DALAM kunjungan kerja reses di Yogyakarta, baru-baru ini, Komisi III DPR RI memberikan perhatian serius terhadap kasus yang melibatkan Melia Nurul.
Nurul adalah seorang advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendampingi korban kekerasan seksual dan ditetapkan sebagai tersangka.
Taufik Basari, anggota Komisi III DPR RI, menyampaikan beberapa saran kepada Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) agar mengkaji ulang kasus ini untuk mencegahnya semakin meluas.
Baca juga: Anggota DPR RI Minta Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Siswi SMP di Lampung Ditangkap
"Saya memberikan beberapa saran agar pertimbangan-pertimbangan ini dapat dikaji oleh pihak Polda DIY agar kasus ini tidak semakin meluas," ujar Taufik Basari usai pertemuan di Yogyakarta, Senin (29/7).
Melia Nurul seagai pendamping korban kekerasan seksual yang menurut undang-undang tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata kecuali dalam kondisi sangat spesifik yang diatur dalam pasal 29.
Sebagai seorang advokat, ia juga mendapat perlindungan dari Undang-Undang Advokat dan Undang-Undang Bantuan Hukum.
Taufik Basari berharap data dari Universitas Islam Indonesia (UII) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dapat menjadi bahan kajian bagi Polda DIY untuk mengambil keputusan yang tepat.
"Harapan saya, kasus ini tidak perlu dilanjutkan sehingga kita bisa berfokus pada upaya menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia," urai Taufik sebagaimana dilansir situs DPR RI, Selasa (30/7).
Taufik menambahkan bahwa Komisi III DPR akan terus berkomunikasi dengan Polda DIY untuk menemukan solusi terbaik bagi semua pihak.
Baca juga: Pemkot Surabaya Perkuat Peran Orangtua Tekan Kenakalan Remaja dan Kekerasan Anak
Dengan perhatian serius dari Komisi III DPR, diharapkan kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan fokus utama tetap pada perlindungan terhadap korban kekerasan seksual beserta pendampingnya.
Kasus UII: Kisah Lama yang Berlanjut
Masih segar dalam ingatan kasus dugaan kekerasan seksual di UII Yogyakarta pada tahun 2020 silam yang memakan setidaknya 30 korban perempuan.
Pelakunya, Ibrahim Malik (IM), seorang alumni berprestasi UII Yogyakarta, kini melaporkan Melia Nurul dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Laporan balik ini dilakukan pada tahun 2021, dan mengejutkan banyak pihak karena Melia sebelumnya hanya melakukan pendampingan kepada para korban.
Kini, empat tahun setelah kasus awal, Melia Nurul ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Penting Peran Perempuan dalam Pemberantasan Kejahatan Siber dan Perlindungan Korban
Keputusan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak yang menganggap bahwa langkah hukum ini justru mengaburkan fokus utama untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Perkembangan terbaru ini menuntut perhatian serius dari semua pihak terkait agar hukum tidak disalahgunakan untuk mengintimidasi para pembela hak-hak korban.
Keberanian Melia dalam mendampingi korban kekerasan seksual seharusnya dihargai dan dilindungi, bukan sebaliknya.
Dengan demikian, Komisi III DPR mendesak Polda DIY untuk mempertimbangkan kembali langkah-langkah mereka agar keadilan tetap terjaga dan korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan yang layak. (SG-2)