Soko Berita

Dokter Residen Terjerat Kasus Kekerasan Seksual, Publik Tuntut Reformasi Dunia Medis

Dalam pernyataan resminya, Unpad menegaskan bahwa PAP bukan merupakan pegawai rumah sakit, melainkan peserta program pendidikan yang dititipkan di RSHS.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
10 April 2025

Dokter PAP diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin, Bandung. (Dok.Okezone)

SOKOGURU, BANDUNG: Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang dokter residen Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) kembali mengguncang dunia medis. 

Seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berinisial PAP (31), resmi ditahan Polda Jawa Barat sejak 23 Maret 2025 atas dugaan pemerkosaan terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, membenarkan bahwa penyidik tengah mendalami kasus yang kini memasuki tahap penyidikan. 

Baca juga:Kasus Aulia Risma, Alarm Keras Bagi Dunia Kedokteran Indonesia 

“Sudah ditahan tanggal 23 Maret. Saat ini masih dalam proses penyidikan,” ujarnya, Rabu (9/4).

Terbongkar Lewat Media Sosial, Viral hingga Menjadi Sorotan Nasional

Kasus ini pertama kali mencuat lewat unggahan viral di media sosial.

Akun Instagram @ppdsgramm mengunggah pesan yang menyebut adanya dugaan pemerkosaan oleh dua residen anestesi terhadap penunggu pasien dengan menggunakan obat bius. 

Unggahan itu kemudian menyebar luas usai dibagikan ulang oleh akun X (Twitter) @txtdarijasputih, menarik perhatian jutaan warganet.

Publik geger, apalagi informasi yang dibagikan menyebut adanya bukti kuat seperti rekaman CCTV dan bukti biologis yang ditemukan di lokasi kejadian. 

Dalam sekejap, dugaan kekerasan seksual ini berubah menjadi isu nasional yang memunculkan pertanyaan besar tentang sistem pengawasan terhadap dokter residen di rumah sakit.

Dibius di Ruang Kosong, Korban Dilecehkan Tengah Malam

Menurut kronologi yang beredar, kejadian bermula saat seorang pasien ICU didampingi oleh anak perempuannya. 

Pelaku diduga menawarkan prosedur pencocokan darah (crossmatch) kepada korban, dengan janji proses yang lebih cepat. Korban kemudian dibawa ke lantai 7 Gedung MCHC yang masih kosong.

Baca juga: UU Kesehatan Siap Atur Kebutuhan Dokter Spesialis yang Langka di Daerah

Di sana, korban diminta berganti pakaian seperti pasien dan dipasangi infus yang diduga mengandung midazolam—obat penenang yang umum digunakan dalam prosedur medis. 

Dugaan pelecehan seksual terjadi sekitar tengah malam, dan korban baru sadar dini hari dalam kondisi linglung dan kesakitan. 

Ia langsung mengeluh nyeri, termasuk pada bagian vital tubuhnya, sebelum akhirnya menjalani visum.

Hasil visum menunjukkan keberadaan sperma di tubuh korban dan di lantai tempat kejadian. Sehari setelahnya, lantai 7 Gedung MCHC dipasangi garis polisi, menandai bahwa investigasi serius telah dimulai.

Unpad dan RSHS Ambil Tindakan Tegas

Menanggapi kasus ini, Unpad langsung menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada tersangka dari program PPDS.

Dalam pernyataan resminya, pihak kampus menegaskan bahwa PAP bukan merupakan pegawai rumah sakit, melainkan peserta program pendidikan yang dititipkan di RSHS.

“Unpad mengecam keras tindakan tersebut. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap etik profesi dan norma hukum,” tegas pihak universitas.

Unpad dan RSHS juga menyatakan komitmen untuk mengawal proses hukum dengan adil dan transparan. 

Mereka memastikan bahwa korban mendapat pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar selama proses hukum berjalan.

Evaluasi Menyeluruh Sistem Pendidikan Dokter Spesialis

Kasus ini telah memicu gelombang keprihatinan dari masyarakat luas, termasuk kalangan tenaga kesehatan. 

Banyak yang menyoroti lemahnya pengawasan dan kurangnya evaluasi terhadap peserta PPDS, yang dalam praktiknya sering berinteraksi langsung dengan pasien dan keluarga dalam situasi rentan.

Baca juga: Buntut Kritik Impor Dokter Asing, Pemberhentian Dekan FK Unair Sulut Kontroversi

Desakan mengemuka agar institusi pendidikan kedokteran dan rumah sakit mengevaluasi ulang sistem rekrutmen, etika profesional, dan protokol pengawasan dokter residen. 

Mengingat tingginya tanggung jawab profesi medis, publik menilai pengawasan tidak boleh longgar, terlebih jika menyangkut potensi pelanggaran berat seperti kekerasan seksual.

Selagi proses hukum berlangsung, publik menanti langkah konkret dari Unpad, RSHS, dan Kementerian Kesehatan untuk memastikan tragedi serupa tak kembali terulang.

Ini bukan hanya soal satu pelaku, tapi tentang integritas sistem yang seharusnya melindungi pasien—bukan justru membuka celah bahaya baru. (SG-2)