "Bapak Pers Nasional". Tirto sangat berjasa sebagai perintis jurnalistik di Indonesia. Tirto juga merupakan tokoh pendiri surat kabar pertama.
Hebatnya, surat kabar pertama ini juga dimiliki dan dikelola oleh pribumi, yaitu Medan Prijaji di Bandung. Tidak lama terbentuknya PWI, lahir pula Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).
Saat itu, surat kabar masih menjadi media nomor satu untuk menyalurkan informasi ke masyarakat. Setelah proses lama, PWI kemudian mengadakan kongres ke-28 di Padang tahun 1978.
Di sinilah ide Hari Pers Nasional (HPN) tercetus, yang kemudian menjadi dasar penetapan oleh Soeharto. Tema peringatan Hari Pers Nasional tiap tahunnya berbeda.
Tema Hari Pers Nasional biasanya tak lepas dari situasi dan kondisi bangsa saat dirayakan. Di tahun Pemilu 2024 ini, Hari Pers Nasional mengusung tema "Mengawal Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa". (SG-3)