GREEN Economy Expo 2024 menjadi pusat perhatian bagi industri tekstil di Indonesia yang ingin menerapkan konsep ekonomi hijau.
Di sesi Circular Talkshow bertema The Future of Textile Circularity in Indonesia, menjadi ajang pakar industri, akademisi, pemerintah, dan pelaku bisnis berbicara tentang masa depan industri tekstil di Indonesia. Diskusi tersebut bertujuan untuk mempercepat pengembangan teknologi inovatif dan ekosistem ekonomi sirkular.
“Green Economy Expo 2024 adalah bukti nyata komitmen kita untuk masa depan berkelanjutan. Ekonomi sirkular adalah kunci untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi sumber daya alam. Kami berharap melalui acara ini, kita bisa menemukan solusi inovatif yang akan membawa perubahan nyata bagi industri tekstil Indonesia,” ujar Deputy Global Green Growth Institute (GGGI) Indonesia, Dr. Rizal Damanik, dalam sambutannya, di Jakarta Convention Center (JCC) Rabu (3/7).
Baca juga: Diskusi Green Economy Expo 2024 Soroti Berbagai Upaya Mendorong Ekonomi Sirkular
Acara dimulai dengan pemaparan materi dari fungsional Pembina Industri dari Kementerian Perindustrian, Aisyah Milada.
"Kita memiliki industri tekstil yang saling terhubung dan mendukung perkembangan industri ini. Namun, fokus utama kita sekarang adalah mengelola limbah tekstil yang sudah digunakan konsumen. Itu masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar," ujarnya.
Aisyah menambahkan beberapa industri sudah mulai menerapkan prinsip circularity dengan mengolah limbah produksi menjadi bahan baku baru. Namun, tantangan terbesar adalah mengelola limbah tekstil yang sudah digunakan oleh konsumen.
Baca juga: Gelar Green Economy Expo, Bappenas Percepat Ekosistem Ekonomi Sirkular Indonesia
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Rantai Tekstil Lestari, Basri Kamba, menjelaskan bahwa permintaan global terhadap produk tekstil berkelanjutan sangat tinggi.
"Permintaan ada, tetapi tantangannya juga besar. Kita butuh kolaborasi antara industri, pemerintah, akademisi, dan konsumen untuk mencapai circularity," tegasnya.
Basri juga menyoroti pentingnya perubahan perilaku konsumen yang masih cenderung membeli barang bekas karena murah. Ini menyulitkan industri untuk berubah.
Baca juga: Uni Eropa Dukung Implementasi Ekonomi Sirkular RI melalui Kerja Sama Internasional
"Konsumen harus berubah. Kalau mereka terus membeli barang bekas murah, sulit bagi industri untuk berubah. Undang-undang sandang yang sedang dibahas bisa membantu mengatasi tantangan ini. Roadmap (peta jalan) yang ada harus diimplementasikan dan disosialisasikan. ASEAN bisa menjadi pusat kolaborasi circular fesyen," tambahnya.
Sementara itu, Founder dan CEO Pable, Arenda Atna, berbagi pengalaman perusahaannya dalam menerapkan bisnis sirkular.
"Kami baru memulai di 2020, dan tantangannya sangat besar, terutama di pos-consum. Banyak bahan yang sulit didaur ulang karena komponen seperti kancing, payet, dan resleting," jelasnya.
Pable memulai program uniform disposal untuk seragam yang homogen dan bisa didaur ulang menjadi seragam lagi.
Dukungan Global untuk Circularity
Pakar tekstil dari United Environment Programme (UNEP),Minori Lee, memberikan perspektif global tentang tantangan dan solusi dalam transisi ke ekonomi sirkular.
"Ada tiga tantangan utama yang kami lihat secara global yakni kurangnya dukungan kebijakan, kurangnya informasi, dan kepentingan yang bersaing," jelasnya.
Untuk itu, lanjut Lee, badan PBB untuk lingkungan (UNEP) itu merencanakan proyek Intex Indonesia untuk membantu industri tekstil Indonesia mengadopsi circularity dan bekerja sama dalam rantai nilai.
Peran Balai Besar Standarisasi
Hadir pula sebagai narasumber pada acara yang dihelat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) itu Kepala Balai Besar Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri Tekstil, Cahyadi.
Ia menekankan pentingnya standar dan efisiensi dalam mencapai circularity. "Kami di Balai Besar Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri Tekstil melihat circularity bukan hanya dari sisi konsumen, tapi juga dari sisi manufaktur. Penggunaan energi dan air harus efisien," jelasnya.
Balai Besar Tekstil mengembangkan Standar Industri Hijau menyediakan layanan konsultasi untuk membantu industri tekstil memenuhi standar keberlanjutan.
Melalui sesi Circular Talkshow ini, diharapkan berbagai pemangku kepentingan dapat terus bekerja sama dalam mengembangkan teknologi inovatif dan ekosistem yang mendukung ekonomi hijau di Indonesia. (Fajar Ramadan/SG-1)