Editorial

Pentingnya Kepastian Kebijakan Pajak bagi UMKM: Antara Harapan dan Realita

Pemerintah perlu memastikan kebijakan yang dirancang menciptakan rasa aman bagi pelaku UMKM tanpa terus-menerus bergantung pada evaluasi yang tidak berkesudahan.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
29 November 2024
Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menyatakan telah mencapai kesepahaman dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, untuk memperpanjang insentif tersebut. (Ist/Kementerian UMKM)

KEBIJAKAN insentif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kembali menjadi sorotan. 

 

Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menyatakan telah mencapai kesepahaman dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, untuk memperpanjang insentif tersebut. 

 

Meski begitu, kepastian implementasi masih menunggu pertemuan resmi antara kedua belah pihak.

 

Baca juga: Kartu Usaha UMKM: Solusi Tepat atau Sekadar Gimmick?

 

Di tengah tekanan ekonomi global dan domestik, kebijakan fiskal yang mendukung UMKM memang sangat dibutuhkan. 

 

UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, menyerap lebih dari 97% tenaga kerja dan menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB). 

 

Namun, potensi besar ini sering kali tidak diimbangi dengan perlakuan kebijakan yang memadai dan berkelanjutan.

 

Antara Harapan dan Ketidakpastian

 

Pernyataan Maman yang menginginkan insentif ini permanen mencerminkan aspirasi pelaku UMKM di Indonesia. 

 

Namun, ia juga mengakui bahwa keinginan ini tidak dapat dipaksakan tanpa mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

 

Baca juga: Mendorong UMKM Indonesia untuk Naik Kelas Antara Tantangan dan Harapan

 

Di sisi lain, Sri Mulyani menekankan perlunya evaluasi terhadap insentif ini, dengan dalih memastikan keadilan dan efektivitas kebijakan.

 

Sayangnya, ketidakpastian ini berisiko menjadi momok bagi para pelaku UMKM. 

 

Ketika kebijakan pajak sering dievaluasi tanpa kepastian jangka panjang, pelaku usaha kecil yang sudah terbebani berbagai tantangan akan kesulitan menyusun rencana bisnis yang berkelanjutan. 

 

Apalagi, dalam konteks ekonomi yang tidak menentu, kebijakan seperti ini seharusnya menjadi tameng yang melindungi mereka, bukan justru menambah beban ketidakpastian.

 

Kesenjangan Pro-Kepentingan Rakyat

 

Pemerintah sering kali mengklaim bahwa kebijakannya pro-rakyat. 

 

Namun, evaluasi terus-menerus terhadap kebijakan yang jelas-jelas memberikan manfaat bagi UMKM menimbulkan pertanyaan: apakah benar keberpihakan itu ada? 

 

Dalam kasus ini, kepastian dan keberlanjutan kebijakan lebih dari sekadar angka-angka di atas kertas. 

 

Kebijakan ini adalah penopang nyata bagi jutaan pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidup mereka pada keberpihakan fiskal.

 

Jika pemerintah serius ingin mendukung UMKM, maka perpanjangan insentif ini bukan sekadar wacana. 

 

Lebih jauh, pemerintah perlu memastikan kebijakan yang dirancang menciptakan rasa aman bagi pelaku UMKM tanpa terus-menerus bergantung pada evaluasi yang tidak berkesudahan. 

 

Di saat yang sama, kolaborasi antara Kementerian UMKM dan Kementerian Keuangan harus benar-benar terwujud dalam bentuk kebijakan konkret, bukan sekadar retorika yang menenangkan.

 

Solusi yang Komprehensif

 

Evaluasi yang dilakukan Sri Mulyani seharusnya tidak hanya berfokus pada kemampuan UMKM membayar pajak, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut. 

 

Baca juga: Menggugah Paradigma Baru untuk UMKM

 

Insentif pajak final 0,5% terbukti memberikan keringanan nyata bagi UMKM, terutama di masa pandemi. 

 

Jika memang diperlukan revisi, pendekatannya harus inklusif, melibatkan masukan dari pelaku UMKM dan organisasi terkait, agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan mereka.

 

Selain itu, pemerintah perlu mengintegrasikan insentif ini dengan program pembinaan UMKM lainnya, seperti digitalisasi usaha, pelatihan manajemen keuangan, dan akses permodalan. 

 

Dengan cara ini, kebijakan pajak tidak hanya memberikan keringanan jangka pendek, tetapi juga memperkuat daya saing UMKM secara jangka panjang.

 

Arah Kebijakan yang Harus Jelas

 

Pernyataan Maman bahwa “everybody is happy” seharusnya bukan sekadar janji manis. Kebijakan publik harus memiliki keberlanjutan yang jelas, terutama untuk sektor UMKM yang menjadi ujung tombak ekonomi Indonesia. 

 

Ketidakpastian seperti ini hanya akan menciptakan kekhawatiran baru bagi para pelaku usaha.

 

Pemerintah perlu segera memberikan kepastian mengenai perpanjangan insentif PPh final 0,5%. 

 

Sebuah kebijakan yang berlarut-larut tanpa keputusan hanya menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi. 

 

Jika UMKM adalah prioritas, maka segala kebijakan yang menyangkut nasib mereka harus segera diambil dengan tegas, jelas, dan berpihak.

 

Dalam kondisi ekonomi yang menantang, UMKM membutuhkan perlindungan nyata, bukan sekadar wacana. 

 

Sebagai sokoguru perekonomian nasional, UMKM layak mendapatkan perhatian yang konsisten dan keberpihakan yang nyata. 

 

Dan itu dimulai dengan memberikan mereka kepastian—bukan janji yang terus tertunda. (SG-2)