SOKOGURU, JAKARTA– Guna melindungi konsumen dari paparan bahan kimia berbahaya, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) mengkaji formaldehida pada sejumlah komoditas pangan.
Kajian dilakukan terutama pada komoditas pangan yang dikonsumsi langsung tanpa proses pengolahan panjang. Formaldehida juga dikenal sebagai metanal atau formalin.
Kajian dilakukan Direktorat Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Bapanas/NFA terhadap pangan segar asal tumbuhan (PSAT) di Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Lampung.
Baca juga: Bapanas/NFA Awasi Ketat Cabai dan Produk Ikan Asin di Tiga Provinsi, Cegah Cemaran Zat Berbahaya
Adapun komoditas yang menjadi fokus dalam kegiatan sampling antara lain anggur (hijau, merah, hitam), pir (hijau, kuning, madu/singo), kurma (sukkari, azwa), pisang (Sunpride kecil/pisang mas, Cavendish besar/ambon, barangan), apel (Malang, Fuji, merah), tomat (hijau dan merah), kubis, wortel lokal, kentang besar, kembang kol, serta beberapa jenis jamur kering (Shiitake, kuping, dan Enoki).
“kajian itu merupakan langkah preventif penting dalam upaya perlindungan konsumen dari paparan bahan kimia berbahaya, khususnya pada komoditas pangan yang dikonsumsi langsung tanpa proses pengolahan panjang,” ujar Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan, Yusra Egayanti, dalam keterangan resmi Bapanas/NFA, Kamis, 5 Juni.
Menurutnya, pengambilan sampling dilakukan pada 26–28 Mei denga tujuan mengidentifikasi dan mengukur kandungan formaldehida yang terjadi secara alami dalam pangan segar seperti buah dan sayuran.
Baca juga: Lindungi Konsumen, Bapanas Perketat Penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada Buah dan Sayur Segar
Selain itu sebagai dasar penyusunan rekomendasi batas maksimal residu (BMR) formaldehida yang diperbolehkan pada PSAT.
“Pengawasan keamanan pangan adalah tanggung jawab bersama. NFA berkomitmen untuk memastikan pangan segar yang beredar aman, bermutu, dan layak konsumsi. Kajian ini menjadi dasar dalam pemetaan potensi risiko serta pengambilan kebijakan yang tepat untuk perlindungan konsumen,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yusra mengatakan, selain kajian laboratorium, pihaknya juga menekankan pentingnya edukasi kepada pelaku usaha distribusi pangan segar, khususnya terkait larangan penggunaan formaldehida tambahan untuk tujuan pengawetan yang tidak sesuai ketentuan.
Baca juga: Bapanas Uji Pangan Segar dari Pasar Guna Pastikan Keamanan Selama Ramadan dan Idulfitri
“Beberapa komoditas rentan disalahgunakan dengan penambahan zat pengawet seperti formalin. Oleh karena itu, selain pengujian, kami juga mengedukasi para pelaku usaha agar menerapkan praktik distribusi yang aman dan sesuai regulasi,” katanya lagi.
Hasil kajian tersebut akan menjadi bahan evaluasi sistem pengawasan pangan nasional dan rujukan dalam penetapan regulasi teknis. Selain itu, kegiatan ini juga mendukung penguatan pengawasan pangan segar yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Sementara itu, secara terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menegaskan, upaya pengawasan dan kajian berbasis sains seperti itu merupakan bagian penting dari strategi ketahanan pangan nasional.
“NFA terus memastikan pangan yang tersedia untuk masyarakat tidak hanya cukup secara kuantitas, tetapi juga aman secara kualitas. Jika tidak aman, maka bukan pangan. Ini menyangkut masa depan kesehatan generasi kita,” ujar Arief.
NFA juga mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih pangan segar dan melaporkan jika menemukan indikasi penyalahgunaan bahan kimia berbahaya kepada otoritas yang berwenang. (SG-1)