Pariwisata

Keterbatasan Infrastruktur Masih Jadi Tantangan Pengembangan Wisata Gunung di Tanah Air

Fasilitas seperti amenitas, toilet, dan aksesibilitas masih sangat minim di banyak destinasi gunung di tanah air. Ini yang harus ditingkatkan.
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
22 Agustus 2024
Dok. Kemenparekraf/ Summit Gunung Rinjani

PENGEMBANGAN  wisata gunung di tanah air berpotensi besar, karena Indonesia memiliki banyak destinasi wisata gunung yang diakui secara internasional. 

 

Sebut saja Gunung Rinjani, Bromo Tengger, Semeru, dan Cartenz Pyramid, yang telah mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak, termasuk Trip Advisor dan majalah internasional. 

 

Dengan keragaman hayati dan keunikan geografis, wisata gunung di Indonesia menawarkan pengalaman yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Namun, pengembangan wisata gunung tersebut tidak lepas dari tantangan. Salah satunya  infrastruktur yang belum memadai. 

 

Baca juga: Gelar 2ndIMTC 2024, Menparekraf Berharap RI Jadi Surga Wisata Pendakian Gunung

 

Demikian disampaikan Direktur Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Itok Parikesit, dalam acara  2nd Indonesian Mountains Tourism Conference (2ndIMTC) 2024, di Hotel Dafam Wonosobo, Jawa Tengah, Rabu (21/8).

 

"Rinjani, misalnya,  beberapa kali mendapat best practice dari Indonesia maupun dari luar negeri dari segi pengelolaan, alam dan pemandunya. Namun,fasilitas seperti amenitas, toilet, dan aksesibilitas masih sangat minim di banyak destinasi gunung. Ini yang harus kita tingkatkan," ujarnya  saat menyampaikan keynote speech

 

Selain itu, lanjutnya, masalah sampah dan dampak lingkungan juga menjadi persoalan yang harus diberi perhatian khusus. Wisatawan tidak bertanggung jawab seringkali meninggalkan sampah di jalur pendakian, yang akhirnya merusak keindahan alam dan ekosistem sekitar. 

 

Baca juga: Telah direservasi 47 ribu wisatawan, Bobocabin Gunung Mas Tawarkan Akomodasi Inovatif

 

Itok menyatakan pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk masalah ini melalui berbagai regulasi dan inisiatif. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pengembangan wisata berbasis low carbon, di mana setiap kegiatan wisata akan diarahkan untuk meminimalkan jejak karbon.

 

"Perubahan iklim juga menjadi tantangan besar dalam pengembangan wisata gunung berkelanjutan. Oleh karena itu, kami mengembangkan paket wisata yang berbasis low carbon, untuk memastikan wisata ini tetap ramah lingkungan," imbuhnya. 

 

Selain tantangan infrastruktur dan lingkungan, aksesibilitas ke beberapa destinasi wisata gunung juga masih menjadi masalah. Meskipun sebagian besar gunung di Indonesia sudah memiliki akses, konektivitas dan transportasi ke lokasi-lokasi tersebut masih perlu ditingkatkan agar lebih mudah dijangkau oleh wisatawan domestik maupun internasional.

 

Baca juga: Netas on Java Camp 2024 Dorong Peran Komunitas Dukung Pariwisata Hijau

 

Peraturan sustainability dan investasi

Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, Kemenparekraf telah mengambil berbagai langkah strategis. Di antaranya peluncuran peraturan terkait sustainability dan investasi dalam infrastruktur digital untuk membantu mempromosikan wisata gunung secara lebih luas. 

 

Itok juga menyatakan pentingnya kerja sama dengan komunitas lokal dan pelaku industri pariwisata dalam mengembangkan produk wisata gunung yang berdaya saing dan otentik.

 

"Pengembangan wisata gunung di Indonesia tidak hanya tentang meningkatkan jumlah wisatawan, tetapi juga memastikan wisata itu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan menjaga kelestarian lingkungan," ujarnya.

 

 Mengakhiri keynote speech-nya, Itok mengingatkan, keberhasilan pengembangan wisata gunung,  sangat bergantung pada bagaimana tantangan-tantangan tersebut diatasi, dan bagaimana semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan wisata gunung yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. (Fajar Ramadan/SG-1)