SOKOGURU, JAKARTA– Pemerintah resmi memulai penyelenggaraan Sekolah Rakyat tahun 2025 sebagai upaya konkret untuk memperluas akses pendidikan bagi keluarga miskin ekstrem dan kelompok rentan lainnya.
Sebanyak 53 lokasi telah ditetapkan untuk tahap awal, dan 200 titik tambahan sedang dalam tahap persiapan pembangunan.
Hal ini disampaikan dalam keterangan pers bersama Menteri Sosial, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) di Istana Negara, Jakarta.
Menteri Sosial, Saefullah Yusuf mengatakan bahwa Presiden telah memberikan arahan agar penyelenggaraan Sekolah Rakyat dilakukan dengan perencanaan matang.
Mulai dari aspek teknis hingga administrasi, agar pendidikan yang diberikan tidak hanya menyeluruh, tetapi juga berdampak nyata bagi peserta didik.
“Presiden ingin 53 titik ini betul-betul disiapkan dengan perencanaan yang baik, pelaksanaan yang terukur, hingga kelulusan siswa bisa terjamin,” ujar Menteri Sosial dalam konferensi pers.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Mukti, menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat akan menggunakan pendekatan kurikulum fleksibel, dengan sistem multi-entry dan multi-tahun ajaran.
Hal ini memungkinkan siswa untuk masuk kapan saja sesuai kesiapan dan latar belakang pendidikan sebelumnya.
“Tidak semua siswa harus mulai dari kelas satu. Kurikulum kami desain fleksibel agar mereka bisa belajar sesuai kemampuan. Sistemnya juga berasrama sehingga memungkinkan siswa menyelesaikan materi lebih cepat,” jelas Prof. Mukti.
Dalam hal rekrutmen guru, pemerintah akan memprioritaskan guru ASN dan P3K, termasuk kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan melakukan koordinasi lintas sektor untuk pemenuhan kebutuhan SDM pendidikan di Sekolah Rakyat.
Kepala BPS menegaskan bahwa penentuan lokasi Sekolah Rakyat berbasis pada data kemiskinan dari Susenas dan DTSN.
Ke-53 titik tersebut dipastikan berada di wilayah kantong kemiskinan dan daerah dengan jumlah anak usia sekolah tinggi yang belum mengakses pendidikan formal.
“Ini contoh nyata program berbasis evidence. Dari data kami, titik-titik tersebut memang butuh intervensi,” ujarnya.
Pemerintah juga berkomitmen memperluas program ini hingga 200 titik tambahan, dengan fokus pada wilayah yang memenuhi syarat seperti tersedianya lahan, tingkat kemiskinan tinggi, dan dukungan infrastruktur dasar.
Dengan semangat kolaborasi antarkementerian dan berbasis data, Sekolah Rakyat hadir sebagai inovasi pendidikan sosial inklusif yang mengarah pada pemerataan kesempatan belajar dan pengurangan angka putus sekolah di daerah tertinggal.(*)