SOKOGURU, JAKARTA- Menjadikan perdagangan sebagai instrumen yang berpihak pada pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global saat ini sangat penting.
Selain itu, perdagangan juga harus berpihak pada rakyat dan lingkungan, serta menekankan keberlanjutan.
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan hal itu saat memberikan sambutan pembuka dalam Peluncuran Laporan Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan Indonesia 2025: Mencapai Resiliensi dan Keberlanjutan di Tengah Ketidakpastian di Auditorium Centre for Strategic and International Studie (CSIS), Pakarti Center Building, Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
“Di tengah tantangan global saat ini, perdagangan harus menjadi bagian dari solusi. Bukan hanya untuk mendorong ekonomi, tetapi juga untuk melindungi lingkungan, menjamin hak-hak dasar rakyat seperti udara bersih dan air bersih, serta menekankan keberlanjutan yang memenuhi standar dan permintaan pasar global,” tegasnya dalam keterangan resmi Kemendag.
Acara tersebut diselenggarakan oleh CSIS bersama Decarbonization for Development Lab (DfD Lab) dan Kementerian Perdagangan.
Laporan yang diluncurkan hari ini, sambung Roro, menjadi contoh dari pentingnya kebijakan berbasis data dan bukti (evidence-based policy), terutama di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian.
Baginya, laporan tersebut menjadi cerminan bersama atas pergeseran yang terjadi di dalam ekosistem perdagangan dan investasi, serta bagaimana Indonesia meresponsnya dengan menjadikan prinsip keberlanjutan sebagai pijakan utama dalam pembangunan.
Lebih lanjut, Wamendag Roro juga menekankan pentingnya transisi energi dan perdagangan rendah karbon seiring meningkatnya permintaan global terhadap produk hijau. Menurutnya, pergeseran menuju energi bersih bukan hanya menjadi sebuah opsi, melainkan sudah menjadi sebuah keharusan.
Baca juga: Wamendag Roro: Perempuan Maju, Ekonomi, Perdagangan Tangguh, 64,5% UMKM dimiliki Perempuan
“Transisi energi merupakan bagian penting dari upaya Indonesia menuju ekonomi hijau sekaligus langkah strategis untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan krisis energi. Indonesia bertekad menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan melalui serangkaian kebijakan dan aksi nyata sebagai bagian dari komitmen global dalam Perjanjian Paris,” tegasnya.
Wamendag Roro menguraikan, sejumlah strategi utama yang dijalankan Indonesia menuju emisi nol bersih (Net Zero Emissions/NZE) antara lain elektrifikasi dan efisiensi energi, peningkatan penggunaan kendaraan listrik, perluasan pemanfaatan energi terbarukan, serta pengembangan teknologi pemanfaatan dan penyimpanan karbon.
Menurutnya, berbagai langkah tersebut sangat erat kaitannya dengan kebijakan perdagangan karena saat ini setiap negara diharapkan mampu mengedepankan sistem perdagangan yang lebih hijau, ramah lingkungan, dan berkelanjutan dalam menghadapi dinamika global.
Baca juga: Tinjau UMKM Tenun di Pekanbaru, Wamendag Dorong Pelaku Usaha Tembus Pasar Global
Berdasarkan penilaian Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) terhadap 120 negara terkait kesiapan untuk transisi energi pada 2024, indeks transisi energi Indonesia berada pada peringkat 54 dunia.
Capaian ini juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan indeks transisi energi tertinggi ketiga di ASEAN setelah Vietnam dan Malaysia.
Dalam sambutannya, Wamendag Roro juga menyoroti sejumlah tantangan global yang sedang dihadapi dunia, seperti konflik geopolitik yang berdampak terhadap rantai pasok global dan kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
Ia melihat menguatnya proteksionisme berbasis isu keamanan lingkungan yang semakin membatasi akses pasar, terutama bagi negara- negara berkembang.
Meski demikian, ia menyampaikan, perekonomian Indonesia pada triwulan I-2025 tetap mencatat pertumbuhan sebesar 4,87 persen (YoY), dengan konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang utama.
Lebih lanjut, Wamendag Roro menyampaikan arah kebijakan perdagangan berkelanjutan juga selaras dengan visi Presiden RI Prabowo Subianto yang disampaikan dalam pidatonya di inagurasi pada 20 Oktober 2024.
Dalam pidatonya, Presiden menegaskan bahwa ketahanan energi bersih merupakan salah satu prioritas utama pemerintah, dengan fokus pada pengembangan energi terbarukan, peningkatan keamanan energi, serta kemitraan internasional guna mendorong keberlanjutan global.
Salah satu implementasi konkret dari visi tersebut tercermin dalam Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement/IC-CEPA).
Perjanjian itu menjadi terobosan penting karena memuat komitmen khusus di bidang mineral kritis (critical minerals). Kedua negara akan bekerja sama untuk bekerja sama dalam pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan, penerapan teknologi bersih, mendorong investasi ramah lingkungan, serta memenuhi standar Environmental, Social, and Governance (ESG), termasuk dalam hal penutupan tambang dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Laporan unggulan tahunan
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri menyatakan, laporan perdagangan dan investasi berkelanjutan ini merupakan salah satu laporan unggulan tahunan (flagship report) CSIS yang rutin diterbitkan.
Laporan tersebut, menurutnya, diterbitkan atas kerja sama berbagai pihak, termasuk Kementerian Perdagangan yang selalu mendukung CSIS Indonesia untuk turut memberikan arahan terhadap kebijakan ekonomi dan perdagangan.
Turut hadir sejumlah pembicara, yaitu Fellow DfD Lab Widdi Mugijayani dan Rekan Peneliti Unit Kebijakan Iklim (Research Associate Climate Policy Research Unit) CSIS Indonesia Via Azlia Widiyadi.
Sementara itu, diskusi panel turut diisi oleh Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional Olvy Andrianita, Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi Tbk Fedaus, serta Manajer Senior Keberlanjutan Energi dan Bisnis dari Institut Sumber Daya Dunia (World Resources Institute/WRI) Indonesia Clorinda Wibowo.
Senada dengan Wamendag Roro, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional, Olvy Andrianita, mengungkapkan, perdagangan tidak lagi hanya soal tarif dan volume ekspor, tetapi juga menyangkut kepatuhan terhadap regulasi global, komitmen terhadap penurunan emisi, dan penguatan posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Ia juga menekankan pentingnya membangun perdagangan yang adil dan seimbang, terutama bagi pelaku UMKM yang belum sepenuhnya memiliki kapasitas untuk memenuhi berbagai standar internasional. (SG-1)