Editorial

Mengkritisi Komitmen CSR PT Timah dalam Mendukung UMKM di Babel

Meskipun langkah ini tampak menjanjikan, diperlukan tinjauan lebih mendalam terkait dampak dan pelaksanaannya di lapangan.

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
27 Mei 2024
PT Timah sejak tahun 2000 silam telah aktif mendukung kemandirian UMKM di wilayah operasional perusahaan melalui Program Pendanaan Usaha Mikro Kecil (PUMK). (Dok.PT Timah tbk)

PT Timah Tbk, perusahaan tambang ternama di Indonesia, telah mengalokasikan Rp6 miliar untuk mendukung penguatan modal usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) pada kuartal pertama 2024. 

 

Meskipun langkah ini tampak menjanjikan, diperlukan tinjauan lebih mendalam terkait dampak dan pelaksanaannya di lapangan.

 

Anggi Siahaan, Kepala Bidang Komunikasi Perusahaan PT Timah, menyatakan bahwa perusahaan berkomitmen menjalankan Program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL). 

 

Baca juga: Dorong UMKM 'Go Global', BRI Hadirkan Peluang Emas di FHA Food & Beverage 2024

 

Melalui program ini, PT Timah tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga berupaya memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan kesejahteraan sosial.

 

Namun, seberapa efektif program ini dalam meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat?

 

Dana sebesar Rp6 miliar telah disalurkan untuk program CSR dan Pendanaan Usaha Mikro Kecil (PUMK) kepada 907 individu dan komunitas di Provinsi Kepulauan Babel dan Kepulauan Riau. 

 

PT Timah berusaha menjangkau berbagai sektor seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, infrastruktur, serta sosial dan budaya. 

 

Baca juga: Ubah Pola Pikir Usaha Mikro: Kunci Menuju Kemandirian Ekonomi

 

Angka tersebut memang mengesankan, namun pertanyaan yang layak diajukan adalah: bagaimana pengawasan dan evaluasi atas penggunaan dana ini dilakukan?

 

PT Timah mengklaim bahwa program TJSL mereka sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat, Pemerintah Daerah, serta stakeholder lainnya. 

 

Kolaborasi ini penting, namun transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program harus menjadi fokus utama agar dana yang dikucurkan benar-benar sampai dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

 

Program TJSL tidak boleh hanya menjadi alat untuk memperbaiki citra perusahaan atau memenuhi kewajiban regulatif. 

 

Keberlanjutan dan dampak jangka panjang dari program ini harus menjadi prioritas. 

 

Baca juga: Membangkitkan UMKM Kepri Melalui Pinjaman Modal Tanpa Bunga

 

Apakah PT Timah memiliki mekanisme yang efektif untuk memastikan bahwa dana tersebut tidak hanya sekadar disalurkan, tetapi juga benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kemandirian ekonomi masyarakat?

 

Selain itu, perlu ada upaya lebih untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan program TJSL. 

 

Keterlibatan ini akan memastikan bahwa program yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal. 

 

Masyarakat harus memiliki suara dalam menentukan jenis bantuan yang mereka terima, sehingga program tersebut tidak hanya menjadi formalitas belaka.

 

Secara keseluruhan, inisiatif PT Timah untuk mengucurkan Rp6 miliar bagi penguatan modal UMKM di Babel adalah langkah yang patut diapresiasi. 

 

Namun, perusahaan perlu memperhatikan aspek transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam pelaksanaan program TJSL. 

 

Hanya dengan demikian, tujuan mulia untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan optimal. 

 

Ini adalah tantangan nyata bagi PT Timah, dan masyarakat akan terus memantau sejauh mana komitmen ini benar-benar diwujudkan. (SG-2)