SOKOGURU, JEMBRANA- Desa Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor menjadi gerakan kolaboratif antara pemerintah dan swasta untuk menjadikan desa motor penggerak ekspor Indonesia.
Dengan menggali potensi produk unggulan lokal yang ada di desa, program itu diyakini akan membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat desa.
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat memimpin peluncuran Program Desa BISA Ekspor di Kabupaten Jembrana, Bali, Selasa, 9 September 2025.
“Hari ini, kita bersinergi meluncurkan Program Desa BISA Ekspor. Keberhasilan ekspor tidak bisa dicapai sendirian, melainkan melalui kerja sama erat pemerintah, swasta, koperasi, dan masyarakat. Mari kita bersama-sama menjadikan desa sebagai motor penggerak ekspor Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Mendag Busan, sapaan akrab Budi Santoso, menekankan, Desa BISA Ekspor merupakan kolaborasi Kemendag, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pertanian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank, Astra, serta pihak-pihak terkait lainnya.
Program Desa BISA Ekspor menyinergikan berbagai inisiatif pemerintah yang telah lebih dulu berjalan.
Baca juga: Mendag Lepas Ekspor Produk Kerajinan Kabupaten Sleman Senilai USD127.070
Inisiatif-inisiatif yang dimaksud, antara lain, Program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) dari Kemendag, dan Program Desa Ekspor dari Kemendes PDT.
Selain itu ada Program Desa Organik dari Kementerian Pertanian, Program Desa Devisa dari LPEI dan Program Desa Sejahtera Astra.
Ke depannya Program Kampung Nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); serta Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) diharapkan dapat bergabung dalam program ini.
Baca juga: Mendag Budi Lepas Ekspor ke-8 Adonan Roti UMKM Asal Klaten ke Uni Emirat Arab
Lebih lanjut, Mendag Busan menjelaskan, hingga September 2025, pemerintah bersama mitra-mitra strategis berhasil memetakan 2.357 desa ke dalam dua klaster.
Tercatat 741 desa masuk dalam Klaster 1 yang sudah siap ekspor, sementara 1.616 desa berada di Klaster 2 yang butuh pendampingan untuk menjadi siap ekspor.
“Kemendag bersama Kemendes PDT, Kementan, LPEI, dan Astra telah memetakan 2.357 desa. Sebanyak 741 desa terkategori siap ekspor dan sisanya desa yang perlu pembinaan lanjutan. Semua ini akan difasilitasi dengan pelatihan, klinik bisnis, hingga dukungan agregator dari BUMN dan sektor swasta,” imbuhnya.
Untuk desa yang sudah siap ekspor, sambung Busan, sejumlah langkah promosi telah dilakukan. Di antaranya, integrasi data 15 eksportir dan agregator ke dalam platform ekspor INAEXPORT milik Kemendag agar dapat dihubungi calon buyer luar negeri, fasilitasi business pitching antara 31 perusahaan eksportir dan perwakilan perdagangan RI di luar negeri, serta penjajakan bisnis (business matching) antara dua eksportir desa dan buyer asal India dan Australia.
Sementara itu, desa yang perlu pembinaan lanjutan akan mendapatkan pendampingan intensif untuk memperkuat ekosistem ekspor. Program itu meliputi pengembangan kualitas dan kuantitas produk, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), perluasan akses pemasaran, dukungan pembiayaan, serta pendampingan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa.
Logo Desa BISA Ekspor diluncurkan
Sebagai wujud dukungan, telah diluncurkan Logo Desa BISA Ekspor. Logo Desa BISA Ekspor merupakan kombinasi Tunas Desa (Tunesa) dan Anyaman Desa (Anyasa).
Tunesa, kata Mendag Busan, menggambarkan desa sebagai benih dengan daya tumbuh besar. Melalui kolaborasi, digitalisasi, keberanian bertransformasi, peran pemerintah dan swasta, benih desa dapat berkembang menjadi kekuatan ekonomi bangsa yang mampu bersaing di pasar global.
Sedangkan Anyesa menggambarkan simpul yang kuat seperti desa, pelaku usaha, pemerintah, swasta dan mitra global yang terhubung dalam satu ekosistem kolaboratif.
Selain itu terdapat Dashboard Desa BISA Ekspor yang menyajikan data komoditas dari setiap desa di seluruh Indonesia. Dashboard itu akan terus diperbarui sehingga mampu menampilkan data suplai yang akurat dan transparan, sekaligus menjadi panduan penting bagi pelaku usaha khususnya agregator, pemerintah dan pembina desa.
Turut hadir pada acara tersebut Wamendes PDT Ahmad Riza Patria, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag Fajarini Puntodewi, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan, dan Irjen Kemendag Putu Jayan Danu Putra.
Hadir pula Sekretaris Jenderal Kemendes Taufik Madjid, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Daerah Tabrani, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna, Direktur Eksekutif LPEI Sukatmo Padmosukarso, serta Head of Corporate Social Responsibility Astra Diah Suran Febrianti.
