DEWAN Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta bersama serikat pekerja dan buruh dengan tegas menolak implementasi kebijakan potongan gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kebijakan ini, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan dunia usaha dan pekerja.
Kebijakan yang Membebani
Kebijakan Tapera menetapkan potongan gaji pekerja sebesar 2,5 persen, dengan tambahan 0,5 persen ditanggung oleh perusahaan, yang akan berlaku mulai tahun 2027.
Baca juga: Menteri PUPR Jadi Ketua Komite BP Tapera, DPR Soroti Dua Poin Kebijakan Kontroversial
Langkah ini dianggap sebagai beban tambahan bagi pemberi kerja dan pekerja, yang sudah dibebani dengan berbagai potongan seperti BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kesehatan.
Secara keseluruhan, beban wajib ini mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari gaji pekerja.
Jika kebijakan Tapera ini diberlakukan, potongan bisa meningkat hingga lebih dari 20 persen, yang tentunya akan memperberat kondisi ekonomi para pekerja dan pengusaha.
Kebijakan yang Tidak Tepat Waktu
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tantangan domestik, pengenaan potongan tambahan ini justru dapat memperburuk situasi.
Kebijakan ini tidak hanya mengejutkan dunia usaha, tetapi juga tidak memberikan cukup ruang bagi pekerja dan pengusaha untuk menyesuaikan diri.
Baca juga: Tapera Bebani Pekerja Mandiri, DPR Minta Pemerintah Batalkan Kebijakan
Beban tambahan ini dapat mempengaruhi daya beli pekerja dan margin keuntungan perusahaan, yang pada akhirnya bisa berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan.
Solusi Alternatif yang Diabaikan
Ada solusi alternatif yang lebih bijaksana daripada kebijakan Tapera ini.
Apindo dan KSBSI telah menyarankan pemerintah untuk mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan PP adalah sebesar maksimal 30 persen dari total aset, yang mencapai Rp460 triliun.
Baca juga: Banyaknya Potongan Gaji Pekerja Picu Besarnya Penolakan Program Tapera
Dana ini bisa digunakan untuk program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan bagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum dimanfaatkan secara maksimal.
Kebijakan yang Tidak Diperlukan
Kebijakan iuran Tapera seharusnya bersifat sukarela, bukan wajib. Program ini seharusnya berperan sebagai tabungan pribadi, bukan sebagai beban tambahan.
Selain itu, program BPJS Ketenagakerjaan yang sudah ada, seperti Manfaat Layanan Tambahan (MLT), dapat digunakan untuk tujuan yang sama tanpa perlu menambah beban baru.
Baca juga: Ungkap Rp 567 Miliar Dana TaperaTertahan: Kegagalan Sistemik atau Kesalahan Manajemen?
Kebijakan potongan gaji untuk iuran Tapera adalah kebijakan yang tidak diperlukan dan hanya akan menambah beban bagi pekerja dan pengusaha.
Di saat ekonomi sedang berusaha untuk pulih dan stabil, pemerintah seharusnya lebih bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat.
Solusi yang lebih baik adalah dengan mengoptimalkan dana yang sudah ada dan memastikan kebijakan yang diambil benar-benar membantu, bukan malah membebani. (SG-2)