SOKOGURU, JAKARTA: Tindakan bejat yang diduga dilakukan seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terhadap tiga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, menuai kecaman keras dari DPR RI.
Anggota Komisi IX, Kurniasih Mufidayati, menyebut aksi tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap profesi medis dan kejahatan berat terhadap kemanusiaan.
Tragisnya, pelaku diduga menyalahgunakan prosedur medis yang seharusnya digunakan untuk menyembuhkan, bukan mencederai kepercayaan pasien.
Baca juga: Dokter Residen Terjerat Kasus Kekerasan Seksual, Publik Tuntut Reformasi Dunia Medis
“Ini adalah kekerasan seksual dalam bentuk yang paling keji, dilakukan oleh seseorang yang seharusnya melindungi dan menyembuhkan,” ujar Kurniasih dalam pernyataan resminya, Jumat (11/4).
Sebagai respons tegas, Kurniasih mendesak Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Register (STR) milik pelaku, yang secara otomatis juga akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP).
“Sanksi ini mutlak, karena pelaku melanggar etika profesi dan merusak nilai luhur dunia kedokteran,” tegasnya.
Pasien Adalah Amanah, Bukan Objek Kejahatan
Politikus Fraksi PKS ini menekankan bahwa pasien adalah pihak yang paling rentan dan harus sepenuhnya dilindungi selama proses perawatan.
Kepercayaan yang diberikan kepada tenaga medis bukan sekadar formalitas, melainkan amanah besar yang harus dijaga.
Baca juga: Kasus Aulia Risma, Alarm Keras Bagi Dunia Kedokteran Indonesia
“Tidak ada ruang toleransi bagi pelaku kejahatan seksual dalam dunia medis. Negara wajib menjamin bahwa rumah sakit adalah tempat penyembuhan, bukan tempat yang membahayakan fisik dan mental pasien,” lanjut Kurniasih.
Evaluasi Sistem Pengawasan Medis Didesak
Tak hanya sanksi individu, Kurniasih juga mendesak evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan di institusi pendidikan dokter dan fasilitas kesehatan.
Ia menilai pengawasan yang lemah membuka celah bagi kejahatan semacam ini terjadi.
“Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan kedokteran harus introspeksi. Pengawasan internal harus diperkuat, termasuk dalam hal pendampingan pasien dan sistem pelaporan kejadian kekerasan,” katanya.
Dorongan untuk Perlindungan Nyata bagi Pasien
Sebagai anggota legislatif yang membidangi kesehatan, Kurniasih menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan regulasi yang memperkuat perlindungan pasien, mulai dari aspek hukum, pendampingan psikologis, hingga peningkatan literasi kesehatan masyarakat.
Baca juga: UU Kesehatan Siap Atur Kebutuhan Dokter Spesialis yang Langka di Daerah
“Kami mendorong hadirnya kebijakan yang menjamin keamanan pasien, terutama perempuan. Misalnya, wajib adanya pendamping saat tindakan medis tertentu, serta edukasi hak-hak pasien yang lebih masif,” tegasnya.
Kurniasih menutup pernyataannya dengan harapan agar tragedi ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, agar tidak terulang dan sistem kesehatan Indonesia benar-benar menjadi ruang yang aman, profesional, dan manusiawi. (SG-2)