Sementara itu, Wamendes PDT Ahmad Riza Patria dalam sambutannya mengatakan, saat ini setidaknya ada lebih dari 55.941 Badan Usaha Milik (BUM) Desa aktif dan 80.000 lebih KDMP mengelola berbagai unit usaha.
Unit-unit usaha itu termasuk sektor perdagangan, pertanian, peternakan, energi terbarukan, industri kreatif, pariwisata, logistik, hingga layanan publik.
Menurutnya, kehadiran BUM Desa dan KDMP akan menjadi tulang punggung ekonomi desa. Jika dikelola dengan baik, BUM Desa dan KDMP dapat menjadi motor pertumbuhan nasional yang inklusif dan berkeadilan. “Hari ini, kita meluncurkan Desa BISA Ekspor, sebuah inisiatif kolaboratif yang telah melakukan pemetaan terhadap lebih dari 2.300 desa binaan dengan klasifikasi desa yang siap ekspor maupun desa yang masih perlu pendampingan,” ujarnya.
Perjanjian Kerja Sama Berdayakan Desa
Dalam momentum tersebut, turut ditandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) oleh Kemendag, Kemendes PDT, dan LPEI terkait pemberdayaan desa dalam pengembangan ekspor nasional.
Penandatanganan dilakukan Dirjen Fajarini Puntodewi, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa dan Daerah Tertinggal Kemendes PDT Tabrani, dan Plt. Direktur Eksekutif LPEI Sukatmo Padmosukarso.
Perjanjian itu memiliki beberapa ruang lingkup strategis. Pertama, pertukaran data dan informasi antarinstansi sebagai dasar pengembangan desa berorientasi ekspor.
Kedua, pemetaan dan klasterisasi desa ekspor yang dilakukan sesuai pedoman yang telah ditetapkan, dan ketiga, penetapan desa percontohan yang akan menjadi model pembinaan Desa BISA Ekspor.
Kerja sama ketiga lembaga itu juga akan meliputi fasilitasi pengembangan desa melalui empat pilar pendampingan, yaitu peningkatan sumber daya ekspor; promosi produk ke pasar global; perluasan akses permodalan atau pembiayaan; serta penguatan logistik, rantai pasok, dan digitalisasi.
Para pihak juga sepakat mendorong kemitraan pemasaran dalam ekosistem ekspor desa dan membuka ruang bagi berbagai kegiatan lain yang relevan dengan aktivitas pengembangan ekspor.
Sukatmo menjelaskan, Desa BISA Ekspor merupakan pengembangan dari Program Desa Devisa yang digagas Kemenkeu melalui LPEI sejak 2019.
Program perdana di Desa Devisa Kakao Jembrana telah melibatkan 13 desa dan 609 petani, termasuk petani perempuan, yang berfokus pada produk kakao fermentasi. Produk tersebut telah berhasil menembus pasar Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Jepang, dan Australia.
Desa Devisa Kakao Jembrana, jelasnya, resmi berkolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk pendampingan berkelanjutan agar semakin mendunia.
“Melalui sinergi lintas kementerian, pemerintah daerah, dan mitra strategis, kami berkomitmen memastikan desa binaan LPEI mampu meningkatkan produksi sekaligus memperluas pasar global secara berkesinambungan. Manfaatnya tidak hanya berupa peningkatan ekspor, tetapi juga pemberdayaan desa, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan komunitas lokal,” terang Sukatmo.
Pelepasan Ekspor Produk Desa Devisa
Peluncuran program Desa BISA Ekspor juga ditandai dengan pelepasan ekspor simbolis dari Desa Devisa binaan LPEI.
Desa Devisa Kakao Jembrana melepas ekspor kakao fermentasi senilai Rp2,4 miliar ke Prancis, Desa Devisa Benih Bandeng Buleleng mengekspor benih bandeng senilai Rp45 juta ke Filipina, sementara Desa Devisa Benih Hortikultura Bali mengekspor buah, sayur, dan bunga senilai Rp6 juta ke Singapura.
“Saat ini, kita patut berbangga karena beberapa desa telah berhasil mengekspor produk mereka. Ini adalah capaian awal yang membanggakan dan semoga terus meningkat di masa mendatang,” kata Mendag Busan.
Sementara itu, Pembina Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KSS), Agung Widiastuti, mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pendampingan kepada petani kakao di Jembrana untuk meningkatkan kualitas produksi, khususnya pada biji kakao fermentasi (BKF). Upaya itu berhasil menembus pasar ekspor ke berbagai negara.
“Keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran besar Kemendag yang hadir sebagai fasilitator, terutama melalui dukungan Atase Perdagangan RI yang menjadi jembatan penting dalam memperluas akses pasar global,” katanya.
Agung menambahkan, Koperasi KSS berhasil menjalin kolaborasi dengan produsen cokelat ternama dunia, yaitu Valrhona di Perancis. Kendala regulasi ekspor yang sempat dihadapi dapat diatasi berkat fasilitasi penuh Atase Perdagangan RI di Paris.
“Capaian ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi koperasi lokal dengan pemerintah mampu mengangkat potensi kakao Jembrana ke pasar internasional,” imbuh Agung. (SG-1)