Editorial

Stabilitas Kredit UMKM dan Kenyataan di Balik Angka

Per Mei 2024, NPL gross UMKM tercatat sebesar 4,27%, sedikit meningkat dari 4,26% pada bulan sebelumnya. 

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
09 Juli 2024
Ilustrasi. Per Mei 2024, NPL gross UMKM tercatat sebesar 4,27%, sedikit meningkat dari 4,26% pada bulan sebelumnya. (Ist/NusantaraNews)

BARU-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa Non-Performing Loan (NPL) kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tetap stabil. 

 

Per Mei 2024, NPL gross UMKM tercatat sebesar 4,27%, sedikit meningkat dari 4,26% pada bulan sebelumnya. 

 

Di permukaan, angka-angka ini mungkin terlihat menggembirakan, tetapi kenyataan di baliknya mengungkapkan tantangan yang lebih kompleks.

 

Baca juga: Menghadapi Tantangan Kredit Macet UMKM Pasca-Restrukturisasi

 

Meskipun NPL UMKM terlihat stabil, Loan at Risk (LAR) UMKM mengalami penurunan menjadi 13,83% pada Mei 2024, jika dibandingkan dengan 14,29% pada April 2024. 

 

Penurunan ini memberikan sedikit harapan bahwa risiko kredit UMKM berada dalam kendali. 

 

Namun, ini tidak boleh mengalihkan perhatian dari fakta bahwa kredit macet UMKM menunjukkan tren yang mengkhawatirkan setelah program restrukturisasi dihentikan pada Maret 2024.

 

Sejak restrukturisasi kredit Covid-19 berakhir, NPL UMKM melonjak tajam dari 3,98% pada Maret 2024 menjadi 4,26% pada April 2024. 

 

Baca juga: Kenaikan Suku Bunga dan Tantangan Kredit UMKM di Tanah Air

 

Lonjakan ini terutama disebabkan oleh peningkatan kredit macet di segmen kredit kecil dan mikro. Ini menunjukkan bahwa sektor yang paling rentan dan paling membutuhkan dukungan mengalami kesulitan yang signifikan.

 

Pemerintah, dalam upaya mengatasi situasi ini, mempertimbangkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit hingga tahun 2025. 

 

Presiden Joko Widodo telah mengusulkan langkah ini sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi UMKM dalam menjaga kelangsungan usaha mereka pasca-pandemi. 

 

Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah sadar akan kesulitan yang dihadapi oleh UMKM dan berusaha memberikan solusi jangka panjang.

 

Namun, perpanjangan restrukturisasi kredit saja tidak cukup. Perlu ada pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan untuk mendukung UMKM. 

 

Bank dan lembaga keuangan perlu memperkuat prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang selaras dengan standar internasional. 

 

Selain itu, dukungan permodalan dan pencadangan yang memadai harus terus dipertahankan untuk memastikan stabilitas sistem keuangan.

 

Tantangan yang dihadapi UMKM pasca-pandemi adalah ujian bagi ketahanan sektor perbankan dan keuangan Indonesia. 

 

Meskipun data menunjukkan stabilitas, realitas di lapangan menuntut tindakan yang lebih konkret dan terarah. 

 

Baca juga: Hari UMKM Internasional: Angkat Peran Vital UMKM di Tengah Krisis Global

 

Kebijakan restrukturisasi kredit perlu diikuti dengan program pendampingan dan pelatihan bagi UMKM untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi tantangan ekonomi.

 

OJK dan pemerintah perlu bekerja sama lebih erat dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya merespons krisis jangka pendek tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi UMKM untuk jangka panjang. 

 

Dengan demikian, stabilitas yang dilaporkan bukan hanya angka di atas kertas, tetapi mencerminkan realitas yang lebih baik bagi pelaku UMKM di seluruh Indonesia. (SG-2)