DALAM sebuah langkah ambisius untuk menggerakkan ekonomi daerah, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) menargetkan penyaluran pinjaman modal usaha tanpa bunga sebesar Rp 60 miliar untuk 2.000 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada tahun 2024.
Langkah ini patut diapresiasi, namun juga perlu ditelaah dengan kritis.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengumumkan kebijakan ini di Batam, menegaskan bahwa plafon pinjaman modal yang semula Rp 20 juta per UMKM kini dinaikkan menjadi Rp 40 juta.
Baca juga: Penundaan Kewajiban Sertifikasi Halal UMKM Hingga 2026 sebagai Langkah Realistis
Lebih lanjut, bunga pinjaman sebesar 11 persen yang seharusnya ditanggung oleh peminjam akan ditanggung sepenuhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kepri.
Sejak 2021 hingga Februari 2024, Pemprov Kepri telah menyalurkan pinjaman modal usaha sebesar Rp21,78 miliar, sebuah langkah penting untuk memastikan UMKM tetap bertahan dan berkembang.
Menggagas pinjaman modal tanpa bunga sebesar Rp 60 miliar merupakan langkah besar yang menggambarkan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor UMKM.
Kebijakan ini tidak hanya menawarkan bantuan finansial, tetapi juga memberikan sinyal positif tentang keberpihakan pemerintah kepada sektor yang sering dianggap sebagai tulang punggung ekonomi lokal.
Baca juga: Konsistensi Pihak Swasta Bantu Kembangkan UMKM Patut Diapresiasi
Dalam masa turbulensi ekonomi akibat pandemi Covid-19, UMKM telah menunjukkan ketangguhan luar biasa, dan inisiatif ini seolah menjadi penghargaan atas peran penting mereka.
Namun, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian kritis.
Pertama, penting untuk memastikan bahwa dana pinjaman ini benar-benar menjangkau UMKM yang paling membutuhkan dan memiliki potensi untuk berkembang.
Pemprov Kepri perlu menerapkan sistem seleksi yang transparan dan akuntabel, agar dana yang disalurkan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa bantuan modal sering kali tidak mencapai pihak yang tepat akibat korupsi dan nepotisme.
Kedua, meski pemerintah menanggung bunga pinjaman, tetap ada tantangan dalam hal pengembalian pokok pinjaman.
Banyak UMKM yang masih berjuang untuk pulih dari dampak pandemi, dan tambahan beban utang bisa menjadi kontra-produktif.
Pemprov Kepri harus memastikan bahwa ada pendampingan yang cukup bagi UMKM dalam mengelola dana pinjaman ini, termasuk pelatihan manajemen keuangan dan pengembangan bisnis.
Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Bank Indonesia (BI) Kepri, Satgas Halal Kepri, BPOM, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menunjukkan upaya yang holistik dalam mendukung UMKM.
Baca juga: Upaya Proaktif Pemprov DKI Jakarta Mendongkrak UMKM Melalui Digitalisasi
Kegiatan seperti "Gebyar Melayu Pesisir" yang diadakan bersama BI Kepri merupakan langkah positif dalam mempromosikan produk unggulan daerah.
Namun, keberhasilan inisiatif ini tidak hanya diukur dari jumlah kegiatan yang diadakan, tetapi dari seberapa besar dampaknya dalam meningkatkan kapasitas dan daya saing UMKM Kepri di pasar yang lebih luas.
Sebagai penutup, Pemprov Kepri harus terus membangun sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan keberhasilan program ini.
Transparansi, akuntabilitas, dan pendampingan berkelanjutan adalah kunci agar pinjaman modal tanpa bunga ini benar-benar dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan UMKM dan ekonomi daerah secara keseluruhan.
Dengan begitu, potensi besar ekonomi kerakyatan Kepri dapat digali dan dikembangkan, membawa kemakmuran bagi masyarakat luas. (SG-2)