Pertanian

Pada Januari-Februari 2024, Pemkab Demak Laporkan Panen Padi Tetap Melimpah

Pemkab Demak, Jawa Tengah, melaporkan hasil panen gabah diperkirakan rata-rata 7,8 ton per hektare dan gabah ketan sentuh 9,2 ton per hektare.

By Sokoguru  | Sokoguru.Id
27 Februari 2024
Petani melakukan panen raya padi dengan menggunakan mesin combine harvester di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. (Ist)

SETELAH panen padi bulan Desember 2023 lalu dengan seluas 1.275 hektare, Kabupaten Demak, Jawa Tengah (Jateng) bersiap kembali panen seluas 2.914 hektare pada Januari dan Februari 2024 dari pertanaman musim tanam (MT) I pada Agustus dan Desember 2023.

 

Panen padi pada Januari dan Februari 2024 di Demak tersebar di Kecamatan Karanganyar dan Guntur plus lokasi kegiatan Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) yakni Kecamatan Dempet dan Bonang. 

 

Teknologi CSA diusung Kementerian Pertanian RI bersama Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan petani. 

 

Baca juga: Jateng Mulai Panen Raya Padi dan Berharap Harga Beras Turun

 

Tanpa merusak lingkungan melalui adaptasi perubahan iklim serta mengurangi/menghilangkan emisi gas rumah kaca (GRK).

 

Kabar gembira tersebut dikemukakan Kabid Tanaman  Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Pemkab Demak, Hery Wuryanta. Hasil panen gabah diperkirakan rata-rata 7,8 ton per hektare dan gabah ketan sentuh 9,2 ton per hektare.

 

"Hasil ubinan atau uji sampel lapangan di Dempet capai 7,8 ton per hektare. Kalau ketan lebih tinggi sentuh 9,2 ton per hektar," katanya.

 

Komitmen Program SIMURP mendukung pemerintah daerah meningkatkan produktivitas pertanian sejalan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman untuk memperkuat ketahanan pangan nasional bahwa petani harus tetap berproduksi.

 

Baca juga: Di Tengah Kenaikan Harga Beras, Petani Panen Raya Padi di Lahan Rawa Banyuasin, Sumsel

 

"Pemerintah terus berupaya menjaga stok pangan demi menjamin ketersediaan pangan bagi 270 juta rakyat Indonesia," katanya.

 

Hal senada dikemukakan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi bahwa pemerintah mendukung aktivitas petani dan penyuluh dalam upaya menjaga ketahanan pangan.

 

“Pertanian tidak boleh berhenti dalam situasi apapun. Genjot terus produksi pertanian. Penyuluh, petani dan kita semua ayo dukung pembangunan pertanian nasional,” katanya.

 

Direktur National Project Implementation Unit (NPIU) SIMURP Bustanul Arifin Caya mengatakan Program SIMURP di Kementan fokus pada upaya antisipasi dampak perubahan iklim global pada sektor pertanian.

 

Baca juga: Dengan SDM Handal, Kementan Siap Tingkatkan Produktivitas Padi dan Jagung Nasional

 

Project Manager SIMURP Sri Mulyani menjelaskan Program CSA SIMURP merupakan modernisasi irigasi strategis dan program rehabilitasi mendesak.

 

"Pengelolaannya pada lintas empat kementerian dan lembaga yaitu Bappenas, Kementan, Kementerian PUPR, dan Kemendagri," katanya.

 

Kabid Tanaman  Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Pemkab Demak, Hery Wuryanta menambahkan, padi hasil produksi MT I di wilayahnya memiliki kualitas terbaik ketimbang MT II.

 

"Kualitasnya lebih baik, karena ada sela setelah palawija, kemudian padi, sehingga tanah menjadi subur kembali. Jadi produksinya lebih tinggi kalau dibanding MT II," katanya.

 

Hery Wuryanta tidak menampik wilayah Demak terdampak El Nino yang mengakibatkan kekeringan panjang sempat menghambat MT I. 

 

Kendati demikian, hasil produksi padi Demak dinilai masih cukup bagus, karena Demak menjadi wilayah hilir dari sungai-sungai besar di Jawa Tengah. 

 

"Meskipun terdampak El Nino, masih ada airnya, jadi kalau dulu La Nina kan kalau banjir wajar, ini El Nino, nyatanya masih ada yang kena banjir," katanya lagi. 

 

Pasalnya, saat terjadi kekeringan panjang akhir 2023, ada perbaikan saluran dan irigasi Waduk Kedung Ombo secara bergilir. 

 

"Kalau yang belum ada itu, daerah selatan antara lain Mranggen, Karangawen, kemudian Mijen, Kalau Wedung, karena akhir dari sistem Waduk Kedung Ombo itu yang belum," kata Hery Wuryanta. (SG-2)